Jaringan
Jaringan dalam biologi adalah sekumpulan sel yang memiliki bentuk dan fungsi yang sama. Sekumpulan jaringan akan membentuk organ. Cabang ilmu biologi yang mempelajari jaringan adalah histologi. Sedangkan cabang ilmu biologi yang mempelajari jaringan dalam hubungannya dengan penyakit adalah histopatologi.
Jaringan pada hewan
Ada empat tipe jaringan dasar yang membentuk tubuh semua hewan, termasuk tubuh manusia dan organisme multiseluler tingkat rendah seperti serangga.
• Jaringan epitel.
Jaringan yang disusun oleh lapisan sel yang melapisi permukaan organ seperti permukaan kulit. Jaringan ini berfungsi untuk melindungi organ yang dilapisinya, sebagai organ sekresi dan penyerapan.
• Jaringan pengikat.
Sesuai namanya, jaringan pengikat berfungsi untuk mengikat jaringan dan alat tubuh. Contoh jaringan ini adalah jaringan darah.
• Jaringan otot.
Jaringan otot terbagi atas tiga kategori yang berbeda yaitu otot licin yang dapat ditemukan di organ tubuh bagian dalam, otot lurik yang dapat ditemukan pada rangka tubuh, dan otot jantung yang dapat ditemukan di jantung.
• Jaringan saraf.
adalah jaringan yang berfungsi untuk mengatur aktivitas otot dan organ serta menerima dan meneruskan rangsangan.
Jaringan pada tumbuhan
Jaringan tumbuhan dikategorikan menjadi tiga jaringan.
• Jaringan epidermis
Adalah jaringan yang melapisi daun dan bagian tumbuhan yang masih muda.
• Jaringan pengangkut
Komponen utama jaringan pengangkut adalah xilem dan floem.
• Jaringan penyokong
Jaringan penyokong meliputi tiga jaringan dasar, yaitu parenkim, kolenkim dan sklerenkim.
Anatomi tumbuhan
Anatomi tumbuhan atau fitotomi merupakan analogi dari anatomi manusia atau hewan. Walaupun secara prinsip kajian yang dilakukan adalah melihat keseluruhan fisik sebagai bagian-bagian yang secara fungsional berbeda, anatomi tumbuhan menggunakan pendekatan metode yang berbeda dari anatomi hewan. Organ tumbuhan terekspos dari luar, sehingga umumnya tidak perlu dilakukan "pembedahan".
Anatomi tumbuhan biasanya dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan hierarki dalam kehidupan:
• Organologi, mempelajari struktur dan fungsi organ berdasarkan jaringan-jaringan penyusunnya;
• Histologi, mempelajari struktur dan fungsi berbagai jaringan berdasarkan bentuk dan peran sel penyusunnya; dan
• Sitologi, mempelajari struktur dan fungsi sel serta organel-organel di dalamnya, proses kehidupan dalam sel, serta hubungan antara satu sel dengan sel yang lainnya. Sitologi dikenal juga sebagai biologi sel.
Organologi
Organologi mengkaji bagaimana struktur dan fungsi suatu organ. Berikut adalah jaringan-jaringan dasar yang menyusun tiga organ pokok tumbuhan.
[sunting] Akar
Akar tersusun dari jaringan-jaringan berikut :
• epidermis
• parenkim
• endodermis
• kayu
• pembuluh (pembuluh kayu dan pembuluh tapis) dan
• kambium pada tumbuhan dikotil.
Permukaan akar seringkali terlindung oleh lapisan gabus tipis. Bagian ujung akar memiliki jaringan tambahan yaitu tudung akar. Ujung akar juga diselimuti oleh lapisan mirip lendir yang disebut misel (mycel) yang berperan penting dalam pertukaran hara serta interaksi dengan organisme (mikroba) lain.
Batang
Susunan batang tidak banyak berbeda dengan akar. Batang tersusun dari jaringan berikut:
• epidermis
• parenkim
• endodermis
• kayu
• jaringan pembuluh, dan
• kambium pada tumbuhan dikotil.
Struktur ini tidak banyak berubah, baik di batang utama, cabang, maupun ranting. Permukaan batang berkayu atau tumbuhan berupa pohon seringkali dilindungi oleh lapisan gabus (suber) dan/atau kutikula yang berminyak (hidrofobik). Jaringan kayu pada batang dikotil atau monokotil tertentu dapat mengalami proses lignifikasi yang sangat lanjut sehingga kayu menjadi sangat keras.
[sunting] Daun
Daun lengkap terdiri dari pelepah daun, tangkai daun serta helai daun. Helai daun sendiri memiliki urat daun yang tidak lain adalah kelanjutan dari jaringan penyusun batang yang berfungsi menyalurkan hara atau produk fotosintesis. Helai daun sendiri tersusun dari jaringan-jaringan dasar berikut:
• epidermis
• jaringan tiang
• jaringan bunga karang dan
• jaringan pembuluh.
Permukaan epidermis seringkali terlapisi oleh kutikula atau rambut halus (pilus) untuk melindungi daun dari serangga pemangsa, spora jamur, ataupun tetesan air hujan.
Histologi
Histologi tumbuhan mengkaji jenis-jenis sel (berdasarkan bentuk dan fungsi) yang menyusun suatu jaringan.
Jaringan penyusun tumbuhan antara lain : 1. epidermis (jaringan pelindung) 2. kolenkim (jaringan penyokong) 3. sklerenkim (jaringan penyokong) 4. parenkim (jaringan dasar) 5. xilem (jaringan pembuluh/pengangkut) 6. floem (jaringan pembuluh/pengangkut)
[sunting] Sitologi
Lihat artikel sel (biologi) untuk pembahasan lebih mendalam.
Sitologi mengkaji fungsi berbagai sel dan organel-organel khas pendukung fungsi tersebut.
Rabu, 02 Maret 2011
CHF
Tugas makalah : KMB II
Kelompok 3
Almawati
Eka andrianto
Pebrianti K
Katarina waubun
Una Yulia Ningsih
STIKES GRAHA EDUKASI MAKASSAR
2010
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang lebih utama selain rasa syukur Allhamdulillah kelompok panjatkan hanya kepada Tuhan YME, atas kesempatan,kesehatan, hidayah dan inaya-Nya hingga makalah yang berjudul “CHF” ini dapat penulis terselesaikatepat pada waktunya.
Penjelasan yang ada di dalam makalah ini akan mempermudah pemahaman pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dalam masalah CHF.
Semoga makalah tentang CHF ini dapat memperjelas pemahamanmahasiswa tentang CHF secara integritas dan bermanfaat bagi kalangan mahasiswa keprawatan. saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna menyempurnakan makalah ini.
Makassar 3-11-2010
kelompok
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
BAB II PEMBAHASAN
KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKAN
Saat ini Congestive Hearth Failure (CHF) atau yang biasa disebut gagal jantung kongestif merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5-10% pertahun pada gagal jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain itu, gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit (readmission) meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal (R. Miftah Suryadipraja).
CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh (Ebbersole, Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut usia(lansia) karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini dapat menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-penyakit seperti: hipertensi, penyakit katub jantung, kardiomiopati, dan lain-lain. CHF juga dapat menjadi kondisi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada miokard infark.
CHF merupakan penyebab tersering lansia dirawat di rumah sakit (Miller,1997). Sekitar 3000 penduduk Amerika menderita CHF. Pada umumnya CHF diderita lansia yang berusia 50 tahun, Insiden ini akan terus bertambah setiap tahun pada lansia berusia di atas 50 tahun (Aronow et al,1998). Menurut penelitian, sebagian besar lansia yang dididiagnosis CHF tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun (Ebbersole, Hess,1998).
BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP DASAR
Definisi
Ada beberapa pengertian CHF menurut beberapa ahli:
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah sindroma yang terjadi bila jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic dan oksigenasi jantung. (Carpenito, 1999)
Pengertian gagal jantung secara umum adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagalmemompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri. (Ilmu penyakit dalam. 1996 h, 975)
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. (Smeltzer & Bare Vol 2, hal 805 th 2001)
Etiologi
Penyebab CHF ada beberapa factor yang sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas pada jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung meliputi:
Penyakit arterosklerosis koroner yang mengakibatkan disfungsi pada miokardium karena terganggunya aliran darah pada otot jantung.
Hipertensi sistemik/ pulmonal yang mengakibatkan meningkatnya beban kerja jantung yang akhirnya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung.
Peradangan dan penyakitMiokardium degenaratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara tidak langsung merusak serabut otot jantung dan menyebabkan kontraksi menurun.
Penyakit jantung lain, yang sebenarnya tidak ada secara langsung mempengaruhi jantung, mekanisme yang terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung misalnya stenosis katub semiluner, ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah misalnya tamponade pericardium, perikarditis kontriktif dan stenosis katub AV, peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi “maligna”) dapat menyebabkan gagal jantung tidak ada hipertropi miokardial.
Factor sistemik, yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung seperti meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam, tirotoksikosis) hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas plektrolit dapat menurunkankontraktilitas jantung.
Gangguan kontraktilitas (miokard infark/ miopati) yang mengganggufungsi miokard karena menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding abnormal dan mengubah daya kembangruang jantung tersebut yang akhirnya menyebabkan penurunan curah jantung.
Gangguan Afterload (Stenosis Aorta/ Hipertensi Sistemik) stenosis menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri keaorta pada waktu sistolik ventrikel, yang menyebabkan beban ventrikel meningkat dan akibatnya ventrikel kiri hipertropi yang mengurangi daya renggang dinding ventrikel dan dinding relative menjadi kaku dan pada akhirnya dapat mengurangi volume sekuncup dan menyebabkan gagal jantung, katub AV, peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanana darah sistemik dapat menyebabkan gagal jantung tidak ada hipotrofi miokardial.
Factor sistemik, yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung seperti meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam, tiroktositas) hipoksia, dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas plektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Patofisiologi
Kelainan fungi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventriel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Klasifikasi
Gagal Jantung Kanan- Kiri
Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral
Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura, dll.
Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Dispnu dapat terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Mudah lelah dapat terjadi akibat curah jantung yang kurang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.
Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viscera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasikan semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak dapat meliputi edema ekstremitas bawah, peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena leher, asites, anoreksia, mual dan nokturia.
Menifestasi klinik
Gejala yang muncul sesuai dengan gagal jantung kiri diikuti oleh gagal jantung kanan dapat terjadi didada akibat adanya peningkatan kebutuhan oksigen.
Pada pemeriksaan fisis ditemukan adanya tanda-tanda gagal jantung kongestif biasanya terdapat bunyi derap dan bising aikbat regurgitasi mitral
Gagal jantung kiri
• Dyspneu
• Orthopneu
• Paroxysmal nokturnal dyspneu
• Batuk
• Mudah lelah
• Gelisah dan cemas
Gagal jantung kanan
• Pitting edema
• Anoreksia
• Hapatomegali
• Nokturia
• Kelemahan
Komplikasi
Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah
Syok Kardiogenik, akibat disfungsi nyata
Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CHF
Pengkajian
Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik. Karenanya diagnostik dan teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas.
1. Aktivitas/istirahat
• Gejala: Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
• Tanda: Gelisah, perubahan status mental misalnya: letargi, tanda vital berubah pad aktivitas.
2. Sirkulasi
• Gejala: Riwayat HT, sIM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
• Tanda:TD; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ; mungkin sempit, Irama Jantung; Disritmia, Frekuensi jantung; Takikardia, Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior ke kiri, Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat, terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, Murmur sistolik dan diastolic, Warna; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik, Punggung kuku; pucat atau sianotik dengan pengisian, kapiler lambat, Hepar ; pembesaran/dapat teraba, Bunyi napas; krekels, ronkhi, Edema; mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada ekstremitas
3. Integritas ego
• Gejala: Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
• Tanda: Berbagai manifestasi perilaku, misalnya: ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
4. Eliminasi
• Gejala: Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
5. Makanan/cairan
• Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
• Tanda: Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dan pitting).
6. Hygiene
• Gejala: Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
• Tanda: Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
• Gejala: Kelemahan, pening, episode pingsan.
• Tanda: Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
• Gejala: Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.
• Tanda: Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
9. Pernapasan
• Gejala: Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
• Tanda: Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernapasan. Batuk: Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum. Sputum; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal). Bunyi napas; Mungkin tidak terdengar. Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi. Warna kulit; Pucat dan sianosis.
10. Keamanan
• Gejala: Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.
11. Interaksi sosial
• Gejala: Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
12. Pembelajaran/pengajaran
• Gejala: menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya: penyekat saluran kalsium.
• Tanda: Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan structural.
Ditandai dengan :
• Peningkatan frekuensi jantung (takikardia): disritmia, perubahan gambaran pola EKG
• Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).Bunyi ekstra (S3 & S4)
• Penurunan keluaran urine
• Nadi perifer tidak teraba
• Kulit dingin kusam
• Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan :
• Klien akan menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung, melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi :
• Auskultasi nadi apical; kaji frekuensi, iram jantung. Rasional: Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
• Catat bunyi jantung. Rasional: S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke serambi yang disteni. Mur-mur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis katup.
• Palpasi nadi perifer. Rasional: Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
• Pantau TD. Rasional: Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat normal lagi.
• Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis. Rasional: Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekutnya curah jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.
• Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi). Rasional: Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai oksigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi.
Ditandai dengan :
• Kelemahan, kelelahan, perubahan tanda vital, adanya disritmia, dispnea, pucat, berkeringat.
Tujuan /kriteria evaluasi :
• Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi :
• Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator, diuretic dan penyekat beta.
Rasional: Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
• Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional: Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
• Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional: Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
• Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi) .
Rasional: Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
Ditandai dengan :
• Ortopnea, bunyi jantung S3, oliguria, edema, peningkatan berat badan, hipertensi, Ddstres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Tujuan /kriteria evaluasi :
• Klien akan mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema, menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
• Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi. Rasional: Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
• Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam. Rasional: Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tibatiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
• Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut. Rasional: Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
• Pantau TD dan CVP (bila ada). Rasional: Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
• Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi. Rasional: Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.
• Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
• Konsul dengan ahli diet. Rasional: perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus.
Tujuan /kriteria evaluasi :
• Klien akan mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan, berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
Intervensi:
• Pantau bunyi nafas, catat krekles.
Rasional: menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
• Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional: membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
• Dorong perubahan posisi.
Rasional: Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
• Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional: Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
• Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan/kriteria evaluasi :
• Klien akan mempertahankan integritas kulit, mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
• Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional: Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.
• Pijat area kemerahan atau yang memutih.
Rasional: meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
• Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional: Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
• Berikan perawatan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional: Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.
• Hindari obat intramuskuler.
Rasional: Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal.
Ditandai dengan :
• Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
Tujuan/kriteria evaluasi :
• Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi.
• Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.
• Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi :
• Diskusikan fungsi jantung normal.
Rasional: Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan.
• Kuatkan rasional pengobatan.
Rasional: Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.
• Anjurkan makanan diet pada pagi hari.
Rasional: Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur.
• Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi.
Rasional: dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah.
BAB III
PENUTUP
Chronik Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh jaringan. Penyebab CHF pada lansia adalah peningkatan kolagen miokard akibat proses penuaan. Gagal jantung diklasifikasikan menjadi gagal jantung kronik dan akut, gagal jantung kiri dan kanan, gagal jantung sistolik-diastolik. Manifestasi klinis dari gagal jantung dikelompokkan menjadi gagal jantung akut dan kronik yang meliputi:anoreksia, asites. Nokturia, intoleransi aktivitas peningkatan BB, fatigue, takikardi, penurunan urin output, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://akperppnisolojateng.blogspot.com/2009/04/askep-gagal-jantung-kongestif-chf_27.html
2. Ronny dkk. 2009.Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta:EGC
3. Udjianti W.J. 2010.Keperawatan Kardiovaskuler.Jakarta: Salemba Medika
Kelompok 3
Almawati
Eka andrianto
Pebrianti K
Katarina waubun
Una Yulia Ningsih
STIKES GRAHA EDUKASI MAKASSAR
2010
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang lebih utama selain rasa syukur Allhamdulillah kelompok panjatkan hanya kepada Tuhan YME, atas kesempatan,kesehatan, hidayah dan inaya-Nya hingga makalah yang berjudul “CHF” ini dapat penulis terselesaikatepat pada waktunya.
Penjelasan yang ada di dalam makalah ini akan mempermudah pemahaman pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dalam masalah CHF.
Semoga makalah tentang CHF ini dapat memperjelas pemahamanmahasiswa tentang CHF secara integritas dan bermanfaat bagi kalangan mahasiswa keprawatan. saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna menyempurnakan makalah ini.
Makassar 3-11-2010
kelompok
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
BAB II PEMBAHASAN
KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKAN
Saat ini Congestive Hearth Failure (CHF) atau yang biasa disebut gagal jantung kongestif merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5-10% pertahun pada gagal jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain itu, gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit (readmission) meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal (R. Miftah Suryadipraja).
CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh (Ebbersole, Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut usia(lansia) karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini dapat menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-penyakit seperti: hipertensi, penyakit katub jantung, kardiomiopati, dan lain-lain. CHF juga dapat menjadi kondisi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada miokard infark.
CHF merupakan penyebab tersering lansia dirawat di rumah sakit (Miller,1997). Sekitar 3000 penduduk Amerika menderita CHF. Pada umumnya CHF diderita lansia yang berusia 50 tahun, Insiden ini akan terus bertambah setiap tahun pada lansia berusia di atas 50 tahun (Aronow et al,1998). Menurut penelitian, sebagian besar lansia yang dididiagnosis CHF tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun (Ebbersole, Hess,1998).
BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP DASAR
Definisi
Ada beberapa pengertian CHF menurut beberapa ahli:
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah sindroma yang terjadi bila jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic dan oksigenasi jantung. (Carpenito, 1999)
Pengertian gagal jantung secara umum adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagalmemompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri. (Ilmu penyakit dalam. 1996 h, 975)
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. (Smeltzer & Bare Vol 2, hal 805 th 2001)
Etiologi
Penyebab CHF ada beberapa factor yang sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas pada jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung meliputi:
Penyakit arterosklerosis koroner yang mengakibatkan disfungsi pada miokardium karena terganggunya aliran darah pada otot jantung.
Hipertensi sistemik/ pulmonal yang mengakibatkan meningkatnya beban kerja jantung yang akhirnya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung.
Peradangan dan penyakitMiokardium degenaratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara tidak langsung merusak serabut otot jantung dan menyebabkan kontraksi menurun.
Penyakit jantung lain, yang sebenarnya tidak ada secara langsung mempengaruhi jantung, mekanisme yang terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung misalnya stenosis katub semiluner, ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah misalnya tamponade pericardium, perikarditis kontriktif dan stenosis katub AV, peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi “maligna”) dapat menyebabkan gagal jantung tidak ada hipertropi miokardial.
Factor sistemik, yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung seperti meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam, tirotoksikosis) hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas plektrolit dapat menurunkankontraktilitas jantung.
Gangguan kontraktilitas (miokard infark/ miopati) yang mengganggufungsi miokard karena menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding abnormal dan mengubah daya kembangruang jantung tersebut yang akhirnya menyebabkan penurunan curah jantung.
Gangguan Afterload (Stenosis Aorta/ Hipertensi Sistemik) stenosis menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri keaorta pada waktu sistolik ventrikel, yang menyebabkan beban ventrikel meningkat dan akibatnya ventrikel kiri hipertropi yang mengurangi daya renggang dinding ventrikel dan dinding relative menjadi kaku dan pada akhirnya dapat mengurangi volume sekuncup dan menyebabkan gagal jantung, katub AV, peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanana darah sistemik dapat menyebabkan gagal jantung tidak ada hipotrofi miokardial.
Factor sistemik, yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung seperti meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam, tiroktositas) hipoksia, dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas plektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Patofisiologi
Kelainan fungi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventriel kanan. Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Klasifikasi
Gagal Jantung Kanan- Kiri
Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral
Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura, dll.
Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Dispnu dapat terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Mudah lelah dapat terjadi akibat curah jantung yang kurang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.
Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viscera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasikan semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak dapat meliputi edema ekstremitas bawah, peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena leher, asites, anoreksia, mual dan nokturia.
Menifestasi klinik
Gejala yang muncul sesuai dengan gagal jantung kiri diikuti oleh gagal jantung kanan dapat terjadi didada akibat adanya peningkatan kebutuhan oksigen.
Pada pemeriksaan fisis ditemukan adanya tanda-tanda gagal jantung kongestif biasanya terdapat bunyi derap dan bising aikbat regurgitasi mitral
Gagal jantung kiri
• Dyspneu
• Orthopneu
• Paroxysmal nokturnal dyspneu
• Batuk
• Mudah lelah
• Gelisah dan cemas
Gagal jantung kanan
• Pitting edema
• Anoreksia
• Hapatomegali
• Nokturia
• Kelemahan
Komplikasi
Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah
Syok Kardiogenik, akibat disfungsi nyata
Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CHF
Pengkajian
Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik. Karenanya diagnostik dan teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas.
1. Aktivitas/istirahat
• Gejala: Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
• Tanda: Gelisah, perubahan status mental misalnya: letargi, tanda vital berubah pad aktivitas.
2. Sirkulasi
• Gejala: Riwayat HT, sIM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
• Tanda:TD; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ; mungkin sempit, Irama Jantung; Disritmia, Frekuensi jantung; Takikardia, Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior ke kiri, Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat, terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, Murmur sistolik dan diastolic, Warna; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik, Punggung kuku; pucat atau sianotik dengan pengisian, kapiler lambat, Hepar ; pembesaran/dapat teraba, Bunyi napas; krekels, ronkhi, Edema; mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada ekstremitas
3. Integritas ego
• Gejala: Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
• Tanda: Berbagai manifestasi perilaku, misalnya: ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
4. Eliminasi
• Gejala: Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
5. Makanan/cairan
• Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
• Tanda: Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dan pitting).
6. Hygiene
• Gejala: Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
• Tanda: Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
• Gejala: Kelemahan, pening, episode pingsan.
• Tanda: Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
• Gejala: Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.
• Tanda: Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
9. Pernapasan
• Gejala: Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
• Tanda: Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernapasan. Batuk: Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum. Sputum; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal). Bunyi napas; Mungkin tidak terdengar. Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi. Warna kulit; Pucat dan sianosis.
10. Keamanan
• Gejala: Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.
11. Interaksi sosial
• Gejala: Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
12. Pembelajaran/pengajaran
• Gejala: menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya: penyekat saluran kalsium.
• Tanda: Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan structural.
Ditandai dengan :
• Peningkatan frekuensi jantung (takikardia): disritmia, perubahan gambaran pola EKG
• Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).Bunyi ekstra (S3 & S4)
• Penurunan keluaran urine
• Nadi perifer tidak teraba
• Kulit dingin kusam
• Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan :
• Klien akan menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung, melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi :
• Auskultasi nadi apical; kaji frekuensi, iram jantung. Rasional: Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
• Catat bunyi jantung. Rasional: S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke serambi yang disteni. Mur-mur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis katup.
• Palpasi nadi perifer. Rasional: Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
• Pantau TD. Rasional: Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat normal lagi.
• Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis. Rasional: Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekutnya curah jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.
• Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi). Rasional: Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai oksigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi.
Ditandai dengan :
• Kelemahan, kelelahan, perubahan tanda vital, adanya disritmia, dispnea, pucat, berkeringat.
Tujuan /kriteria evaluasi :
• Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi :
• Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator, diuretic dan penyekat beta.
Rasional: Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
• Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional: Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
• Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional: Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
• Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi) .
Rasional: Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
Ditandai dengan :
• Ortopnea, bunyi jantung S3, oliguria, edema, peningkatan berat badan, hipertensi, Ddstres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Tujuan /kriteria evaluasi :
• Klien akan mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema, menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
• Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi. Rasional: Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
• Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam. Rasional: Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tibatiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
• Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut. Rasional: Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
• Pantau TD dan CVP (bila ada). Rasional: Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
• Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi. Rasional: Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.
• Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
• Konsul dengan ahli diet. Rasional: perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus.
Tujuan /kriteria evaluasi :
• Klien akan mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan, berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
Intervensi:
• Pantau bunyi nafas, catat krekles.
Rasional: menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
• Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional: membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
• Dorong perubahan posisi.
Rasional: Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
• Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional: Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
• Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan/kriteria evaluasi :
• Klien akan mempertahankan integritas kulit, mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
• Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional: Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.
• Pijat area kemerahan atau yang memutih.
Rasional: meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
• Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional: Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
• Berikan perawatan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional: Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan.
• Hindari obat intramuskuler.
Rasional: Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal.
Ditandai dengan :
• Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
Tujuan/kriteria evaluasi :
• Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi.
• Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.
• Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi :
• Diskusikan fungsi jantung normal.
Rasional: Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan.
• Kuatkan rasional pengobatan.
Rasional: Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.
• Anjurkan makanan diet pada pagi hari.
Rasional: Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur.
• Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi.
Rasional: dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah.
BAB III
PENUTUP
Chronik Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh jaringan. Penyebab CHF pada lansia adalah peningkatan kolagen miokard akibat proses penuaan. Gagal jantung diklasifikasikan menjadi gagal jantung kronik dan akut, gagal jantung kiri dan kanan, gagal jantung sistolik-diastolik. Manifestasi klinis dari gagal jantung dikelompokkan menjadi gagal jantung akut dan kronik yang meliputi:anoreksia, asites. Nokturia, intoleransi aktivitas peningkatan BB, fatigue, takikardi, penurunan urin output, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://akperppnisolojateng.blogspot.com/2009/04/askep-gagal-jantung-kongestif-chf_27.html
2. Ronny dkk. 2009.Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta:EGC
3. Udjianti W.J. 2010.Keperawatan Kardiovaskuler.Jakarta: Salemba Medika
Homopoiesis
STIKES GRAHA EDUKASI MAKASSAR
TAHUN 2009
DAFTAR ISI
BAB I
Pendahuluan ………………………………..……………………...1
1.Latar Belakang …………………………………………...2
2.Tujuan …………………………………………………....3
Hemopoiesis, Perkembangan dan Penumbuhan Tulang…………..4
Hemopoiesis ……………………………………………….5
Proses Pembentukan Sel Darah …………………………....8
Perkembangan Dan Penumbuhan Tulang ………………………...10
Penularan Intramembranosa ……………………………….11
Penularan Endokondral (Intrakartilago) …………………...12
Remodeling dan Rekonstruksi Tulang …………………….14
BAB II
Penutup ……………………………………………………………15
a. Kesimpulan ……………………………………………...15
b. Saran …………………………………………………….15
Daftar Pustaka …………….…………………………………..15
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNyalah, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun makalah histologi ini berjudul Hemopoesis, Perkembangan dan Penumbuhan Tulang .
Dalam penyelesaian makalah ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan yang kami miliki, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah kami perlukan untuk pengembangan makalah ini kedepan.
Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Makassar, 4 Mei 2009
Kelompok VI
1
BAB I
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia pembentukan sel-sel darah sangat berperan penting dalam proses penumbuhan dan perkembangan seorang individu, seperti yang kita ketahui bahwa ada sebuah kehidupan di muka bumi ini yang berawal dari kehidupan fetus hingga bayi dilahirkan, pembentukan sel darah berlangsung dalam 3 tahap yaitu:
1. Pembentukan di saccus vitelinus
2. Pembentukan dihati,kelenjar limfe dan limpa
3. Pembentukan di sumsum tulang.
Sesudah lahir semua sel darah dibuat pada sumsum tulang kecuaili limfosit yang juga dibentuk di kelenjar limfe, thymus dan lien. Pada orang dewasa pembentukan sel-sel darah dibentuk di luar sumsum tulang masih dapat terjadi bila sumsum tulang mengalami kerusakan atau mengalami fibrosis.
2
Sampai dengan usia 5 tahun pada dasarnya semua tulang dapat menjadi tempat pembentukan sel darah tetapi sumsum tulang dari tulang panjang kecuali bagian proksimal, humerus, dan tibia, tidak lagi membentuk sel darah setelah usia mencapai 20 tahun. Setelah usia 20 tahun sel darah diproduksi teerutama pada tulang belakang, sternum tulang iga dan ilium.nah dengan demikian peran pembentukan sel-sel darah sangat penting dalam tumbuh dan perkembangan seseorang .
2. Tujuan
Adapun tujuan yaitu, sebagai berikut :
agar dapat menjelaskan dengan baik tentang apa sebenarnya tentang hemopiesis, perkembangan dan penumbuhan tulang.
Selain itu juga dapat membuka wawasan berfikir kita dalam arti mencari dan menemukan.
Dan dapat menambah ilmu pengetauan kita sebagai bekal ke depan.
3
HEMOPOIESIS, PERKEMANGAN DAN PENUMBUHAN TULANG
HEMOPOIESIS
Hemopoiesis adalah proses pembentukan darah yang terjadi di dalam jaringan hemopoietik. Unsur darah yang berbentuk dapat dibagi dalam dua golongan menurut tempat berkembang dan berdeferensiasi pada orang dewasa, yaitu Limfosit dan monosit. Limfosit adalah sel-sel bulat dengan diameter yang berfariasi antara 6 sampai 8 mm, walaupun beberapa diantaranya mungkin lebih besar.
Jumlah limfosit adalah 20 sampai 35% dari leukosit darah normal.
Beberapa limfosit dalam sirkulasi darah normal mungkin berukuran 10 sampai 12 mm.
Pada orang dewasa, dalam keadaan patologis tertentu, unsur mieloid dapat dibentuk lagi di dalam limpa, hati dan lumfonodus, keadaan tersebut di kenal sebagai hemopoiesis ekstra-medular.
4
Eritrosit dan granulosit dalam keadaan normal dihasilkan didalam sumsum tulang (jaringan mieloid) dan disebut sebagai unsur-unsur myeloid.
Hematopoiesis telah di mulai sejak masa fetus dalam kandungan yaitu ketika saccus vitellinus terbentuk sedang organ-organ lain belum.
Pembentukan sel-sel darah berlangsung dengan 3 tahap :
1. Pembentukan di saccus vitellinus
2. Pembentukan di hati, kelenjar getah bening dan limpa
3. Pembentukan di sumsum tulang (mieloid)
Perkembangan Unsur-unsur Mieloid
Dalam keadaan normal jaringan mieloid terdapat di dalam rongga-rongga sumsum tulang yaitu disebutsumsum tulang. Sumsum tulang adalah organ terbesar di dalam tubuh, terdiri atas kira-kira 4,5% dari jumlah seluruh berat tubuh. Pada orang dewasa ada 2 macam sumsum tulang yaitu sumsum tulang merah dan sumsum tulang kuning. Sumsum tulang merah merupakan jaringan hemopoietik yang aktif, sedangkan di dalam sumsum tulang kuning kebanyakan jaringan hemopoietik telah diganti oleh lemak.
5
Pada orang dewasa, sumsum tulang merah terutama terdapat di dalam tulang dada, iga, ruas tulang belakang, tempurung kepala, dan epifisis proksimal dari beberapa tulang panjang.
Jaringan mieloid terdiri atas suatu kerangka atau stroma, pembuluh darah, dan sel-sel bebas terletak di dalam jala-jala stroma.
Stroma
Kerangkanya adalah jaring-jaring longgar terdiri atas serat retikulin (argirofil) yang erat hubungannya dengan sel retikular primitif dan fagositis. Sel-sel lemak tersebar satu-satu di dalam stroma, tidak seperti pada sumsum tulang kuning yang sel-sel lemaknya begitu banyaknya sehingga seakan-akan tak ada lagi tempat untuk unsur yang lain.
Pembuluh-pembuluh Darah
Gambaran khusus pendarahan jaringan mieloid adalah adanya sinusoid yang berkelok-kelok lebar dan yang dapat dibedakan dari kapiler oleh diameternya yang besar dan hubungannya yang erat dengan sel-sel retikular adventisia yang fagositik secara minimal.
6
Dinding sinosoid mempunyai lubang-lubang lebar dan lamina basal yang mengelilinginya tidak sempurna. Lubang-lubang dalam dinding tersebut, memungkinkan sel darah yang baru dibentuk dengan mudah masuk ke dalam sirkulasi. Arteriol-arteriol berhubungan langsung dengan sinusoid-sinusoid, dan dari sinusoid-sinusoid sendiri darah dialirkan oleh vena-vena yang berdinding tipis, yeng meninggalkan sumsum tulang lewat banyak tempat.
Sel-sel Bebas
Sel-sel yang terlatak bebas di dalam jala stroma mewakili semua tahap pendewasaan sel-sel darah merah dan darah putih. Erirtrosit dewasa, ketiga jenis leukosit granular, dan leukosit agranular (limfosit, monosit, dan beberapa sel plasma) terdapat di antara unsur-unsur yang belum dewasa (imatur).
Sel Induk (stem cell) : Hemositoblas
Hemositoblas adalah suatu sel amuboid yang bersifat limfoid. Sel ini relatif besar dengan diameter sekitar 10-14 µm. Intinya relatif tak berdiferensiasi dan mengandung satu atau dua anak inti. Pada sediaan hapus intinya memperlihatkan timbunan bahan kromatin yang padat.
7
Pada sajian sumsum tulang inti tampak vestikular, dengan beberapa kondensasi heterokromatin di bagian tepi pifer, dan anak intinya jelas.
Hemositoblas timbul terutama dengan pembelahan mitosis dari jenisnya sendiri. Sel itu terdapat dalam jumlah kecil di dalam sumsum, dan dianggap sangat lambat dalam perubahannya. Sel-sel tersebut menghasilkan semua unsur mieloid dan disamping itu menurut teori unitaris dari hemopoiesis menghasilkan pula unsur-unsur limfoid.
Proses Pembentukan Sel Darah :
Pembentukan sel darah terjadi pada awal masa embrional, sebagian besar pada hati dan sebagian kecil pada limpa.
Dari kehidupan fetus hingga bayi dilahirkan, pembentukan sel darah berlangsung dalam 3 tahap, yaitu :
1. Pembentukan di saccus vitellinus
2. Pembentukan di hati, kelenjar lemfe dan limpa
3. Pembentukan di sumsum tulang
Pembentukan sel darah mulai terjadi pada sumsum tulang setelah minggu ke-20 masa embrionik.
8
Dengan bertambahnya usia janin, produksi sel darah semakin banyak terjadi pada sumsum tulang dan peranan hati dan limpa semakin berkurang.
Sesudah lahir, semua sel darah dibuat pada sumsum tulang, kecuali limfosit yang juga dibentuk di kelenjar limfe, thymus dan lien.
Pada orang dewasa, pembentukan sel darah di luar sumsum tulang masih dapat terjadi bila sumsum tulang mengalami kerusakan atau mengalami fibrosa.
Sampai dengan usia 5 tahun, pada dasarnya semua tulang dapat menjadi tempat pembentukan sel darah. Tetapi sumsum tulang dari tulang panjang, kecuali bagian proksimal, humerus dan tibia, tidak lagi membentuk sel darah setelah usia mencapai 20 tahun.
Setelah usia 20 tahun, sel darah diproduksi terutama pada tulang belakang, sternum, tulang iga dan ilium.
75% sel pada sumsum tulang menghasilkan sel darah putih dan hanya 25% sel darah merah.
Jumlah eritrosit dalam sirkulasi 500 kali lebih banyak dari lekosit. Hal ini disebabkan oleh karena usia lekosit dalam sirkulasi lebih pendek (hanya beberapa hari) sedangkan eritrosit (120 hari).
9
Perkembangan dan Penumbuhan Tulang
Tulang memiliki sifat unik tertentu yang perlu diperhatikan bila membahas cara perkembangan dan penumbuhan tulang yaitu :
1. Tulang mempunyai sistem kanalikuli, yaitu saluran halus yang meluas dari satu lakuna ke lakuna lainnya dan meluas ke permukaan tulang, tempatnya bermuara ke dalam celah-celah jaringan.
2. Tulang bersifat avaskular. Sistem kanalikuli tidak dapat berfungsi baik bila jaraknya dari suatu kapiler melebihi 0,5 mm.
3. Tulang hanya dapat tumbuh melalui mekanisme aposisional. Penumbuhan interstisial, seperti pada tulang rawan, tidak mungkin pada tulang karena adanya garam dapur (limesalt) dalam matriks yang tidak memungkinkan terjadinya pengembangan dari dalam.
4. Arsitektur tulang tidak besifat statis. Tulang dihancurkan setempat-setempat dan dibentuk kembali.
10
Melihat asal embriologisnya, terdapat dua jenis perkembangan tulang, yang intramembranosa dan yang endokondral (atau intrakartilaginosa). Pada yang intramembranosa, tulang berkembang secara langsung pada atau di dalam membran; pada yang endokondral, tulang berkembang di dalam tulang rawan yang harus dihilangkan dahulu sebelum dapat terjadi osifikasi.
Penulangan Intramembranosa
Proses ini paling jelas dipelajari pada tulang pipih tengkorak. Pada tempat akan dibentuk tulang, mesenkim terdiri atas sel-sel jaringan ikat primitif yang saling berhubungan melalui cabang-cabang protoplasma, tetapi protoplasma itu tidak menyatu. Substansi interselnya bersifat semi-cairan yang mengandung serat kolagen halus.
Selama terjadi pembentukan tulang pada beberapa pusat osifikasi, pada awalnya tulang terdiri atas “spicules” dan trabekula, dan bersifat spongiosa. Tulang itu dari jenis teranyam (“woven bone”), yaitu :
11
Penularan Endokondral (Intrakartilaginosa)
Jenis penularan ini, yang mencakup penggantian model tulang rawan dengan tulang, paling jelas dipelajari pada tulang panjang. Bentuk model tulang rawan itu sesuai dengan bentuk tulang itu di kemudian hari, tetapi tentu berukuran lebih kecil. Dalam perkembangannya, tulang rawan itu diganti dengan tulang, kecuali permukaan persendian, tetapi proses ini lambat dan baru terjadi setelah tulang mencapai ukuran sebenarnya dan tidak tumbuh lagi. Bagian luar tulang rawan dibungkus oleh perikondrium, yang sangat selular karena mengandung banyak sel jaringan ikat embrional.
Pada penularan endokondral pembentukan tulang diawali pada daerah perikondrium yang melingkari bagian pertengahan diafisis. Perikondrium di sini bertambah pembuluh darahnya dan berfungsi osteogonik. Sel-sel yang berbatasan dengan tulang rawan membesar, menjadi osteoblas, dan mulai menghasilkan tulang secara intramembranosa. Maka terbentuklah cincin atau kera tulang periosteal yang mengelilingi bagian tengah diafisis tulang rawan. Perikondrium daerah ini menjadi periosteum.
12
Mulai dari ujung tulang rawan dan menuju ke arah pusat osifikasi, berturut-turut dapat dibedakan zona-zona berikut ini, yang menggambarkan proses pembentukan tulang endokonral yang berkesinambungan, yaitu :
1. Zona cadangan atau tenang (rihat). Zona ini yang terdiri atas tulang rawan hialin primitive, terdapat paling dekat dengan ujung tulang.
2. Zona proliferasi. Zona ini aktif dengan banyak gambaran mitosis.
3. Zona maturasi (pematangan). Di sini tidak terjadi mitosis lagi dan sel-sel serta lakuna membesar, dan berubah bentuk menjadi kuboid.
4. Zona kalsifikasi (pengapuran). Pada Zona ini matriks yang mengelilingi lakuna yang membesar itu terpulas sangat besofilik karena adanya endapan mineral didalamnya.
5. Zona retrogresi (degenerasi). Sel-sel tulang rawan mati dan larut, sama halnya dengan matriks di antara sel-sel itu.
6. Zona osifikasi (penulangan). Di sini osteoblas berkembang dari sel mesenkim yang berasal dari jaringan sumsum dan berkumpul pada lempeng tulang rawan berkapur yang terbuka, tempat mereka mulai meletakkan tulang. Sisa tulang rawan berkapur membentuk rangka penyokong.
13
7. Zona resorpsi. Sementara osifikasi meluas ke arah ujung tulang rawan, rongga sumsum bertambah luas akibat resorpsi tulang di bagian tengah diafisis.
Remodeling Dan Rekonstruksi Tulang
Sewaktu tulang tumbuh, susnannya semakin rumit, oleh adanya rekonsrusi internal dan remodeling. Remodeling terjadi akibat adanya resorpsi pada daerah tertentu dan peletakan tulang baru pada tempat lain. Resorpsi berhubungan dengan osteoklas. Pada bidang temu antara osteoklas dan tulang terlihat adanya akivitas permukaan berupa garis-garis pada sitoplasma. Dengan M.E. terlihat sebagai lipatan-lipatan membran sel yang dalam dan tidak teratur. Setiap rekonstruksi tulang terjadi sebagai respons terhadap tekanan mekanik setempat pada tulang.
14
Bab II
Penutup
a. Kesimpulan
Dalam berbagai penjelasan diatas dapat kami tarik kesimpulan bahwa hemopoiesis adalah proses pembentukan darah, dalam hal ini kita melihat bahwa proses pembentukan darah sangatlah berperan penting dalam penumbuhan dan perkembangan tulang kita. Dalam hal ini terjadi pada awal masa embrional, sebagian besar pada hati dan sebagian kecil pada limpa sampai pada lima tahun, pada dasarnya semua tulang dapat menjadi tempat pembentukan sel darah. Tetapi sumsum tulang dari pembentukan tulang dari tulang panjang, kecuali bagian proksimal humerus dan tibia, tidak lagi membentuk sel darah setelah usia mencapai 20 tahun.
b. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
LEESON, C Roland buku teks histologi = Text book of histology/c. Roland leeson, Thomas s. leeson A paparo: ahli bahasa, Yan Tambayong, dkk. -ed 5 – Jakarta: EGC, 1996.
Syauki suheyra, Dr. Andi, diktat histologi. Makassar 2007
A Rusly, dr Aryanti, Drs. A. Mushawwir taiyeb, M. Kes.
Diktat fisologi I, UIT makassar, 2007.
TAHUN 2009
DAFTAR ISI
BAB I
Pendahuluan ………………………………..……………………...1
1.Latar Belakang …………………………………………...2
2.Tujuan …………………………………………………....3
Hemopoiesis, Perkembangan dan Penumbuhan Tulang…………..4
Hemopoiesis ……………………………………………….5
Proses Pembentukan Sel Darah …………………………....8
Perkembangan Dan Penumbuhan Tulang ………………………...10
Penularan Intramembranosa ……………………………….11
Penularan Endokondral (Intrakartilago) …………………...12
Remodeling dan Rekonstruksi Tulang …………………….14
BAB II
Penutup ……………………………………………………………15
a. Kesimpulan ……………………………………………...15
b. Saran …………………………………………………….15
Daftar Pustaka …………….…………………………………..15
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNyalah, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun makalah histologi ini berjudul Hemopoesis, Perkembangan dan Penumbuhan Tulang .
Dalam penyelesaian makalah ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan yang kami miliki, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah kami perlukan untuk pengembangan makalah ini kedepan.
Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Makassar, 4 Mei 2009
Kelompok VI
1
BAB I
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia pembentukan sel-sel darah sangat berperan penting dalam proses penumbuhan dan perkembangan seorang individu, seperti yang kita ketahui bahwa ada sebuah kehidupan di muka bumi ini yang berawal dari kehidupan fetus hingga bayi dilahirkan, pembentukan sel darah berlangsung dalam 3 tahap yaitu:
1. Pembentukan di saccus vitelinus
2. Pembentukan dihati,kelenjar limfe dan limpa
3. Pembentukan di sumsum tulang.
Sesudah lahir semua sel darah dibuat pada sumsum tulang kecuaili limfosit yang juga dibentuk di kelenjar limfe, thymus dan lien. Pada orang dewasa pembentukan sel-sel darah dibentuk di luar sumsum tulang masih dapat terjadi bila sumsum tulang mengalami kerusakan atau mengalami fibrosis.
2
Sampai dengan usia 5 tahun pada dasarnya semua tulang dapat menjadi tempat pembentukan sel darah tetapi sumsum tulang dari tulang panjang kecuali bagian proksimal, humerus, dan tibia, tidak lagi membentuk sel darah setelah usia mencapai 20 tahun. Setelah usia 20 tahun sel darah diproduksi teerutama pada tulang belakang, sternum tulang iga dan ilium.nah dengan demikian peran pembentukan sel-sel darah sangat penting dalam tumbuh dan perkembangan seseorang .
2. Tujuan
Adapun tujuan yaitu, sebagai berikut :
agar dapat menjelaskan dengan baik tentang apa sebenarnya tentang hemopiesis, perkembangan dan penumbuhan tulang.
Selain itu juga dapat membuka wawasan berfikir kita dalam arti mencari dan menemukan.
Dan dapat menambah ilmu pengetauan kita sebagai bekal ke depan.
3
HEMOPOIESIS, PERKEMANGAN DAN PENUMBUHAN TULANG
HEMOPOIESIS
Hemopoiesis adalah proses pembentukan darah yang terjadi di dalam jaringan hemopoietik. Unsur darah yang berbentuk dapat dibagi dalam dua golongan menurut tempat berkembang dan berdeferensiasi pada orang dewasa, yaitu Limfosit dan monosit. Limfosit adalah sel-sel bulat dengan diameter yang berfariasi antara 6 sampai 8 mm, walaupun beberapa diantaranya mungkin lebih besar.
Jumlah limfosit adalah 20 sampai 35% dari leukosit darah normal.
Beberapa limfosit dalam sirkulasi darah normal mungkin berukuran 10 sampai 12 mm.
Pada orang dewasa, dalam keadaan patologis tertentu, unsur mieloid dapat dibentuk lagi di dalam limpa, hati dan lumfonodus, keadaan tersebut di kenal sebagai hemopoiesis ekstra-medular.
4
Eritrosit dan granulosit dalam keadaan normal dihasilkan didalam sumsum tulang (jaringan mieloid) dan disebut sebagai unsur-unsur myeloid.
Hematopoiesis telah di mulai sejak masa fetus dalam kandungan yaitu ketika saccus vitellinus terbentuk sedang organ-organ lain belum.
Pembentukan sel-sel darah berlangsung dengan 3 tahap :
1. Pembentukan di saccus vitellinus
2. Pembentukan di hati, kelenjar getah bening dan limpa
3. Pembentukan di sumsum tulang (mieloid)
Perkembangan Unsur-unsur Mieloid
Dalam keadaan normal jaringan mieloid terdapat di dalam rongga-rongga sumsum tulang yaitu disebutsumsum tulang. Sumsum tulang adalah organ terbesar di dalam tubuh, terdiri atas kira-kira 4,5% dari jumlah seluruh berat tubuh. Pada orang dewasa ada 2 macam sumsum tulang yaitu sumsum tulang merah dan sumsum tulang kuning. Sumsum tulang merah merupakan jaringan hemopoietik yang aktif, sedangkan di dalam sumsum tulang kuning kebanyakan jaringan hemopoietik telah diganti oleh lemak.
5
Pada orang dewasa, sumsum tulang merah terutama terdapat di dalam tulang dada, iga, ruas tulang belakang, tempurung kepala, dan epifisis proksimal dari beberapa tulang panjang.
Jaringan mieloid terdiri atas suatu kerangka atau stroma, pembuluh darah, dan sel-sel bebas terletak di dalam jala-jala stroma.
Stroma
Kerangkanya adalah jaring-jaring longgar terdiri atas serat retikulin (argirofil) yang erat hubungannya dengan sel retikular primitif dan fagositis. Sel-sel lemak tersebar satu-satu di dalam stroma, tidak seperti pada sumsum tulang kuning yang sel-sel lemaknya begitu banyaknya sehingga seakan-akan tak ada lagi tempat untuk unsur yang lain.
Pembuluh-pembuluh Darah
Gambaran khusus pendarahan jaringan mieloid adalah adanya sinusoid yang berkelok-kelok lebar dan yang dapat dibedakan dari kapiler oleh diameternya yang besar dan hubungannya yang erat dengan sel-sel retikular adventisia yang fagositik secara minimal.
6
Dinding sinosoid mempunyai lubang-lubang lebar dan lamina basal yang mengelilinginya tidak sempurna. Lubang-lubang dalam dinding tersebut, memungkinkan sel darah yang baru dibentuk dengan mudah masuk ke dalam sirkulasi. Arteriol-arteriol berhubungan langsung dengan sinusoid-sinusoid, dan dari sinusoid-sinusoid sendiri darah dialirkan oleh vena-vena yang berdinding tipis, yeng meninggalkan sumsum tulang lewat banyak tempat.
Sel-sel Bebas
Sel-sel yang terlatak bebas di dalam jala stroma mewakili semua tahap pendewasaan sel-sel darah merah dan darah putih. Erirtrosit dewasa, ketiga jenis leukosit granular, dan leukosit agranular (limfosit, monosit, dan beberapa sel plasma) terdapat di antara unsur-unsur yang belum dewasa (imatur).
Sel Induk (stem cell) : Hemositoblas
Hemositoblas adalah suatu sel amuboid yang bersifat limfoid. Sel ini relatif besar dengan diameter sekitar 10-14 µm. Intinya relatif tak berdiferensiasi dan mengandung satu atau dua anak inti. Pada sediaan hapus intinya memperlihatkan timbunan bahan kromatin yang padat.
7
Pada sajian sumsum tulang inti tampak vestikular, dengan beberapa kondensasi heterokromatin di bagian tepi pifer, dan anak intinya jelas.
Hemositoblas timbul terutama dengan pembelahan mitosis dari jenisnya sendiri. Sel itu terdapat dalam jumlah kecil di dalam sumsum, dan dianggap sangat lambat dalam perubahannya. Sel-sel tersebut menghasilkan semua unsur mieloid dan disamping itu menurut teori unitaris dari hemopoiesis menghasilkan pula unsur-unsur limfoid.
Proses Pembentukan Sel Darah :
Pembentukan sel darah terjadi pada awal masa embrional, sebagian besar pada hati dan sebagian kecil pada limpa.
Dari kehidupan fetus hingga bayi dilahirkan, pembentukan sel darah berlangsung dalam 3 tahap, yaitu :
1. Pembentukan di saccus vitellinus
2. Pembentukan di hati, kelenjar lemfe dan limpa
3. Pembentukan di sumsum tulang
Pembentukan sel darah mulai terjadi pada sumsum tulang setelah minggu ke-20 masa embrionik.
8
Dengan bertambahnya usia janin, produksi sel darah semakin banyak terjadi pada sumsum tulang dan peranan hati dan limpa semakin berkurang.
Sesudah lahir, semua sel darah dibuat pada sumsum tulang, kecuali limfosit yang juga dibentuk di kelenjar limfe, thymus dan lien.
Pada orang dewasa, pembentukan sel darah di luar sumsum tulang masih dapat terjadi bila sumsum tulang mengalami kerusakan atau mengalami fibrosa.
Sampai dengan usia 5 tahun, pada dasarnya semua tulang dapat menjadi tempat pembentukan sel darah. Tetapi sumsum tulang dari tulang panjang, kecuali bagian proksimal, humerus dan tibia, tidak lagi membentuk sel darah setelah usia mencapai 20 tahun.
Setelah usia 20 tahun, sel darah diproduksi terutama pada tulang belakang, sternum, tulang iga dan ilium.
75% sel pada sumsum tulang menghasilkan sel darah putih dan hanya 25% sel darah merah.
Jumlah eritrosit dalam sirkulasi 500 kali lebih banyak dari lekosit. Hal ini disebabkan oleh karena usia lekosit dalam sirkulasi lebih pendek (hanya beberapa hari) sedangkan eritrosit (120 hari).
9
Perkembangan dan Penumbuhan Tulang
Tulang memiliki sifat unik tertentu yang perlu diperhatikan bila membahas cara perkembangan dan penumbuhan tulang yaitu :
1. Tulang mempunyai sistem kanalikuli, yaitu saluran halus yang meluas dari satu lakuna ke lakuna lainnya dan meluas ke permukaan tulang, tempatnya bermuara ke dalam celah-celah jaringan.
2. Tulang bersifat avaskular. Sistem kanalikuli tidak dapat berfungsi baik bila jaraknya dari suatu kapiler melebihi 0,5 mm.
3. Tulang hanya dapat tumbuh melalui mekanisme aposisional. Penumbuhan interstisial, seperti pada tulang rawan, tidak mungkin pada tulang karena adanya garam dapur (limesalt) dalam matriks yang tidak memungkinkan terjadinya pengembangan dari dalam.
4. Arsitektur tulang tidak besifat statis. Tulang dihancurkan setempat-setempat dan dibentuk kembali.
10
Melihat asal embriologisnya, terdapat dua jenis perkembangan tulang, yang intramembranosa dan yang endokondral (atau intrakartilaginosa). Pada yang intramembranosa, tulang berkembang secara langsung pada atau di dalam membran; pada yang endokondral, tulang berkembang di dalam tulang rawan yang harus dihilangkan dahulu sebelum dapat terjadi osifikasi.
Penulangan Intramembranosa
Proses ini paling jelas dipelajari pada tulang pipih tengkorak. Pada tempat akan dibentuk tulang, mesenkim terdiri atas sel-sel jaringan ikat primitif yang saling berhubungan melalui cabang-cabang protoplasma, tetapi protoplasma itu tidak menyatu. Substansi interselnya bersifat semi-cairan yang mengandung serat kolagen halus.
Selama terjadi pembentukan tulang pada beberapa pusat osifikasi, pada awalnya tulang terdiri atas “spicules” dan trabekula, dan bersifat spongiosa. Tulang itu dari jenis teranyam (“woven bone”), yaitu :
11
Penularan Endokondral (Intrakartilaginosa)
Jenis penularan ini, yang mencakup penggantian model tulang rawan dengan tulang, paling jelas dipelajari pada tulang panjang. Bentuk model tulang rawan itu sesuai dengan bentuk tulang itu di kemudian hari, tetapi tentu berukuran lebih kecil. Dalam perkembangannya, tulang rawan itu diganti dengan tulang, kecuali permukaan persendian, tetapi proses ini lambat dan baru terjadi setelah tulang mencapai ukuran sebenarnya dan tidak tumbuh lagi. Bagian luar tulang rawan dibungkus oleh perikondrium, yang sangat selular karena mengandung banyak sel jaringan ikat embrional.
Pada penularan endokondral pembentukan tulang diawali pada daerah perikondrium yang melingkari bagian pertengahan diafisis. Perikondrium di sini bertambah pembuluh darahnya dan berfungsi osteogonik. Sel-sel yang berbatasan dengan tulang rawan membesar, menjadi osteoblas, dan mulai menghasilkan tulang secara intramembranosa. Maka terbentuklah cincin atau kera tulang periosteal yang mengelilingi bagian tengah diafisis tulang rawan. Perikondrium daerah ini menjadi periosteum.
12
Mulai dari ujung tulang rawan dan menuju ke arah pusat osifikasi, berturut-turut dapat dibedakan zona-zona berikut ini, yang menggambarkan proses pembentukan tulang endokonral yang berkesinambungan, yaitu :
1. Zona cadangan atau tenang (rihat). Zona ini yang terdiri atas tulang rawan hialin primitive, terdapat paling dekat dengan ujung tulang.
2. Zona proliferasi. Zona ini aktif dengan banyak gambaran mitosis.
3. Zona maturasi (pematangan). Di sini tidak terjadi mitosis lagi dan sel-sel serta lakuna membesar, dan berubah bentuk menjadi kuboid.
4. Zona kalsifikasi (pengapuran). Pada Zona ini matriks yang mengelilingi lakuna yang membesar itu terpulas sangat besofilik karena adanya endapan mineral didalamnya.
5. Zona retrogresi (degenerasi). Sel-sel tulang rawan mati dan larut, sama halnya dengan matriks di antara sel-sel itu.
6. Zona osifikasi (penulangan). Di sini osteoblas berkembang dari sel mesenkim yang berasal dari jaringan sumsum dan berkumpul pada lempeng tulang rawan berkapur yang terbuka, tempat mereka mulai meletakkan tulang. Sisa tulang rawan berkapur membentuk rangka penyokong.
13
7. Zona resorpsi. Sementara osifikasi meluas ke arah ujung tulang rawan, rongga sumsum bertambah luas akibat resorpsi tulang di bagian tengah diafisis.
Remodeling Dan Rekonstruksi Tulang
Sewaktu tulang tumbuh, susnannya semakin rumit, oleh adanya rekonsrusi internal dan remodeling. Remodeling terjadi akibat adanya resorpsi pada daerah tertentu dan peletakan tulang baru pada tempat lain. Resorpsi berhubungan dengan osteoklas. Pada bidang temu antara osteoklas dan tulang terlihat adanya akivitas permukaan berupa garis-garis pada sitoplasma. Dengan M.E. terlihat sebagai lipatan-lipatan membran sel yang dalam dan tidak teratur. Setiap rekonstruksi tulang terjadi sebagai respons terhadap tekanan mekanik setempat pada tulang.
14
Bab II
Penutup
a. Kesimpulan
Dalam berbagai penjelasan diatas dapat kami tarik kesimpulan bahwa hemopoiesis adalah proses pembentukan darah, dalam hal ini kita melihat bahwa proses pembentukan darah sangatlah berperan penting dalam penumbuhan dan perkembangan tulang kita. Dalam hal ini terjadi pada awal masa embrional, sebagian besar pada hati dan sebagian kecil pada limpa sampai pada lima tahun, pada dasarnya semua tulang dapat menjadi tempat pembentukan sel darah. Tetapi sumsum tulang dari pembentukan tulang dari tulang panjang, kecuali bagian proksimal humerus dan tibia, tidak lagi membentuk sel darah setelah usia mencapai 20 tahun.
b. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
LEESON, C Roland buku teks histologi = Text book of histology/c. Roland leeson, Thomas s. leeson A paparo: ahli bahasa, Yan Tambayong, dkk. -ed 5 – Jakarta: EGC, 1996.
Syauki suheyra, Dr. Andi, diktat histologi. Makassar 2007
A Rusly, dr Aryanti, Drs. A. Mushawwir taiyeb, M. Kes.
Diktat fisologi I, UIT makassar, 2007.
Farmakologi
FARMAKOLOGI UMUM
Pengantar Farmakologi
Sejarah perkembangan obat
Kebanyakan obat yang digunakan di masa lampau adalah obat yang berasal dari tanaman. Secara empiris orang purba mendapatkan pengalaman dengan berbagai macam daun atau akar tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit. Pengetahuan dikembangkan secara turun-temurun, sehingga muncul pengobatan tradisional seperti halnya jamu di Indonesia.
Pada awalnya obat tradisional (jamu) di gunakan dalam bentuk rebusan atau ekstrak dengan aktivitas yang seringkali berbeda-beda bergantung pada asal tanaman dan cara pembuatannya. Hal ini dianggap kurang memuaskan, maka lambat laun para ahli mulai mencoba mengisolasi zat-zat aktif yang terkandung dalam tanaman, sehingga dihasilkan berbagai senyawa kimia berkhasiat obat, misalnya efedrin dari tanaman Ephedra vulgaris , atropin dari Atropa belladonna, morfin dari Papaver somniferium, digoksin dari Digitalis lanata, reserpin dari Rauwolfia serpentina, vinblastin dan vinkristin dari Vinca Rosea.
Pada permulaan abad XX obat mulai dibuat secara sintesis, misalnya asetosal, di susul kemudian dengan sejumlah zat-zat lainnya. Pendobrakan sejati baru tercapai dengan penemuan dan penggunaan obat-obat kemoterapeutik sulfanilamid (1935) dan penisillin (1940). Sejak tahun 1945 ilmu kimia, fisika, dan kedokteran berkembang dengan pesat dan hal ini menguntungkan sekali bagi penyelidikan yang sistematis dari obat-obat baru.
Penemuan-penemuan baru menghasilkan lebih dari 500 macam obat setiap tahunnya, sehingga obat-obat kuno semakin terdesak oleh obat-obat baru. Kebanyakan obat-obat yang kini digunakan di temukan sekitar 20 tahun yang lalu, sedangkan obat-obat kuno di tinggalkan dan diganti dengan obat modern tersebut.
Farmakologi
Farmakologi berasal dari bahasa Yunani (pharmacon = obat) dan logos = ilmu pengetahuan), sehingga berarti “ilmu pengetahuan tentang segala sesuatu mengenai obat”. famakologi mencakup pengetahuan tentang sejarah, sumber, sifat-sifat fisik dan kimiawi, cara pembuatan dan pencampuran, efek fisiologi dan biokimia, mekanisme kerja, absorbsi, distribusi, biotransformasi, eksresi, dan penggunaan obat. Oleh karena itu farmakologi merupakan ilmu pengetahuan yang sangat luas, dan berhubungan erat dengan berbagai disiplin ilmu lain seperti ilmu botani, ilmu kimia, fisiologi, patologi, dan lain-lain. Namun dengan berkembangnya pengetahuan, beberapa bidang ilmu tersebut telah berkembang menjadi cabang ilmu tersendiri.
Farmakognosi, mempelajari pengetahuan dan pengenalan obat yang berasal dari tanaman dan zat–zat aktifmya, begitu pula yang berasal dari mineral dan hewan. Pada zaman obat sintetis seperti sekarang ini, Pada dasawarsa terakhir peranan sebagai sumber untuk obat menjadi semakin penting. Banyak phytoterapeutika baru telah mulai digunakan lagi, misalnya tingtura echinaceae (penguat daya tangkis), ekstrak Ginkoa biloba (penguat memori), bawang putih (antikolesterol), tingtur hyperici (antidepresi) dan ekstrak feverfew (Chrysantemum parthenium) sebagai obat pencegah migrain.
Biofarmasi, mempelajari pengaruh formulasi obat terhadap efek terapeutiknya. Dengan kata lain dalam bentuk sediaan apa obat harus dibuat agar menghasilkan efek yang optimal. Ketersediaan hayati obat dalam tubuh untuk diabsopsi dan untuk melakukan efeknya juga dipelajari (farmaceutical dan biological availability). Begitu pula kesetaraan terapeutis dari sediaan yang mengandung zat aktif sama (therapeutic equivalance).
Farmakokinetika, mempelajari perjalanan obat di dalam tubuh, mulai dari penyrapan (absorpsi), penyebarannya (distrtibusi) ke tempat kerjanya dan jaringan lain, perombakannya (biotransformasi), dan pengeluarannya (ekskresi). Secara singkat farmakokinetika mempelajari segala sesuatu yang dilakukan oleh tubuh terhadap obat.
Farmakodinamika, mempelajari kegiatan obat terhadap organisme hidup terutama cara dan mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi, serta efek terapi yang ditimbulkannya. Secara singkat farmakodinamika mencakup semua efek yang dilakukan oleh obat terhadap tubuh.
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari efek toksik dari berbagai racun, zat kimia (termasuk obat) lainnya pada tubuh manusia. Terutama dipelajari cara diagnosis, pengobatan dan tindakan pencegahan terjadinya keracunan.
Farmakoterapi mempelajari penggunaan obat untuk mengobati penyakit atau gejalanya. Penggunaan ini berdasarkan atas pengetahuan tentang hubungan antara khasiat obat, sifat fisiologi atau mikrobiologinya dengan penyakit. Sedangkan Phytoterapi mempelajari penggunaan zat-zat dari tanaman untuk mengobati penyakit.
Obat
Obat dalam bahasa Inggeris disebut drug yang berasal dari bahasa Perancis drogue yang berarti “rempah kering”. Menurut SK MenKes No. 125/Kaab/B.VII/71, yang dimaksud dengan obat adalah suatu bahan atau paduan bahan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan, memperelok badan atau bagian tubuh manusia.
Obat – obat yang digunakan dalam terapi dapat dibagi menjadi tiga golongan sebagai berikut :
1. Obat farmakodinamis adalah obat yang bekerja terhadap tuan rumah dengan jalan mempercepat atau memperlambat proses fisiologi atau fungsi biokimia dalam tubuh, misalnya hormon, diuretika, hipnotika, dan obat otonom.
2. Obat kemoterapeutis adalah obat yang dapat membunuh parasit dan kuman di dalam tubuh tuan rumah. Hendaknya obat ini memiliki kegiatan farmakodinamika yang sekecil–kecilnya terhadap organisme tuan rumah berkhasiat membunuh sebesar– besarnya terhadap parasit (cacing, protozoa) dan mikroorganisme (bakteri dan virus). Obat–obat neoplasma (onkolitika, sitostatika, obat–obat kanker) juga termasuk golongan ini.
3. Obat diagnostik obat yang digunakan dalam melakukan diagnosis (pengenalan penyakit), misalnya untuk mengenal penyakit pada saluran lambung-usus digunakan barium sulfat dan untuk saluran empedu digunakan natrium propanoat dan asam iod organik lainnya.
Obat umumnya diproduksi dan diedarkan menggunakan nama dagang atau nama paten, yaitu nama yang menjadi milik suatu perusahaan yang dilindungi hukum, yaitu merk terdaftar atau proprietary name. Di samping menggunakan nama dagang, obat dapat pula diproduksi menggunakan nama generik (generic atau official name), yaitu nama yang berdasarkan International Non-propietary Names yang ditetapkan oleh WHO atau nama yang ditetapkan dalam farmakope untuk zat berkhasiat yang dikandung. Nama ini dapat digunakan disemua negara tanpa melanggar hak paten obat bersangkutan.
Contoh nama generik dan nama paten, sebagai berikut :
Nama Kimia Nama Generik Nama Paten
Asam asetilsalisilat Asetosal Aspirin (Bayer)
Naspro (Nicholas)
Aminobenzil penisillin Ampisilin Penbritin (Beecham)
Ampifen (Organon)
BIOFARMASI
Pengertian
Biofarmasi adalah ilmu yang bertujuan mempelajari pengaruh-pengaruh pembuatan sediaan farmasi terhadap efek terapeutik obat. Sekitar tahun 1960 para ahli mulai sadar bahwa efek obat tidak hanya tergantung pada faktor farmakologi, melainkan juga pada bentuk pemberian dan terutama pada faktor formulasinya.
Faktor-faktor formulasi yang dapat merubah efek obat dalam tubuh adalah:
• Bentuk fisik zat aktif (amorf atau kristal, kehalusannya)
• Keadaan kimiawi (ester, garam, garam kompleks dsb.)
• Zat-zat pembantu (zat pengisi, pelekat, pelicin, pelindung dan sebagainya)
• Proses teknik yang digunakan untuk membuat sediaan
Dalam biofarmasi kita akan mengenal beberapa istilah yang berhubungan dengan aspek biofarmasi :
a. Ketersediaan farmasi (Farmaceutical Availability)
Adalah ukuran waktu yang diperlukan oleh obat untuk melepaskan diri dari bentuk sediaannya dan siap untuk proses absopsi. Kecepatan melarut obat bergantung pada bentuk sediaannya, dan dapat diurutkan sebagai berikut :
Larutan > suspensi > emulsi > serbuk > kapsul > tablet > tablet salut enterik (enteric coated) > tablet kerja panjang (long acting)
b. Ketersediaan hayati (Biological Availability)
Adalah prosentase obat yang diabsopsi tubuh dari suatu dosis yang diberikan dan tersedia untuk melakukan efek terapeutiknya.
c. Kesetaraan terapeutik (Therapeutical Equivalent)
Adalah syarat yang harus dipenuhi oleh suatu obat paten yang meliputi kecepatan melarut dan jumlah kadar zat berkhasiat yang harus dicapai di dalam darah. Kesetaraan terapeutik dapat terjadi pada pabrik yang berbeda atau pada batch yang berbeda dari produksi suatu pabrik.
d. Bioassay dan standardisasi
Bioassay adalah cara menentukan aktivitas obat dengan menggunakan binatang percobaan seperti kelinci, tikus, kodok dan lain-lain. Kekuatan obat dinyatakan dalam Satuan Internasional atau IU (International Unit), tetapi setelah metode Fisiko-Kimia dikembangkan, bioassay mulai ditinggalkan, begitu pula dengan penggunaan satuan biologi dan selanjutnya kadar dinyatakan dalam gram atau miligram.
Obat yang kini masih distandarisasi secara biologi adalah insulin (menggunakan kelinci), ACTH / Adrenocorticotropic Hormone (menggunakan tikus), antibiotik polimiksin dan basitrasin, vitamin A dan D, faktor pembeku darah, preparat-preparat antigen dan antibody, digitalis dan pirogen.
Sebelum obat yang diberikan kepada pasien tiba pada tujuannya dalam tubuh, yaitu tempat kerjanya atau reseptor, obat harus mengalami beberapa proses. Secara garis besar proses-proses ini dapat dibagi dalam tiga tingkat yaitu:
• Fase biofarmasi
• Fase farmakokinetik
• Fase farmakodinamik
Gambar 1.
Skema fase yang dilalui obat (tablet) sampai menimbulkan efek terapeutik
• Fase biofarmasi atau Farmasetika adalah fase yang meliputi waktu mulai penggunaan obat melalui mulut sampai pelepasan zat aktifnya kedalam cairan tubuh. Fase ini berhubungan dengan ketersediaan farmasi dari zat aktifnya dimana obat siap diabsorpsi.
• Fase farmakokinetika adalah fase yang meliputi semua proses yang dilakukan tubuh, setelah obat dilepas dari bentuk sediaannya yang terdiri dari absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.
Fase farmakodinamika adalah fase dimana obat telah berinteraksi dengan sisi reseptor dan siap memberikan efek.
Cara -cara pemberian obat
Disamping faktor formulasi, cara pemberian obat turut menentukan cepat-lambatnya dan lengkap atau tidaknya absopsi obat oleh tubuh. Tergantung dari efek yang diinginkan,yaitu efek sistemis (di seluruh tubuh) atau efek lokal (setempat), keadaan pasien dan sifat-sifat fisika - kimia obat.
1. Efek Sistemis
a. Oral
• Pemberiannya melalui mulut.
• Mudah dan aman pemakaiannya, lazim dan praktis
• Tidak dapat diterapkan untuk obat yang bersifat merangsang (emetin, aminofillin) atau yang diuraikan oleh getah lambung (benzil penisilin, insulin,dan oksitosin)
• Dapat terjadi inaktivasi oleh hati sebelum diedarkan ke tempat kerjanya
• Digunakan untuk mencapai efek lokal dalam usus misalnya untuk obat cacing, dan obat diagnostik untuk pemotretan lambung-usus.
• Pemberian antibiotik untuk sterilisasi lambung-usus pada infeksi atau sebelum operasi.
b. Oromukosal
Pemberian melalui mukosa di rongga mulut, ada dua macam cara yaitu :
Sub Lingual
• Obat ditaruh dibawah lidah
• Terjadi absopsi oleh selaput lendir ke vena-vena lidah yang sangat banyak.
• Obat langsung masuk peredaran darah tanpa melalui hati (tidak di-inaktifkan).
• Efek yang diinginkan tercapai lebih cepat.
• Efektif untuk serangan jantung, asthma.
• Kurang praktis untuk digunakan terus menerus karena dapat merangsang selaput lendir mulut.
• Bentuk tablet kecil contoh Isosorbid tablet.
Bucal
• Obat diletakkan diantara pipi dan gusi.
c. Injeksi
Pemberian obat secara parenteral, yaitu di bawah atau menembus kulit/ selaput lendir. Suntikan atau injeksi digunakan untuk :
• Memberikan efek obat dengan cepat.
• Terutama untuk obat-obat yang merangsang atau dirusak oleh getah lambung
• Diberikan pada pasien yang tidak sadar, atau tidak mau bekerja sama.
• Keberatan pada pasien yang disuntik (sakit) dan mahal, sulit digunakan.
• Ada bahaya infeksi, dapat merusak pembuluh atau saraf.
Macam-macam injeksi.
• Subkutan /hipodermal (s.c).
Penyuntikan di bawah kulit, hanya untuk obat yang tidak merangsang dan larut baik dalam air atau minyak, efeknya agak lambat dibanding cara i.m atau iv, mudah digunakan sendiri contohnya suntikan Insulin.
• Intra muscular (i.m).
Penyuntikan dilakukan dalam otot , absopsi obat berlangsung 10 -30 menit untuk memperpanjang kerja obat sering dipakai larutan atau suspensi dalam minyak. Tempat injeksi otot pantat atau lengan atas.
• Intra vena (i.v).
Penyuntikan dilakukan didalam pembuluh darah, efeknya paling cepat (18 detik) karena benda asing langsung dimasukkan kedalam aliran darah, sehingga mengakibatkan reaksi-reaksi hebat seperti turunnya tekanan darah secara mendadak shock dan sebagainya. Infus intravena dengan obat sering dilakukan dalam rumah sakit pada keadaan darurat, atau dengan obat yang cepat metabolismenya dan ekskresinya guna mencapai kadar plasma tetap tinggi. Bahaya trombosis terjadi bila infus dilakukan terlalu sering pada satu tempat.
• Intra arteri (i.a).
Penyuntikan kedalam pembuluh nadi, dilakukan untuk membanjiri suatu organ misalnya Pada penderita kanker hati.
• Intra cutan (i.c)
Penyuntikan dilakukan didalam kulit, absorbsi sangat perlahan misalnya tuberculin test dari Mantoux.
• Intra lumbal
Penyuntikan dilakukan kedalam ruas tulang belakang (sumsum tulang belakang) misalnya anestetika umum.
• Intra peritonial.
Penyuntikan kedalam ruang selaput (rongga) perut.
• Intra cardial
Penyuntikan kedalam jantung.
• Intra pleural
Penyuntikan kedalam rongga pleura.
• Intra articuler
Penyuntikan kedalam celah-celah sendi.
d. Implantasi
Obat dalam bentuk pellet steril dimasukkan di bawah kulit dengan alat khusus (trocar). Terutama digunakan untuk efek sistemik lama, misalnya obat-obat hormon kelamin (estradiol dan testosteron). Akibat absopsi yang lambat satu pellet dapat melepaskan zat aktifnya secara teratur selama 3-5 bulan.
e. Rektal
Pemberian obat melalui rektal atau dubur. Cara ini memiliki efek sistemik lebih cepat dan lebih besar dibandingkan peroral dan baik sekali digunakan untuk obat yang mudah dirusak oleh asam lambung
Contoh :
• Suppositoria dan clysma sering digunakan untuk efek lokal seperti pada wasir
• Salep yang dioleskan pada permukaan rektal hanya mempunyai efek lokal.
f. Transdermal.
Cara pemakaian melalui permukaan kulit berupa plester, obat menyerap secara perlahan dan kontinyu masuk kedalam sistim peredaran darah, langsung ke jantung.
Umumnya untuk gangguan jantung misalnya Angina pectoris, tiap dosis dapat bertahan 24 jam contohnya Nitrodisk dan Nitroderm TTS (Therapeutik Transdermal System), dan preparat hormon.
Gambar skema rute penggunaan obat
2. Efek Lokal
a. Kulit (percutan)
Obat diberikan dengan jalan mengoleskan pada permukaan kulit, bentuk obat salep, cream dan lotio.
b. Inhalasi.
Obat disemprotkan untuk disedot melalui hidung atau mulut dan penyerapan dapat terjadi pada selaput mulut, tenggorokan, dan pernafasan. Contoh: bentuk sediaan gas, zat padat atau aerosol.
c. Mukosa Mata dan Telinga
Obat diberikan melalui selaput / mukosa mata atau telinga, bentuknya obat tetes atau salep, obat diabsopsi kedalam darah dan menimbulkan efek.
d. Intra vaginal.
Obat diberikan melalui selaput lendir atau mukosa vagina , biasanya berupa obat anti fungi dan pencegah kehamilan. Dapat berbentuk ovula, salep, cream dan cairan bilas
e. Intranasal.
Obat diberikan melalui selaput lendir hidung untuk menciutkan selaput atau mukosa hidung yang membengkak, contohnya Otrivin
Cara Pemberian Bentuk Sediaan Utama
Oral Tablet, kapsul, larutan (sulotio), sirup, eliksir, suspensi, magma, jel, bubuk
Sublingual Tablet, trokhisi dan tablet hisap
Parentral Larutan, suspensi
Epikutan/transdermal Salep, krim, pasta, plester, bubuk, erosol, latio, tempelan transdermal, cakram, larutan, dan solutio
Konjungtival Salep
Introakular/intraaural Larutan, suspensi
Intranasal Larutan, semprot, inhalan, salep
Intrarespiratori Erosol
Rektal Larutan, salep, supositoria
Vaginal Larutan, salep, busa-busa emulsi, tablet, sisipan, supositoria, spon
Uretral Larutan, supositoria
Tabel Penggunaan Bentuk Sediaan (Ansel, 1995)
FARMAKOKINETIKA
Pengertian
Farmakokinetika adalah segala proses yang dilakukan tubuh terhadap obat berupa absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan ekskresi. Tubuh kita dapat dianggap sebagai suatu ruangan besar, yang terdiri dari beberapa kompartemen yang terpisah oleh membran-membran sel. Sedangkan proses absorpsi, distribusi dan ekskresi obat dari dalam tubuh pada hakekatnya berlangsung dengan mekanisme yang sama, karena proses ini tergantung pada lintasan obat melalui membran tersebut.
Gambar 2. Skema hubungan absorpsi, distribusi, metabolisme, eksresi obat dan konsentrasi pada tempat kerja obat
Membran sel terdiri dari suatu lapisan lipoprotein (lemak dan protein) yang mengandung banyak pori-pori kecil, terisi dengan air. Membran dapat ditembus dengan mudah oleh zat-zat tertentu, dan sukar dilalui zat-zat yang lain, maka disebut semi permeable. Zat-zat lipofil (suka lemak) yang mudah larut dalam lemak dan tanpa muatan listrik umumnya lebih lancar melintasinya dibanding kan dengan zat-zat hidrofil dengan muatan (ion).
Adapun mekanisme pengangkutan obat untuk melintasi membran sel ada dua cara:
a. Secara pasif, artinya tanpa menggunakan energi.
• Filtrasi, melalui pori-pori kecil dari membran misalnya air dan zat hidrofil.
• Difusi, zat melarut dalam lapisan lemak dari membran sel, contoh ion anorganik.
b. Secara aktif, artinya menggunakan energi.
Pengangkutan dilakukan dengan mengikat zat hidrofil (makromolekul atau ion) pada enzim pengangkut spesifik. Setelah melalui membran, obat dilepaskan lagi. Cepatnya penerusan tidak tergantung pada konsentrasi obat, Contohnya glukosa, asam amino asam lemak, garam besi, vitamin B1,B2 dan B12.
Absorpsi
Proses absorpsi sangat penting dalam menentukan efek obat. Pada umumnya obat yang tidak diabsorpsi tidak menimbulkan efek. Kecuali antasida dan obat yang bekerja lokal. Proses absorpsi terjadi diberbagai tempat pemberian obat, misalnya melalui alat cerna, otot rangka, paru-paru, kulit, dan sebagainya.
Absorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Kelarutan obat.
2. Kemampuan difusi melintasi sel membran
3. Konsentrasi obat.
4. Sirkulasi pada letak absorpsi.
5. Luas permukaan kontak obat.
6. Bentuk sediaan obat
7. Cara pemakaian obat.
Distribusi.
Obat setelah diabsorpsi akan tersebar melalui sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan harus melalui membran sel agar tercapai tepat pada efek aksi. Molekul obat yang mudah melintasi membran sel akan mencapai semua cairan tubuh baik intra maupun ekstra sel, sedangkan obat yang sulit menembus membran sel, penyebarannya umumnya terbatas pada cairan ekstra sel.
Kadang-kadang beberapa obat mengalami kumulatif selektif pada beberapa organ dan jaringan tertentu, karena adanya proses transport aktif, pengikatan dengan zat tertentu atau daya larut yang lebih besar dalam lemak. Kumulasi ini digunakan sebagai gudang obat (protein plasma, umumnya albumin, jaringan ikat dan jaringan lemak). Selain itu ada beberapa tempat lain misalnya tulang, organ tertentu, dan cairan transel yang dapat berfungsi sebagai gudang untuk beberapa obat tertentu. Distribusi obat kesusunan saraf pusat dan janin harus menembus sawar khusus yaitu sawar darah otak dan sawar uri. Obat yang mudah larut dalam lemak pada umumnya mudah menembusnya.
Metabolisme (Biotransformasi)
Tujuan biotransformasi obat adalah perubahan obat sedemikian rupa sehingga mudah diekskresikan oleh ginjal, dalam hal ini menjadikannya lebih hidrofil. Pada umumnya obat dimetabolisme oleh enzim mikrosom di retikulum endoplasma sel hati. Pada proses metabolisme molekul obat dapat berubah sifat antara lain menjadi lebih polar. Metabolit yang lebih polar ini menjadi tidak larut dalam lemak sehingga mudah diekskresi melalui ginjal. Metabolit obat dapat lebih aktif dari obat asal (bioaktivasi), tidak atau berkurang aktif (detoksifikasi atau bio-inaktivasi) atau sama aktifitasnya. Proses metabolisme ini memegang peranan penting dalam mengakhiri efek obat. Skema proses metabolisme dapat dilihat pada Gambar
Hal-hal yang dapat mempengaruhi metabolisme:
• Fungsi hati, metabolisme dapat berlangsung lebih cepat atau lebih lambat, sehingga efek obat menjadi lebih lemah atau lebih kuat dari yang kita harapkan..
• Usia, pada bayi metabolismenya lebih lambat.
• Faktor genetik (turunan), ada orang yang memiliki faktor genetik tertentu yang dapat menimbulkan perbedaan khasiat obat pada pasien.
• Adanya pemakaian obat lain secara bersamaan, dapat mempercepat metabolisme (inhibisi enzim).
Ekskresi.
Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh ginjal melalui air seni, dan dikeluarkan dalam bentuk metabolit maupun bentuk asalnya.
disamping ini ada pula beberapa cara lain, yaitu:
• Kulit, bersama keringat.
• Paru-paru, dengan pernafasan keluar, terutama berperan pada anestesi umum, anestesi gas atau anestesi terbang.
• Hati, melalui saluran empedu, terutama obat untuk infeksi saluran empedu.
• Air susu ibu, misalnya alkohol, obat tidur, nikotin dari rokok dan alkaloid lain. Harus diperhatikan karena dapat menimbulkan efek farmakologi atau toksis pada bayi.
• Usus, misalnya sulfa dan preparat besi .
Gambar 3. Skema proses metabolisme obat
FARMAKODINAMIKA
Pengertian
Farmakodinamika adalah cabang ilmu yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya. Mekanisme kerja dipelajari guna mengetahui efek utama obat, interaksi obat dengan sel, dan urutan peristiwa dan spektrum efek dan respon yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai hal ini merupakan dasar terapi yang rasional dan berguna dalam sintesis obat baru.
Mekanisme kerja obat
Dikenal beberapa mekanisme kerja obat yang dapat digolongkan sebagai berikut :
• Secara fisika, contohnya anestetik terbang, laksansia dan diuretik osmotis.
• Secara Kimia, contohnya antasida dan zat-zat khelasi (zat-zat yang dapat mengikat logam berat)
• Proses metabolisme, contohnya antibiotika mengganggu pembentukan dinding sel, sintesis protein, dan metabolisme asam nukleat bakteri.
• Secara kompetisi atau saingan, dalam hal ini dapat dibedakan dua jenis kompetisi yaitu untuk reseptor spesifik dan enzym-enzym.
Efek terapi.
Tidak semua obat bersifat betul-betul menyembuhkan penyakit, banyak diantaranya hanya meniadakan atau meringankan gejala-gejalanya. Oleh karena itu dapat dibedakan tiga jenis pengobatan, yaitu :
• Terapi kausal, yaitu pengobatan dengan meniadakan atau memusnahkan penyebab penyakitnya, misalnya sulfonamid, antibiotika, obat malaria dan sebagainya.
• Terapi simptomatis, yaitu pengobatan untuk menghilangkan atau meringankan gejala penyakit, sedangkan penyebabnya yang lebih mendalam tidak dipengaruhi, misalnya pemberian analgetik pada reumatik atau sakit kepala.
• Terapi substitusi, yaitu pengobatan dengan cara menggantikan zat-zat yang seharusnya dibuat oleh organ tubuh yang sakit, misalnya insulin pada penderita diabetes dan tiroksin pada penderita hipotiroid.
Plasebo.
Salah satu faktor penting dalam penyembuhan penyakit adalah kepercayaan akan dokter dan obat yang diminumnya. Berdasarkan kepercayaan ini dibuatlah plasebo yang dalam bahasa latin berarti saya ingin menyenangkan. Tujuan dari plasebo adalah :
• Pengobatan sugesti, kadangkala memberikan efek yang mengagumkan pada pasien yang kecanduan maupun obat-obat narkotika dan psikotropika lainnya maupun pada penderita kanker stadium akhir.
• Uji klinis, digunakan pada tahap akhir dalam rangkaian penelitian suatu obat baru yang akan dinilai efek farmakologisnya.
• Pelengkap dan penggenap pil KB, bertujuan agar pasien tidak terlupa menelan pil KB tersebut pada saat menstruasi.
Efek yang tidak diinginkan
a. Efek samping, adalah segala pengaruh obat yang tidak diinginkan pada tujuan terapi yang dimaksud, pada dosis normal (WHO 1970).
b. Idiosinkrasi, adalah peristiwa dimana suatu obat memberikan efek yang sama sekali berlainan dari efek normalnya.
c. Alergi, adalah peristiwa hipersensitif akibat pelepasan histamin di dalam tubuh atau terjadinya reaksi khusus antara antigen-antibodi.Gejala-gejala alergi yang terpenting dan sering terjadi adalah pada kulit yaitu urtikaria (gatal dan bentol-bentol), kemerah-merahan dan sebagainya. Pada alergi yang lebih hebat dapat berupa demam, serangan asma, anafilaksis shock dan lain-lain.
d. Fotosensitasi, adalah kepekaan berlebihan terhadap cahaya akibat penggunaan obat. Seringkali terjadi pada penggunaan kosmetik yang tidak cocok.
e. Efek toksis
Bila obat digunakan dalam dosis yang tinggi akan menunjukkan efek toksis. Bila dosis dikurangi maka efek toksik dapat berkurang. Dikenal beberapa macam dosis, yaitu :
1. dosis terapi yaitu dosis yang mampu memberikan efek penyembuhan
2. dosis maksimum yaitu dosis yang bila dilampaui kemungkinan dapat memberikan efek toksis atau letal
3. dosis letalis yaitu dosis yang dapat menimbulkan kematian.
Dosis yang diberikan pada pasien untuk menghasilkan efek yang diinginkan tergantung dari banyak faktor antara lain: usia, berat badan dan sebagainya.
Hampir semua obat pada dosis yang cukup besar menimbulkan efek toksik dan pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian. (dosis toksik = TD, dosis letal = LD, dan dosis terapeutik atau efective dose = ED ).
Untuk menilai keamanan dan efek suatu obat, dilakukan dengan menggunakan binatang-binatang percobaan. Yang ditentukan adalah khusus ED50 yaitu dosis yang menghasilkan efek pad 50% dari jumlah binatang percobaan dan LD50 yaitu dosis yang mematikan 50% binatang percobaan. Perbandingan antara kedua dosis ini dinamakan Indeks terapi. Semakin besar indeks ini semakin aman penggunaan obat tersebut. Luas terapi adalah jarak antara LD50 dan ED50, juga disebut jarak keamanan atau Safety margin.
f. Efek teratogen merupakan salah satu efek toksis yang terkenal, yaitu obat yang pada dosis terapeutik untuk ibu, mengakibatkan cacat pada janin, yang terkenal adalah kasus Thalidomide. Dengan SK MENKES RI No 682/Ph/63/6 berlaku sejak 1 Januari 1963, maka obat-obat yang mengandung thalidomide, meklizin, dan fenmotrazin dilarang penggunaannya di Indonesia.
Efek yang tidak diinginkan pada penggunaan obat jangka panjang
a. Reaksi hipersensitif, adalah reaksi alergik, merupakan respon abnormal terhadap obat atau zat dimana pasien telah menggunakan obat yang sama sebelumnya.
b. Kumulasi adalah fenomena penumpukan obat dalam badan sebagai hasil pengulangan penggunaan obat, dimana obat dieksresikan lebih lambat dibanding dengan absorbsinya. Pada pengulangan/penggunaan obat selanjutnya dapat terjadi efek toksik.
c. Toleransi adalah fenomena berkurangnya respon terhadap dosis yang sama dari obat. Agar diperoleh efek terapeutik yang sama, dosis yang diberikan harus ditingkatkan secara terus menerus, ada tiga macam toleransi yaitu :
1. Toleransi bawaan (primer), terdapat pada sebagian orang dan binatang tertentu, misalnya toleransi terhadap atropin pada kelinci.
2. Toleransi perolehan (sekunder), disebut pula habituasi atau kebiasaan adalah toleransi yang timbul setelah menggunakan suatu obat selama beberapa waktu. Organisme dapat menjadi kurang peka terhadap obat tersebut. Habituasi merupakan suatu gejala ketergantungan psikologis terhadap suatu obat.
3. Toleransi silang, dapat terjadi antara zat-zat dengan struktur kimia serupa atau derivatnya (fenobarbital dan butobarbital), atau kadang-kadang antara zat-zat yang berlainan misalnya alkohol dan barbital.
d. Takhifilaksis adalah fenomena berkurangnya kecepatan respon terhadap aksi obat pada penggunaan obat dalam dosis yang sama. Contohnya Efedrin dalam tetes mata untuk glaukoma.
e. Adiksi atau ketagihan adalah ketergantungan jasmaniah dan rohaniah terhadap suatu obat, dan bila pengobatan dihentikan dapat menimbulkan efek hebat secara fisik dan mental.
Waktu penggunaan obat
Bagi kebanyakan obat waktu penggunaan tidak begitu penting, yaitu sebelum atau sesudah makan. Tetapi ada pula obat dengan sifat atau maksud pengobatan khusus guna menghasilkan efek maksimal atau menghindarkan efek samping tertentu.
Sebenarnya absopsi obat dari lambung yang kosong berlangsung paling cepat karena tidak dihalangi oleh isi usus, contoh :
• Obat-obat yang diharapkan memberikan efek yang cepat sebaiknya ditelan sebelum makan, misalnya analgetika (kecuali asetosal).
• Obat yang sebaiknya diberikan pada lambung kosong yakni 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan adalah Penisilin, Sefalosporin, Eritromysin, Rovamysin, Linkomisin, dan Klindamisin, Rifampisin dan Tetrasiklin.
• Obat lain yang bersifat merangsang mukosa lambung harus digunakan pada waktu atau setelah makan, meskipun absopsinya menjadi terhambat.misalnya kortikosteroid dan obat-obat rematik, antidiabetik oral, garam-garam besi, obat cacing dan sebagainya.
Kombinasi obat
Dua obat yang digunakan pada waktu yang besamaan dapat saling mempengaruhi kerjanya masing-masing, yaitu :
a. Antagonisme, dimana kegiatan obat pertama dikurangi atau ditiadakan sama sekali oleh obat kedua.
b. Sinergisme, dimana kekuatan obat pertama diperkuat oleh obat kedua. Ada dua jenis :
1. Adisi atau sumasi adalah kekuatan kombinasi kedua obat adalah sama dengan jumlah masing-masing kekuatan obat tersebut.
2. Potensiasi adalah kekuatan kombinasi kedua obat lebih besar dari jumlah kedua obat tersebut.
Keuntungan kombinasi obat:
• Menambah kerja terapeutik tanpa menambah efek buruk dan mengurangi toksisitas masing-masing obat, misalnya Trisulfa.
• Menghambat terjadinya resistensi, misalnya Rifampisin dan isoniasid.
• Memperoleh potensiasi misalnya kotrimoksazol.
Kerugian obat kombinasi.
• Pemborosan
• Takaran masing-masing obat belum tentu sesuai dengan kebutuhan, sedangkan takaran obat tidak dapat diubah tanpa mengubah pula dosis obat lainnya
• Manfaat tidak memenuhi syarat.
• Mempermudah terjadinya resistensi terhadap beberapa spesies kuman.
Interaksi Obat
Bila seorang pasien harus menggunakan dua atau lebih obat dalam waktu dekat atau bersamaan (polifarmasi), kemungkinan besar akan terjadi interaksi antara obat-obat tersebut dalam tubuh Interaksi yang terpenting adalah kimia, fisika, dan farmakologi.
BAB II
KEMOTERAPETIKA
PENGERTIAN
Kemoterapi adalah obat atau zat yang berasal dari bahan kimia yang dapat memberantas dan menyembuhan penyakit atau infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, amoeba, fungi, protozoa, cacing dan sebagainya tanpa merusak jaringan tubuh manusia.
Berdasarkan khasiatnya terhadap bakteri, kemoterapi dibedakan atas :
• Bakterisida yaitu obat yang pada dosis lazim berkhasiat untuk mematikan hama, contohnya fenol, iodium, sublimat.
• Bakteriostatika yaitu obat yang pada dosis lazim berkhasiat menghentikan pertumbuhan dan pembiakan bakteri, sedang pemusnahan selanjutnya dilakukan oleh tubuh sendiri secara fagositosis (kuman dilarutkan oleh leukosit atau sel-sel daya tangkis tubuh lainnya), contohnya antibiotika spektrum sempit.
Yang termasuk kelompok kemoterapi adalah :
A. Antibiotika
B. Sulfonamida
C. Anti Parasitik.
1. Anti malaria
2. Anti amuba
3. Anti cacing
4. Anti jamur
D. Anti virus
E. Anti neoplastika (sitostatika)
F. Lain-lain
1. Anti TBC
2. Anti Lepra
A. ANTIBIOTIKA
Pengertian antibotika
Antibiotika berasal dari bahasa latin yang terdiri dari anti = lawan, bios = hidup. Adalah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi dan bakteri tanah, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain, sedang toksisitasnya terhadap manusia relatif kecil.
Antibiotik pertama kali ditemukan oleh sarjana Inggris dr. Alexander Fleming (Penisilin) pada tahun 1928. Tetapi penemuan ini baru dikembangkan dan digunakan dalam terapi di tahun 1941 oleh dr. Florey.
Kemudian banyak zat dengan khasiat antibiotik diisolir oleh penyelidik-penyelidik lain diseluruh dunia, namun toksisitasnya hanya beberapa saja yang dapat digunakan sebagai obat. Antibiotik juga dapat dibuat secara sintetis, atau semi sintetis.
Aktivitas antibiotik umumnya dinyatakan dalam satuan berat (mg) kecuali yang belum sempurna permurniannya dan terdiri dari campuran beberapa macam zat, atau karena belum diketahui struktur kimianya, aktivitasnya dinyatakan dalam satuan internasional = Internasional Unit (IU). Dibidang peternakan antibiotik sering dimanfaatkan sebagai zat gizi tambahan untuk mempercepat pertumbuhan ayam negeri potong.
Mekanisme kerja
Mekanisme kerja antimikroba antara lain :
1. Menghambat sintesa dinding sel, akibatnya pembentukan dinding sel tidak sempurna dan tidak dapat menahan tekanan osmosa dari plasma, akhirnya sel akan pecah (penisilin dan sefalosporin).
2. Menghambat sintesa membran sel, molekul lipoprotein dari membran sel dikacaukan pembentukannya, hingga bersifat lebih permeable akibatnya zat-zat penting dari isi sel dapat keluar (kelompok polipeptida)
3. Menghambat sintesa protein sel, akibatnya sel tidak sempurna terbentuk (kloramfenikol, tetrasiklin)
4. Menghambat pembentukan asam-asam inti (DNA dan RNA) akibatnya sel tidak dapat berkembang (rifampisin)
5. Antagonisme saingan, menghambat pembentukan asam folat dari PABA dalam sel bakteri (Sulfonamida)
Gambar : Mekanisme kerja antibiotik
Efek samping
Penggunaan antibiotika tanpa resep dokter atau dengan dosis yang tidak tepat dapat menggagalkan pengobatan dan menimbulkan bahaya-bahaya lain seperti:
1. Sensitasi / hipersensitif
Banyak obat setelah digunakan secara lokal dapat mengakibatkan kepekaan yang berlebihan, kalau obat yang sama kemudian diberikan secara oral atau suntikan maka ada kemungkinan terjadi reaksi hipersentitiv atau allergi seperti gatal-gatal kulit kemerah-merahan, bentol-bentol atau lebih hebat lagi dapat terjadi syok, contohnya Penisilin dan Kloramfenikol. Guna mencegah bahaya ini maka sebaiknya salep-salep menggunakan antibiotika yang tidak akan diberikan secara sistemis (oral dan suntikan).
2. Resistensi
Jika obat digunakan dengan dosis yang terlalu rendah, atau waktu terapi kurang lama, maka hal ini dapat menyebabkan terjadinya resistensi artinya bakteri tidak peka lagi terhadap obat yang bersangkutan. Untuk mencegah resistensi, dianjurkan menggunakan kemoterapi dengan dosis yang tepat atau dengan menggunakan kombinasi obat.
3. Super infeksi
Yaitu infeksi sekunder yang timbul selama pengobatan dimana sifat dan penyebab infeksi berbeda dengan penyebab infeksi yang pertama. Supra infeksi terutama terjadi pada penggunaan antibiotika broad spektrum yang dapat mengganggu keseimbangan antara bakteri di dalam usus saluran pernafasan dan urogenital.
Spesies mikroorganisme yang lebih kuat atau resisten akan kehilangan saingan, dan berkuasa menimbulkan infeksi baru misalnya timbul jamur Minella albicans dan Candida albicans. Selain antibiotik obat yang menekan sistem tangkis tubuh yaitu kortikosteroid dan imunosupressiva lainnya dapat menimbulkan supra infeksi. Khususnya,anak-anak dan orangtua sangat mudah dijangkiti supra infeksi ini.
Penggolongan antibiotik berdasar aktivitasnya
Berdasarkan luas aktivitas kerjanya antibiotika dapat digolongkan atas :
1. Zat-zat dengan aktivitas sempit (narrow spektrum)
Zat yang aktif terutama terhadap satu atau beberapa jenis bakteri saja (bakteri gram positif atau bakteri gram negatif saja). Contohnya eritromisin, kanamisin, klindamisin (hanya terhadap bakteri gram positif), streptomisin, gentamisin (hanya terhadap bakteri gram negatif saja)
2. Zat-zat dengan aktivitas luas (broad spectrum)
Zat yang berkhasiat terhadap semua jenis bakteri baik jenis bakteri gram positif maupun gram negatif. Contohnya ampisilin, sefalosporin, dan kloramfenikol.
Kelompok antibiotika
Antibiotika yang akan dibicarakan adalah :
1. Golongan Penisilin
2. Golongan Sefalosforin
3. Golongan Aminoglikosida
4. Golongan Kloramfenikol
5. Golongan Tetrasiklin
6. Golongan Makrolida
7. Golongan Rifampisin dan Asam Fusidat
8. Golongan lain-lain
1. Golongan Penisilin
Antibiotik pertama yang ditemukan dari Alexander Fleming tahun 1928 di London yang satu dekade kemudian dikembangkan oleh Florey untuk penggunaan sistemik dengan menggunakan biakan Penisilium notatum. Akibat kebutuhan penisilin dalam jumlah besar pada saat perang dunia II, kemudian digunakan Penisilium chrysogenum yang dapat menghasilkan Penisilin lebih banyak. Sekarang dibuat secara semi sintetis. Penisilin termasuk antibiotik golongan betalaktam karena mempunyai rumus bangun dengan struktur seperti cincin β lactam yang merupakan syarat mutlak untuk menunjukan khasiatnya.
Jika cincin menjadi terbuka oleh enzym β lactamase. (penisilinase dan cefalosforinase) maka khasiat anti bakteri (aktivitas) antibiotik penisilin menjadi lenyap
Rumus Bangun
Mekanisme kerja :
Penisilin merintangi/menghambat pembentukan/sintesa dinding sel bakteri sehingga bila sel bakteri tumbuh dengan dinding sel yang tidak sempurna maka bertambahnya plasma atau air yang terserap dengan jalan osmosis akan menyebabkan dinding sel pecah sehingga bakteri menjadi musnah.
Resistensi
Pemakaian yang tidak tepat dapat menyebabkan bakteri terutama golongan Stafilococcus dan Bacteri Coli menjadi resisten terhadap penisilin. Resistensi bakteri ini terbentuk dengan cara bakteri membentuk enzym β lactamase atau bakteri mengubah bentuknya menjadi bakteri huruf L yaitu bentuk bakteri tanpa dinding sel. Bakteri bentuk L dapat menimbulkan infeksi kronis (misalnya infeksi paru-paru dan saluran kemih) karena lama berkembangnya. Bakteri semacam ini dengan mudah dapat dimatikan dengan kotrimoksazol atau tetrasiklin.
Derivat (turunan) Penisilin
Berdasarkan perkembangannya, terbentuk derivat-derivat Penisilin seperti di bawah ini :
A. Penisilin spektrum sempit :
(1) Benzil penisilin = Penisilin G
Tidak tahan asam lambung, sehingga pemberian secara oral akan diuraikan oleh asam lambung, karena itu penggunaannya secara injeksi atau infus intra vena.
(2) Fenoksimetil Penisilin = Penisilin V
Penisilin ini tahan asam lambung, pemberian sebaiknya dalam keadaan sebelum makan.
(3) Penisilin tahan Penisilinase
Derivat ini hampir tidak terurai oleh penisilinase, tapi aktivitasnya lebih ringan dari penisilin G dan penisilin V. Umumnya digunakan untuk kuman-kuman yang resisten terhadap obat-obat tersebut. Contohnya kloksasilin, dikloksasilin, flukloksasilin.
Kombinasi kloksasilin dengan asam klavulanat menghasilkan efek sinergisme dengan khasiat 50 kali lebih kuat, efektif terhadap E. Coli, H. Influenza dan Staphylococcus aureus. Contohnya Augmentin (Beecham).
Asam klavulanat adalah senyawa β lactam dari hasil fermentasi Streptomyces clavuligerus.
B. Penisilin spektrum luas :
(1) Ampisilin
Spektrum kerjanya meliputi banyak kuman gram positif dan gram negatif yang tidak peka terhadap penisilin-G. Khasiatnya terhadap kuman-kuman gram positif lebih ringan daripada penisilin-penisilin spektrum sempit. Banyak digunakan untuk mengobati berbagai macam infeksi atau peradangan pada saluran pernafasan (bronkitis), saluran penceranaan (desentri), dan infeksi saluran kemih.
(2) Amoksilin
Spektrum kerjanya sama dengan ampisilin, tetapi absorbsinya lebih cepat dan lengkap. Banyak di gunakkan terutama pada bronkitis menahun dan infeksi saluran kemih.
Obat Generik, indikasi, kontra indikasi dan efek samping.
1. Benzil Penisilin (Penisilin G).
Indikasi Infeksi tenggorokan, otitis media, streptococus endo karditis, meningo kokus, meningitis, pnemonia dan profilaksis amputasi pada lengan dan kaki.
Kontra indikasi Hipersensitiv itas (alergi) terhadap penisilin
Efek samping Reaksi allergi berupa urtikaria, nyeri sendi, syok anafilaktik, diare.
Sediaan Benzatin Penisilin G (generik) Injeksi
2. Fenoksi Metil Penisilin (Penisilin V)
Indikasi Tonsilitis, otitis media, demam rematik, profilaksis infeksi pneumokokus.
Kontra indikasi dan efek samping sama dengan Benzil Penisilin.
Sediaan Phenoxymethyl Penicillin (generik), tablet 250mg, 500mg.
3. Ampisilin
Indikasi Infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronkitis kronis, salmonelosis, gonorrhoe.
Kontra indikasi Hipersensitiv terhadap penisilin
Efek samping Mual,diare, ruam, kadang-kadang kolitis
Sediaan Ampisilin (generik) Kapsul 250mg, Kaptab 500mg Serbuk injeksi, sirup kering.
Cara penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, pada suhu tidak lebih dari 25o C
4. Amoksisilin
Indikasi (lihat ampisilin), juga untuk profilaksis endokarditis dan terapi tambahan
Kontra indikasi dan efek samping sama dengan ampisilin.
Sediaan Amoksisilin (generik), kapsul 250 mg, kaptab 500mg, serbuk injeksi , syr. kering.
Cara penyimpanan Dalam botol tertutup rapat.
5. Co Amoksiklav (amoksisilin-asam klavulanat).
Kontra Indikasi dan Efek Samping sama dengan ampisilin.
Sediaan Coamoksiklav (generik), kaptab
Spesialite obat-obat penisilin.
NO GENERIK DAGANG PABRIK
1 Benzilpenisilin Prokain Penisilin G Meiji Indonesia
Panadur LA Sunthi Sepuri
2 Penisilin V Fenocin Dumex Alpharma Indonesia
Ospen Novartis Indonesia
3 Kloksasilin Ikaclox Ikapharmindo
4 Ampicillinum Penbritin Beecham
Omnipen Wyeth
Viccilin Meiji
5 Amoksisillin Amoxil Beecham
(Amoxicillinum ) Topcillin Dankos
Ospamox Biochemi
6 Co-Amoxyclav Augmentin Beecham
Clavamox Kalbe Farma
2. Golongan Sefalosporin
Cephalosporin diperoleh dari biakan Cephalosporinum acremonium. Seperti halnya penisilin, daya antimikrobanya terletak pada cincin β lactam, dengan mekanisme kerja berdasarkan perintangan sintesis dinding sel.
Walaupun aktivitasnya luas, namun sefalosporin bukan merupakan obat pilihan pertama untuk penyakit manapun, karena masih terdapat obat – obat lain yang kurang lebih sama khasiatnya dan jauh lebih murah harganya.
Efek samping yang terpenting pada penggunaan oral berupa gangguan lambung-usus dan reaksi reaksi alergi seperti penisilin, yakni rash, urticaria, anafilaksis. Alergi silang sering terjadi dengan derivat penisilin. Pada penggunaan i.v sering terjadi tromboflebitis dan nyeri di tempat suntik.
Aktivitas
Bersifat bakterisid dengan spektrum kerja luas terhadap banyak kuman gram positif dan negatif, termasuk E.coli, Klebsiella dan Proteus
Obat Generik, indikasi, kontra indikasi dan efek samping
1. Sefaklor
Indikasi Infeksi bakteri gram positif dan gram negatif
Kontra indikasi hipersensitiv terhadap sefalosporin, porfiria
Efek samping diare dan kolitis, mual muntah, sakit kepala
Sediaan Cefaclor (generik) kapsul 250mg, 500mg
2. Sefadroksil
Indikasi, kontra indikasi dan efek samping lihat sefaklor
Sediaan Cefadroksil (generik), kapsul 250mg, 500mg, sirup kering.
3. Sefotaksim
Indikasi, kontra indikasi dan efek samping lihat sefaklor
Sediaan Cefotaxime (generik) serbuk inj
4. Seftazidim
Indikasi, kontra indikasi dan efek samping lihat sefaklor
Sediaan Ceftazidime (generik) serbuk inj
5. Seftriakson
Indikasi, kontra indikasi dan efek samping lihat sefaklor
Sediaan Ceftriaxone (generik) serbuk inj.
6. Sefuroksim
Indikasi Profilaksis tindakan bedah, lebih aktif terhadapH. influenzae, dan N.gonorrhoeae.
Kontra indikasi dan efek samping lihat sefaklor
Sediaan Cefuroxime (generik) serbuk inj.
7. Sefaleksin
Indikasi, kontra indikasi dan efek samping lihat sefaklor
Sediaan Cephalexin (generik) kapsul 250 mg, 500mg
8. Sefradin
Indikasi Profilaksis bedah (lihat sefaklor).
Kontra indikasi dan efek samping lihat sefaklor
Sediaan Cephradin (generik) kaps 250mg, 500mg, sirup kering.
9. Sefazolin
Indikasi Profilaksis bedah (lihat sefaklor).
Kontra indikasi dan efek samping lihat sefaklor
Sediaan Sefazolin (generik), serbuk inj
Spesialite obat-obat golongan sefalosporin.
NO GENERIK DAGANG PABRIK
Sefadroksil Duricef Bristol-Myers Squib
Cefat Sanbe Farma
Sefotaksim Claforan Hoechst
Clacef Dexamedica
Sefaleksin (Cephalexinum) Tepaxin Takeda
Cefabiotic Bernofarm
Ospexin Novartis
Seftriaxone Rocephin Roche
Sefradin (Cephadrinum) Velocef Bristol-Myers Squib
Ceficin Kalbe Farma
Sefazolin Cefacidal Squib
Sefaklor Ceclor Tempo
Cloracef Ethica
Sefuroksim Cefurox Prafa
Kalcef Kalbe Farma
Zinnat Glaxo Wellcome
Seftazidim Ceftum Dexamedica
3. Golongan Aminoglikosida
Golongan ini ditemukan dalam rangka mencari anti mikroba untuk mengatasi kuman gram negatif. Tahun 1943 berhasil diisolasi suatu turunan Streptomyces griseus yang menghasilkan streptomisin, yang aktif terutama terhadap mikroba gram negatif termasuk terhadap basil tuberkulosis.
Kemudian ditemukan lagi berbagai antibiotik lain yang bersifat mirip streptomisin sehingga antibiotik ini dimasukan dalam satu kelompok yaitu antibiotik golongan aminoglikosida. Golongan ini mempunyai 2 atau 3 gugusan amino pada rumus molekulnya.
Mekanisme kerja
Dengan mengikatkan diri pada ribosoma sel-sel bakteri, sehingga biosintesa proteinnya dikacaukan.
Penggolongan
Berdasarkan rumus kimianya digolongan sebagai berikut :
• Streptomisin
• Neomisin
• Kanamisin
• Gentamisin
• Framisetin
a) Steptomisin
Diperoleh dari steptomyces griseus oleh walksman (1943) dan sampai sekarang penggunaannya hampir terbatas hanya untuk tuberkulosa.
Toksisitasnya sangat besar karena dapat menyebabkan kerusakan pada saraf otak ke 8 yang melayani organ keseimbangan dan pendengaran. Gejala-gejala awalnya adalah sakit kepala, vertigo, mual dan muntah. Kerusakan bersifat bersifat revesible, artinya dapat pulih kembali kalau penggunaan obat diakhiri meski kadang-kadang tidak seutuhnya.
Resistensinya sangat cepat sehingga dalam penggunaan harus dikombinasi dengan INH dan PAS Na atau rifampisin. Pemberian melalui parenteral karena tidak diserap oleh saluran cerna. Derivat streptomisin, dehidrostreptomisin, menyebabkan kerusakan organ pendengaran lebih cepat dari streptomisin sehingga obat ini tidak digunakan lagi sekarang.
Obat generik : -
b) Neomicin
Diperoleh dari Streptomyces fradiae oleh Waksman. Tersedia untuk penggunaan topikal dan oral, penggunaan secara parenteral tidak dibenarkan karena toxis. Karena baik sebagai antibiotik usus (aktif terhadap bacteri usus) maka digunakan untuk sterilisasi usus sebelum operasi. Penggunaan lokal banyak dikombinasikan dengan antibiotik lain (polimiksin B, basitrasin) untuk menghindari terjadinya resistensi.
Obat generik :-
c) Kanamisin
Diperoleh dari Streptomyces Kanamyceticus (Umezawa 1955). Persediaan dalam bentuk larutan atau bubuk kering untuk injeksi.pemakaian oral hanya kadang-kadang diberikan untuk infeksi usus, atau membersihkan usus untuk persiapan pembedahan.
Berkhasiat bakteriostatik pada basil TBC, bahkan yang resisten terhadap streptomisin sehingga menjadi obat pilihan kedua bagi penderita TBC. Juga digunakan dalam pengobatan infeksi saluran kemih oleh pseudomonas (suntikan) Efek sampingnya gangguan kesimbangan dan pendengaran, toksis terhadap ginjal .
Obat generik : Kanamysin. serbuk inj. 1 gr /vial, 2gr /vial.
d) Gentamisin
Diperoleh dari Mycromonospora purpurea. Berkhasiat terhadap infeksi oleh kuman garam negatif seperti Proteus, Pseudomonas , Klebsiella, Enterobacter. yang antara lain dapat menyebabkan meningitis, osteomielitis pneumonia, infeksi luka bakar, infeksi saluran kencing, telinga, hidung dan tenggorokan.
Sebaiknya penggunaan gentamisin secara sistemis hanya diterapkan pada infeksi-infeksi yang berat saja, dan penggunaan gentamisin secara topikal khususnya di lingkungan rumah sakit dibatasi agar tidak terjadi resistensi pada kuman-kuman yang sensitif.
Efek sampingnya gangguan keseimbangan dan pendengaran toksis terhadap ginjal
Sediaan : dalam bentuk injeksi dan salep (topikal)
Obat generik: Gentamisin (generik) Cairan inj. 10 mg/ml, dan 40 mg/ml.
e) Framisetin:
Diperoleh dari Streptomyces decaris. Rumus kimia dan khasiatnya mirip Neomisin. Hanya di gunakan secara lokal saja, misalnya salep atau kasa yang diimpragnasi.
Spesialite obat-obat golongan Amino glikosida.
NO GENERIK DAGANG PABRIK
1. Kanamisina Sulfat Kanabiotic
Kanarco
Kanoxin Berno Farma
Ponco
Dumex Alpharma
2. Gentamisina Ottogenta
Pyogenta
Sagestam
Garamycin Otto
Kalbe Farma
Sanbe Farma
Schering
3. Tobramisina Sulfat Tobryne
Nebcin Fahrenheit
Tempo Scan Pasific
4. Neomisin Sulfat Neobiotic Bernofarm
(Neomycini Sulfat)
5. Framisetin Sofra Tulle Darya Varia
(Framycetin) Daryant-Tulle Darya Varia
6. Streptomisin (Streptomycini) Sterptomycin Meiji Meiji
7. Amikasin (Amikacini) Amikin BMS
4. Golongan Kloramfenikol
Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada tahun 1974 dari Streptomyces venezuelae. Merupakan antibiotik dengan spektrum luas dan memiliki daya antimikroba yang kuat maka penggunaan obat ini meluas dengan cepat sampai tahun 1950 ketika diketahui bahwa obat ini dapat menimbulkan anemia aplastik yang fatal.
Karena toksisitasnya, penggunaan sistemik sebaiknya dicadangkan untuk infeksi berat akibat Haemophilus influenzae, demam tifoid, meningitis , abses otak dan infeksi berat lainnya. Bentuk tetes mata sangat bermanfaat untuk konjungtivitis bakterial.
Kloramfenikol merupakan kristal putih yang sangat sulit larut dalam air (1 : 400) dan rasanya sangat pahit, maka untuk anak-anak digunakan bentuk esternya yaitu K-Palmitat dan K -Stearat/ Suksinat yang tidak pahit rasanya dan dibuat dalam bentuk suspensi. Dalam tubuh bentuk ester akan diubah menjadi kloramfenikol aktif.
Mekanisme kerja : merintangi sintesis protein bakteri.
Efek samping :
• Kerusakan sumsum tulang belakang yang mengakibatkan pembuatan eritrosit terganggu sehingga timbul anemia aplastis.
• Gangguan gastrointestinal : mual, muntah, diare,
• Gangguan neuron: sakit kepala, neuritis optik, neuritis perifer
• Pada bayi atau bayi prematur dapat menyebabkan gray sindrome.
Penggunaan
Kloramfenikol merupakan drug of choice = obat pilihan untuk thypus-abdominalis dan infeksi parah meningitis, pneumonia (disebabkan Haemophilus influenzae).Sebaiknya tidak diberikan pada bayi prematur untuk menghindari gray sindrom karena enzym perombakan di hati bayi belum aktif, ibu hamil dan menyusui.
Derivat kloramfenikol ialah tiamfenikol, dipakai sebagai pengganti kloramfenikol karena dianggap lebih aman (namun belum terdapat cukup bukti untuk itu)
Obat Generik
• Kloramfenicol (generik) Kapsul 250 mg, suspensi 125 mg/5 ml
• Tiamfenicol (generik) kapsul 250 mg, 500 mg.
Spesialite obat-obat kloramfenikol
NO GENERIK DAGANG PABRIK
1 Kloramfenicol Chloramex Dumex Alpharma ind
Colme Interbat
Colsancetine Sanbe
Kalmicetin Kalbefarma
Kemicetine Carloerba / Dankos
2 Tiamfenikol Biothicol Sanbe
Urfamycin Zambon
Thiamycin Interbat
Thiambiotic Prafa
5. Golongan Tetrasiklin
Antibiotik golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah klortetrasiklin yang dihasilkan oleh Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semi sintetis dari klortetrasiklin.
Tetrasiklin merupakan antibiotik dengan spektrum luas, bersifat bakteriostatik dan mekanisme kerjanya dengan jalan menghambat sintesa protein bakteri. Penggunaan saat ini semakin berkurang karena masalah resistensi.
Sifat kimia
Berwarna kuning, bersifat amfoter dan mudah terurai oleh cahaya menjadi anhidro dan epi tetrasiklin yang toksis untuk ginjal. Tetrasiklin yang telah mengalami penguraian mudah dilihat dari sediannya yang berwarna kuning tua sampai coklat tua. Tetrasiklin harus disimpan.di tempat yang kering, terlindung dari cahaya.
Dengan logam bervalensi 2 dan 3 (Ca, Mg, Fe ) membentuk kompleks yang inaktif, maka tetrasiklin tidak boleh diminum bersama dengan susu dan obat – obat antasida.
Penggunaan
Tetrasiklin banyak digunakan untuk mengobati bronchitis akut dan kronis, disentri amoeba, pneumonia, kolera, infeksi saluran empedu. Penggunaan lokal sering dipakai karena jarang menimbulkan sensitasi.
Efek samping:
• Mual, muntah-muntah ,diarre karena adanya perubahan pada flora usus.
• Mengendap pada jaringan tulang dan gigi yang sedang tumbuh (terikat pada kalsium) menyebabkan gigi menjadi bercak-bercak coklat dan mudah berlubang serta pertumbuhan tulang terganggu.
• Foto sensitasi
• Sakit kepala, vertigo
Peringatan / larangan :
• Tidak boleh diberikan pada anak-anak di bawah 8 tahun, ibu hamil dan menyusui
• Tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan fungsi hati.
Kontra indikasi
Penderita yang hipersensitiv terhadap tetrasiklin
Anggota golongan tetrasiklin yang lain :
• Klortetrasiklin, diberikan secara oral, parenteral, topikal, absorbsi dihambat oleh susu
• Oksitetrasiklkin (generik), cairan injeksi 50 mg/ vial : diberikan secara oral, parenteral, topikal, absorbsi dihambat oleh susu
• Doksisiklin, bersifat long akting, absorbsi tidak dihambat baik oleh makanan maupun susu
• Minosiklin, dianjurkan untuk meningitis, bronchitis dan jerawat. Pemberian secara oral.
Spesialite obat-obat golongan Tetrasiklin.
NO GENERIK NAMA DAGANG PABRIK
1 Tetrasiklin Dumocycline Dumex Alphara ind
Super Tetra Darya Varia
Tetra Sanbe Sanbe
2 Doxycycline Dotur Novartis Indonesia
Interdoxin Interbat
3 Oxytetracycline Teramycin Pfizer Indonesia.
4 Minosiklin Minocin Phaphros.
6. Golongan Makrolida
Kelompok antibiotik ini teridiri dari eritromisin dan spiramisin
a) Eritromisin.
Dihasilkan oleh Streptomyces erythreus. Berkhasiat sebagai bakteriostatik, dengan mekanisme kerja merintangi sintesis protein bakteri. Antibiotik ini tidak stabil dalam suasana asam (mudah terurai oleh asam lambung) dan kurang stabil pada suhu kamar. Untuk mencegah pengrusakan oleh asam lambung maka dibuat tablet salut selaput atau yang digunakan jenis esternya (stearat dan estolat) .
Karena memiliki spektrum antibakteri yang hampir sama dengan penisilin, maka obat ini digunakan sebagai alternatif pengobatan pengganti penisilin, bagi yang sensitif terhadap penisilin.
Sediaan : Erytromisin (generik) kapsul 250 mg, 500 mg, sirup kering 200 mg / 5 ml
b) Spiramisin
Spektrum kegiatannya sama dengan eritromisin, hanya lebih lemah. Keuntungannya adalah daya penetrasi ke jaringan mulut, tenggorokan dan saluran pernafasan lebih baik dari Eritromisin.
Sediaan : Spiramisin (generik) tabl. 250 mg, 500 mg.
Spesialite obat-obat golongan makrolida
NO GENERIK NAMA DAGANG PABRIK
1 Erytromisin Erysanbe Sanbe
Erythrocyn Abbot Indonesia
2 Spiramisin Rovamycine Rhone Poulenc Ind
Spiradan Dankos
3. Roxythromycin Rulid Hoechst
4 Azithromycin Zithromax Pfizer
Zycin Interbat
7. Golongan Rifampisin dan Asam Fusidat
a) Rifampisin
Antibiotik yang dihasilkan dari Streptomyces mediterranei. Berkhasiat bakteriostatik terhadap mikobakterium tuberculosa dan lepra. Penderita dengan pengobatan rifampisin perlu diberitahu bahwa obat ini dapat menyebabkan warna merah pada urin, dahak, keringat dan air mata, juga pemakai lensa kontak dapat menjadi merah permanen.
b) Asam fusidat
Dihasilkan oleh jamur antara lain Fusidum coccineum . Merupakan satu-satunya antibiotik dengan rumus steroid Aktifitasnya mirip penisilin tetapi lebih sempit. Berkhasiat bakteriostatik berdasarkan penghambatan sintesis protein bakteri. Khususnya dianjurkan pada radang sumsum tulang, biasanya obat ini dikombinasikan dengan eritromysin atau penisilin
Spesialite obat-obatan golongan Rifampisin dan Asam Fusidat
NO GENERIK NAMA DAGANG PABRIK
1 Rifampicin Kalrifam Kalbe Farma
Rifam Dexamedica
Rifamtibi Sanbe Farma
2 Asam fusidat Rucidin Leo Pharmaceutical
8. Golongan lain-lain
Kelompok ini terdiri dari :
• Linkomisin
• Klindamisin
Golongan Kuinolon
a) Linkomisin
Berasal dari Streptomyces lincolnensis, memiliki khasiat bakteriostatik terhadap gram positif dengan spektrum lebih sempit dari eritromisin. Merupakan obat pilihan ke kedua bagi kuman yang resisten terhadap penisilin khususnya pada radang tulang (osteomielitis)
b) Klindamisin
Merupakan derivat linkomisin. Sejak tahun 1981 digunakan sebagai lotion untuk pengobatan jerawat.
c) Golongan Kuinolon :
Obat golongan ini bekerja dengan jalan menghambat pembentukan DNA kuman. Golongan ini terdiri dari :
• Asam nalidiksat
• Ofloksasin
• Spirofloksasin
• Norfloksasin.
Interaksi golongan kuinolon, bila muncul tanda inflamasi atau nyeri pada tendon, maka pemakaian obat harus dihentikan dan tendon yang sakit harus diistirahatkan sampai gejala hilang.
(1) Asam Nalidiksat
Efektif untuk infeksi saluran kemih. Preparat : Asam nalidiksat (generik ) tablet 500 mg. Di Indonesia saat ini, juga beredar asam pipemidat
(2) Ofloksasin.
Digunakan untuk infeksi saluran kemih, saluran nafas bawah, gonorrhoe. Kontra indikasi : untuk pasien epilepsi, gangguan fungsi hati dan ginjal, wanita hamil/ menyusui.
Sediaan: Ofloksasin (generik) tabl 200 mg, 400 mg
(3) Siprofloksasin
Terutama aktif terhadap kuman gram negatif termasuk salmonella dan shygella. Meskipun aktif terhadap kuman gram positif seperti Str. pneumonia tapi bukan merupakan obat pilihan utama untuk Streptococcus pneumonia. Siprofloksasin terutama digunakan untuk infeksi saluran kemih, saluran cerna (termasuk Thypus abdominalis) dan gonorrhoe. Tidak dianjurkan untuk anak remaja yang sedang dalam pertumbuhan. Dapat menimbulkan tremor, gagal ginjal, sindrom Steven Johnson dan lain - lain. Hati-hati untuk pengendara karena dapat menurunkan kewaspadaan.
Sediaan: Ciprofloksasin (generik ) tablet 200 mg, kaptab 500 mg
(4) Norfloksasin
Indikasi : efektif untuk infeksi saluran kemih
Kontra Indikasi : dapat menimbulkan anorensia, depresi, ansietas dan lain – lain.
Perhatian : hati-hati pada pengendara karena dapat mengurangi kewaspadaan.
Sediaan Generik: -
Spesialite obat-obat golongan Kuinolon.
NO GENERIK DAGANG PABRIK
1 Ciproflokxacin Ciproxin Bayer
Baquinor Sanbe Farma
2 Ofloxacin Tarivid Kalbe/Daichi
3 Lincomycin Lincocin Up John
4 Nalidixic Acid Negram Sanofi
B. SULFONAMIDA
Pengertian
Sulfonamida merupakan kelompok kemoterapi dengan rumus dasar :
Adalah anti mikroba yang digunakan secara sistemis maupun topikal untuk beberapa penyakit infeksi. Sebelum ditemukan antibiotik, sulfa merupakan kemoterapi yang utama, tetapi kemudian penggunaannya terdesak oleh antibiotik. Pertengahan tahun 1970 penemuan preparat kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol yang bersifat potensiasi, meningkatkan kembali penggunaan sulfonamida.
Selain sebagai kemoterapi derivat sulfonamida juga berguna sebagai diuretik dan anti diabetik oral (ADO).
Sulfa bersifat bakteriostatik luas terhadap banyak bakteri gram positif dan negatif. Mekanisme kerjanya berdasarkan antagonisme saingan antara PABA (Para Amino Benzoic Acid) yang rumus dasarnya mirip dengan rumus dasar sulfa :
Efek samping
Efek samping yang terpenting adalah kerusakan pada sel-sel darah yang berupa agranulositosis, anemia aplastis dan hemolitik. Efek samping yang lain ialah reaksi alergi dan gangguan pada saluran kemih dengan terjadinya kristal uria yaitu menghablurnya sulfa di dalam tubuli ginjal. Untuk menghindari terjadinya kristal uria, pada pengobatan dengan sulfa perlu :
• penambahan Na. bicarbonat untuk melarutkan senyawa yang mengkristal.
• minum air yang banyak (minimum 1,5 liter / hari)
• dengan membuat preparat kombinasi (trisufa) yang terdiri dari sulfadiazin, sulfamerazin, sulfamezatin.
Penggolongan
Berdasarkan efek yang dihasilkan sulfonamida dibagi menjadi 2, yaitu :
• Efek sistemis, contohnya kotrimoksazol, trisulfa
• Efek lokal, contohnya sulfacetamid
1. Trisulfa
Indikasi Infeksi oleh kuman gram pos dan neg yang peka terhadap obat ini misalnya infeksi saluran nafas dan saluran pencernaan.
Kontra indikasi Hipersensitiv terhadap obat ini kehamilan dan masa menyusui.
Efek samping Gangguan kulit, muntah, diare, kristal una dan gangguan darah
Sediaan Tablet 500 mg (generik)
Cara penyimpanan Dalam wadah tetutup baik, terlindung dari sinar.
2. Kotrimoksazol
Kotrimoksazol merupakan kombinasi antara trimetroprim dan sulfametoksazol dengan perbandingan 1 : 5
Indikasi Antibakteri spectrum luas, infeksi saluran kemih, infeksi THT, bronkitis kronis, demam tifoid dan shigellosis
Kontra indikasi Hipersensitiv terhadap sulfa, gagal ginjal, gangguan fungsi hati yang berat
Perhatian Pada penggunaan jangka panjang perlu dilakukan hitung jenis sel darah, hindari penggunaan pada bayi di bawah 6 minggu.
Efek samping Gangguan darah, mual, muntah, ruam (termasuk sindrom Stevens – Johnson) reaksi allergi, diare dll.
Sediaan Cotrimoksazol (generik) Suspensi 240 mg/ 5 ml, Tablet 480 mg
Cara penyimpanan Wadah kedap udara, terlindung dari sinar
3. Sulfacetamid
Adalah golongan sulfonamida yang digunakan dalam salep dan tetes mata.
Spesialite Obat-obat Sulfonamida
NO GENERIK DAGANG PABRIK
1 Sulfadiazin+Sulfamerazin Trisulfa Kimia Farma
Sulfamezatin Indo Farma
2 Sulfacetamida Natrium Albucid Nicholas
3 Cotrimoksazole Bactrim Roche
(Trimetoprim+ Sulfamethoxazole) Bactricid
C. ANTI PARASITIK
1. Anti Malaria
Pengertian
Anti malaria adalah obat-obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel tunggal (protozoa) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang menggigit pada malam hari dengan posisi menjungkit.
Siklus hidup parasit malaria berawal ketika seekor nyamuk betina menggigit penderita malaria. Nyamuk mengisap darah yang mengandung parasit malaria, yang selanjutnya akan berpindah ke dalam kelenjar liur nyamuk. Jika nyamuk ini kembali menggigit manusia, maka parasit akan ditularkan melalui air liurnya. Di dalam tubuh manusia, parasit masuk ke dalam hati dan berkembangbiak.
Pematangan parasit berlangsung selama 2-4 minggu, setelah itu mereka akan meninggalkan hati dan menyusup ke dalam sel darah merah. Parasit berkembangbiak di dalam sel darah merah dan pada akhirnya menyebabkan sel yang terinfeksi ini pecah.
Ciri-ciri penyakit malaria adalah :
• demam berkala, disertai menggigil
• nyeri kepala dan nyeri otot
• hati membesar, sehingga timbul rasa mual dan muntah
• anemia
Penyebab penyakit malaria
Terdapat 4 spesies parasit malaria:
• Plasmodium vivax
• Plasmodium ovale
• Plasmodium falciparum
• Plasmodium malariae,
yang kesemuanya bisa menginfeksi manusia dan menyebabkan malaria. P. falciparum merupakan penyebab infeksi terbanyak dan paling berbahaya.
Ada 3 jenis penyakit malaria yaitu :
a. Malaria tropika.
Penyebabnya Plasmodium falcifarum dengan gejala : serangan demam tidak menentu disertai nyeri kepala hebat, bila terjadi kerusakan eritrosit dalam jumlah besar dan kemudian menyumbat pembuluh kapiler ke otak maka dapat menimbulkan kematian dalam beberapa hari. Sifat penyakit ini tidak residif (dapat sembuh total, tidak berulang kambuh)
b. Malaria tertiana
Penyebabnya Plasmodium vivax dan ovale
Dengan gejala : demam berkala yang timbul 3 hari sekali
Sifat penyakit : sering kambuh (residitif) karena adanya bentuk exo eritrocyt sekunder.
c. Malaria kwartana
Penyebabnya Plasmodium malariae
Dengan gejala : demam berkala setiap 4 hari sekali
Sifat penyakit : residitif (sering kambuh) karena adanya bentuk exo eritrosit sekunder.
Penggolongan obat malaria
a) Obat-obat pencegah / profilaktik
Untuk perlindungan terhadap gigitan nyamuk (kloroquin, meflokuin) sebenarnya yang terpenting adalah perlindungan pribadi terhadap gigitan nyamuk. Kelambu yang telah diimpregnasi dengan permetrin dapat mencegah berbagai gigitan nyamuk, begitu juga anti nyamuk bakar, anti nyamuk listrik, anti nyamuk semprot.
Formula Dietiltoluamid (DEET) dalam lotio, roll on dan semprot sangat efektif dan tidak berbahaya jika digunakan pada kulit, tetapi efek perlindungannya hanya beberapa jam saja
b) Obat-obat penyembuh / pencegah demam = kurativum
Contohnya kina, kloroquin, pirimethamin, meflokuin, halofantrin)
c) Obat-obat pencegah kambuh. Contohnya primakuin
d) Obat – obat pembunuh gametosid
(1) Klorokuin
Malaria yang disebabkan plasmodium falciparum sudah resisten terhadap kloroquin hampir diseluruh bagian dunia. Di Papua Nugini dilaporkan plasmodium vivax juga resisten terhadap kloroquin.
Indikasi Obat terpilih untuk pengobatan malaria ringan (yang disebabkan plasmodium vivax), profilaksis/ pencegahan malaria di daerah dengan kemungkinan resistensi kloroquin masih rendah, digunakan juga bersama proguanil bila terdapat malaria falsiparum yang resisten terhadap klorokuin, diindikasikan juga untuk arthritis rheumatoid dan lupus eritematosus
Kontra indikasi Penderita gangguan fungsi hati / ginjal, kehamilan, gangguan neurologis (hindari untuk pasien epilepsi).
Efek samping gangguan saluran cerna, sakit kepala, kejang, gangguan penglihatan, over dosis, sangat toksis
Sediaan Klorokuin (generik) tablet 100 mg, 150 mg
Cara penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari sinar dan kelembaban.
(2) Halofantrin
Digunakan untuk pengobatan malaria falsifarum, tetapi sekarang jarang digunakan. Tidak boleh digunakan untuk malaria ringan, juga bila meflokuin sudah digunakan untuk profilaksis.
(3) Meflokuin
Digunakan untuk profilaksis malaria di daerah endemis malaria falsifarum yang resisten terhadap kloroquin. Efektif terhadap malaria ringan, tapi tidak dianjurkan, kecuali yang telah resisten terhadap Kloroquin
Indikasi Kemoprofilaksis malaria, pengobatan malaria falsiparum (lihat atas)
Kontra indikasi Hindari penggunaan pada wanita hamil (efek teratogenik pada hewan percobaan), hindari kehamilan sampai 3 bulan menyusui, depresi, riwayat epilepsi.
Efek samping Mual, muntah, diare sakit perut, pusing, gangguan keseimbangan.
Sediaan generik -
(4) Primaquin.
Indikasi Pengobatan radikal malaria Vivax atau ovale, pengobatan kambuhnya malaria lain dengan siklus ekso eritrosit sekunder.
Kontra indikasi Penyakit yang berkaitan dengan granulositopenia (artritis rematoid, lupus eritematosus), kehamilan, menyusui, anak di bawah 4 tahun
Efek samping Mual, muntah, sakit perut. anemia hemolitik
Sediaan Primaquin (generik) tablet 15 mg
Cara penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari sinar dan kelembaban.
(5) Pirimetamin.
Indikasi Pengobatan malaria falsiparum, dan dapat digunakan bersama atau sesudah kinina. Pirimetamin tidak boleh digunakan tersendiri, harus digunakan bersama sulfadoksin atau dapson
Kontra indikasi Gangguan fungsi hati/ ginjal, wanita hamil, menyusui.
Efek samping Depresi sistem hematopoesis, dosis besardapat menyebabkan ruam kulit, insomnia.
Sediaan Pirimetamin (generik) tablet 25 mg.
Pirimetamin + Sulfadoksin (generik) tabl S-doksin 300mg + pirimetamin 25 mg
Cara Penyimpanan Wadah kedap udara, terlindung terhadap sinar.
(6) Kina
Merupakan obat malaria tertua dari alkaloid pohon Cinchona succirubra.
Indikasi Pengobatan malaria falsiparum
Kontra indikasi Hemoglobin uria, neuritis optik
Efek samping Sakit kepala, telinga berdenging, gangguan keseimbangan, penglihatan kabur, mual, muntah, ruam kulit, gangguan darah, karena diyakini berkhasiat oksitosik maka banyak disalahgunakan untuk abortus, juga berkhasiat analgetik-antipiretik
Sediaan Kina (generik) tabl 200 mg
Kuinin dihidroklorida (generik) cairan injeksi 25 %
Cara penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari sinar.
Spesialite Obat-obat Malaria:
NO GENERIK dan LATIN DAGANG PABRIK
1 Klorokuin Nivaquine Rhone Poulenc
Chloroquinum Riboquin Dexa medica
Resochin Bayer
2 Sulfadoxin+Pyrimetamin Fansidar Roche
Suldox Dumex
3 Kinin Sulfat
(Quinini Sulfas) Tablet Kina Kimia Farma
4 Eukinin/
Kinin Etil Karbonat Euchinin Kimia Farma
5 Meflokuin Malacid Dexa medica
2 . Anti Amuba
Pengertian
Adalah obat-obat yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh mikro organisme bersel tunggal (protozoa) yaitu Entamoeba histolytica yang dikenal dengan dysentri amuba.
Penyakit yang disebabkan amuba umumnya menyerang usus. Dengan gejala diare berlendir dan darah disertai kejang-kejang dan nyeri perut, serta mulas pada waktu buang air besar.
Bila pengobatannya tidak tepat penyakit ini dapat menjalar ke organ-organ lain khususnya hati dan menyebabkan amubiasis hati yang berciri radang hati (hepatitis amuba)
Bentuk amuba dan cara penularannya :
• Bentuk kista merupakan bentuk yang tidak aktif dari amuba yang memiliki membran pelindung yang ulet dan tahan getah lambung.
• Bentuk minuta (kecil)
Bila makanan yang terinfeksi oleh kista amuba masuk ke usus manusia, kista akan pecah dan berkembang menjadi bentuk aktif yang disebut tropozoit, memperbanyak diri dengan pembelahan dan hidup dari bakteri-bakteri yang ada di usus, akibatnya terjadi luka-luka kecil pada mukosa usus sehingga menimbulkan kejang perut, diare berlendir dan berdarah.
• Bentuk Histolitika
Pada kasus tertentu tropozoid melewati dinding usus, berkembang menjadi 2 kali lebih besar, lalu menerobos ke organ-organ lain (jantung, paru-paru, otak khususnya hati) di sini tropozoid - tropozoid ini hidup dari eritrosit dan sel-sel jaringan yang dilarutkan olehnya dengan jalan fagositosis sehingga jaringan yang ditempatinya akan mati (nekrosis).
Sebagian tropozoid ada yang menjadi kista, akan keluar bersama tinja penderita, dengan perantaraan lalat, tangan yang kotor atau makanan dapat masuk lagi ke tubuh manusia yang lain
Penggolongan obat
Dibagi menjadi dua golongan besar yaitu:
1. Obat amubiasid kontak, meliputi senyawa-senyawa metronidazol dan tinidazol, antibiotika antara lain tetrasiklin dan golongan aminoglikosida.
2. Obat amubiasid jaringan, meliputi senyawa nitro-imidazol (metronidazol tinidasol) yang berkhasiat terhadap bentuk histolitika di dinding usus dan jaringan-jaringan lain. Obat golongan ini merupakan obat pilihan dalam kasus amubiasis. Bila metronidazol dan tinidazol tidak efectif dapat digunakan dihidroemetin.
Obat generik, indikasi, kontra indikasi dan efek samping
Metronidazol
Indikasi Infeksi amuba (amubiasis intestinalis, dan abses amuba hepar) juga infeksi oleh trikomonas.
Kontra indikasi Hipersensitif, hindarkan penggunaan dosis
besar pada wanita hamil dan menyusui
Efek samping Mual, muntah, gangguan pengecapan, vertigo, ngantuk dan reaksi kulit seperti ruam urtikaria, urin berwarna gelap.
Sediaan Tablet metronidazol (generik) 250 dan
500 mg , tablet vaginal 500 mg.
Cara Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari sinar. Vaginal tablet harus ditaruh ditempat sejuk
Spesialite obat-obat anti amuba :
NO GENERIK dan LATIN DAGANG PABRIK
1 Kloroquin Fosfat Resochin Bayer
(Chloroquinini Phosphas Nivaquin Rhone P
2 Metronidazol Corsagyl Corsa
(Metronidazolum DOEN) Flagyl Rhone P
3 Tinidazol Fasigyn Pfizer
4 Nimorazol Naxogin Pfizer
5 Secnidazol Sentyl Sunthi Sempuri
Flagentyl Rhone P
3. Anti Cacing
Pengertian
Anthelmetika atau obat-obat anti cacing adalah obat-obat yang dapat memusnahkan cacing parasit yang ada dalam tubuh manusia dan hewan.
Infeksi oleh cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar di dunia, di Indonesia termasuk penyakit rakyat yang umum dan sampai saat ini diperkirakan masih cukup banyak anak-anak di Indonesia yang menderita infeksi cacing sehingga pemerintah perlu mencanangkan pemberantasan cacing secara masal dengan pemberian obat cacing kepada seluruh siswa sekolah dasar pada momen-momen tertentu.
Penularan penyakit cacing umumnya terjadi melalui mulut, meskipun ada juga yang melalui luka dikulit. Larva dan telur cacing ada di mana-mana di atas tanah, terutama bila sistim pembuangan kotoran belum memenuhi syarat-syarat hygiene. Gejala penyakit cacing sering kali tidak nyata. Umumnya merupakan gangguan lambung usus seperti mulas, kejang-kejang kehilangan nafsu makanan pucat (anemia) dan lain – lain.
Pencegahannya sebenarnya mudah sekali yaitu :
• Menjaga kebersihan baik tubuh maupun makanan
• Mengkomsumsi makanan yang telah di masak dengan benar (daging, ikan dll)
• Mencuci tangan sebelum makanan.
Penggolongan.
Obat cacing digolongkan berdasarkan khasiatnya terhadap jenis cacing yang menginfeksi.
a) Cacing kremi (Oxyuris vermicularis)
Termasuk golongan cacing bulat, masa hidup cacing dewasa tidak lebih dari 6 minggu. Cacing betina menempatkan telurnya disekitar anus pada malam hari sehingga menyebabkan rasa gatal.
Dengan garukan, telur cacing akan pindah ke tangan dan dapat tertelan kembali .Cara penularan yang demikian disebut reauto infeksi. Obat yang sesuai adalah mebendazol (obat pilihan untuk semua pasien di atas 2 tahun) dan piperazin.
b) Cacing gelang (Ascaris lumbricoides)
Termasuk cacing bulat yang dapat mencapai ukuran cukup besar dan cukup berbahaya karena dapat keluar dari usus, menjalar ke organ-organ lain bila tidak diobat dengan tepat. Obat pilihan yang paling efectif adalah levamisol.
c) Cacing pita (Taenia saginata/Taenia solium/Taenia lata)
Merupakan cacing pipih beruas-ruas, yang penularannya lewat daging yang mengandung telur cacing pita karena kurang lama dimasak.Taenia saginata terdapat dalam daging sapi, Taenia solium terdapat dalam daging babi, Taenia lata terdapat dalam daging ikan.
Taenia sulit dibasmi karena kepala cacing yang memiliki semacam alat hisap terhunjam dalam selaput lendir usus sehingga sulit kontak dengan obat dan segmen – segmen (bagian tubuh cacing) yang telah rusak karena obat, dapat dilepaskan dan cacing kemudian membuat segmen-segmen baru. Gejala yang tampak disamping gangguan lambung usus adalah anemia .Obat yang paling banyak digunakan untuk cacing pita adalah niklosamid dan prazikuantel.
d) Cacing tambang (Ankylostoma duodenale dan Necator Americanus)
Adalah dua macam cacing tambang yang menginfeksi manusia, penularannya melalui Larva yang masuk ke dalam kulit kaki yang terluka cacing tambang hidup pada usus halus bagian atas dan menghisap darah pada tempat dia menempelkan dirinya di mukosa usus. Seperti cacing pita, cacing ini menyebabkan anemia karena defisiensi besi. Pengobatan: mencakup pembasmian cacing sekaligus pengobatan anemia. Mebendazol merupakan pilihan karena memiliki Spectrum luas dan efektif terhadap cacing tambang.
e) Filaria
Ditularkan oleh Larva microfilaria dari cacing Wuchereria bancrofti dan Brugia malay melalui gigitan nyamuk culex. Microfilaria dari cacing akan membendung getah bening pada kaki dan daerah sekitar kandung kemih sehingga mengakibatkan daerah yang diserang menjadi bengkak dan besar sehingga keadaan ini disebut elephantiasis.
f) Schistosoma
Adalah sebangsa cacing halus yang ditularkan oleh larva yang disebut myracidium melalui kulit atau siput yang dimakan manusia. Schistosoma hematobium dewasa hidup dalam vena saluran kemih sedangkan Schistosoma mansonii hidup di vena kolon. Schistosoma japonicum tersebar lebih luas dalam saluran cerna dan sistem porta. Gejala penyakit tergantung pada tempat yang terinfeksi , bisa gatal – gatal, kulit kemerahan, diare berlendir, hematuria dan lain – lain. Obat pilihan Frazikuantel efektif terhadap semua jenis schistosoma.
g) Cacing benang (Strongiloides stercularis)
Ditularkan melalui kulit oleh larva yang berbentuk benang dan hidup dalam usus. Larva yang dihasilkan dapat menembus dinding usus dan menyusup ke jaringan, menimbulkan siklus auto infeksi. Obat pilihan : Tiabendazol, obat alternatif : albendazol. Invermectin merupakan obat alternatif yang paling efektif untuk infeksi kronis.
Obat generik, indikasi, kontra indikasi dan efek samping
1. Mebendazol
Indikasi Infeksi tunggal maupun campuran yang disebabkan cacing kremi, cacing tambang, cacing gelang, cacing cambuk.
Kontra indikasi Kehamilan (efek teratogenik) dan ibu menyusui
Efek samping Kadang-kadang sakit perut, diare, reaksi hipersensitiv
Peringatan Tidak dianjurkan untuk anak di bawah 2 tahun, kadang-kadang cacing askaris akan bermigrasi keluar melalui hidung/ mulut selama pengobatan terutama pada anak dengan infeksi berat.
Sediaan Mebendazol (generik) tabl. 100 mg
2. Piperazin
Indikasi Cacing kremi dan cacing gelang
Kontra indikasi Gangguan fungsi ginjal, epilepsi,kehamilan
Efek samping Mual, muntah, kolik, diare
Peringatan Tidak dianjurkan dipakai terus menerus pada anak-anak (nefrotoksik)
Sediaan Piperazin (generik) Sirup 1 gr/ 5 ml,
Tablet 300 mg, 500 mg
Cara Penyimpanan Wadah kedap udara, terlindung dari sinar
3. Pyrantel pamoat
Indikasi Infeksi tunggal/ campuran cacing gelang, cacing kremi, cacing tambang. Obat pilihan untuk cacing gelang dan kremi
Kontra indikasi -
Efek samping Sangat jarang (sakit kepala, insomnia, mual, muntah, ruam kulit)
Peringatan Tidak untuk anak di bawah 2 tahun
Sediaan Pyrantel Pamoat (generik)tablet 365 mg Suspensi 115 mg/5 ml
Cara Penyimpanan Terlindung dari sinar.
4. Dietil karbamazin
Indikasi Filariasis
Kontra indikasi Penyakit hati, ginjal yang berat, kehamilan
Efek samping Menyebabkan kambuhnya malaria, sakit kepala, pusing, mual,muntah.
Sediaan Dietil karbamazin (generik) tabl. 1000 mg
Cara Penyimpanan Wadah kedap udara (hidroskopis)
5. Albendazol
Indikasi Terapi tambahan (sesudah operasi) untuk kista hidatid atau obat primer strongiloides
Kontra indikasi Kehamilan
Efek samping Gangguan saluran cerna, sakit kepala, gangguan darah.
Sediaan Albenazol (generik) tabl. 200 mg
Spesialite obat-obat anti cacing:
NO GENERIK dan LATIN DAGANG PABRIK
1 Piperazin (Piperazinum) Piperacyl Bode
Upixon Bayer
2 Mebendazol (Mebendazolum) Vermox Janssen
3 Pirantel Pamoat
(Pyranteli Pamoas) Combantrin Pfizer
4 Levamizol HCl Ascaridil Janssen
5 Oxantel Pamoate+Pyrantel Pamoate Quantrel Pfizer
6 Dietil karbamazin Filarzan Mecosin
7 Albendazol Helben Mecosin
4. Anti jamur (fungistatika)
Adalah obat-obat yang digunakan untuk menghilangkan infeksi yang disebabkan oleh jamur. Infeksi oleh jamur dapat terjadi pada :
• Kulit oleh dermatofit (jamur yang hidup di atas kulit)
• Selaput lendir mulut, bronchi, usus dan vagina oleh sejenis ragi yang disebut candida albicans.
Salah satu sebab meluasnya infeksi oleh fungi ialah meningkatnya pemakaian antibiotik spektrum luas atau pemakaian kortikosteroid yang kurang tepat. Faktor hygiene juga sangat mempengaruhi penyebaran infeksi oleh fungi. Infeksi jamur sering berkaitan dengan gangguan daya tahan tubuh, bila daya tahan tubuh turun, maka pengobatan jamur sering mengalami kegagalan.
Penggolongan
1. Antibiotika (griseofulvin, amfoterisin, nistatin)
2. Asam-asam organik (asam salisilat, asam benzoat, asam undesilinat)
3. Derivat imidazol (ketokonazol, klotrimazol, mikonazol)
Obat genetik, indikasi, kontra indikasi efek samping.
1. Griseofulvin
Dihasilkan oleh Penisillium griseofulvinum, berkhasiat fungistatik pada penggunaan oral terhadap banyak dermatofit., efektif untuk mengobati infeksi kulit dan kuku yang menahun, penyembuhan berlangsung sangat perlahan.
Indikasi Infeksi dermatofitosis kulit, kulit kepala, rambut dan kuku bila terapi topikal gagal
Kontra indikasi Gangguan fungsi hati, kehamilan
Efek samping Sakit kepala, mual, muntah
Sediaan Griseofulvin (generik) tablet 125 mg
2. Nistatin.
Berasal dari streptomyces moursei
Indikasi Kandidiasis (stomatitis, sariawan pada mulut, vaginitis pada vagina)
Kontra indikasi -
Efek samping Mual, muntah diare (diberikan peroral), iritasi lokal pada pemakaian topikal.
Sediaan Nistatin (generik) tabl 500.000 UI
Cara penyimpanan Wadah kedap udara, suhu dibawah 5C, terlindung dari sinar.
3. Amfoterisin B
Dihasilkan oleh Streptomyces nodosus
Indikasi Kandidiasis intestinal
Kontra indikasi -
Efek samping
Sediaan (generik)-
4. Asam Salisilat
Asam organik berkasiat fungsisida, dalam salep konsentrasi 3-6 % juga bersifat keratolitik (melarutkan lapisan tanduk kulit, konsentrasi 5-10%)
5. Mikonazol
Merupakan derivat imidazol dengan kasiat fungisid kuat
Indikasi Terapi topikal tinea pedis, kandidiasis kulit.
Kontra indikasi Hipersesitivitas.
Efek samping Rasa terbakar, kemerahan. Bila efek samping sangat mengganggu pemakaian harus dihentikan.
Sediaan Mikonazole nitrat (generik), krim, serbuk warna putih.
Cara penyimpanan Pada suhu 15-30oC ,wadah kedap udara
6. Ketokonazol
Indikasi Kandidiasis mukosa resisten yang kronis, mukosa saluran cerna, kandidiasis vaginal, infeksi dermatofit pada kulit atau kuku tangan.
Kontra indikasi Gangguan hati, kehamilan dan menyusui
Efek samping Mual, muntah nyeri perut,sakit kepala, ruam,urtikaria, pruritus.
Sediaan Ketokonazol (generik) tablet 200mg
Spesialite obat-obat anti jamur
NO GENERIK dan LATIN DAGANG PABRIK
1 Amfoterisin Amphotec Astra Zeneca Indonesia
Fungizone Squibb Indonesia
2 Nistatin/Nursein Candistatin Pharos
(Nystatinum DOEN) Flagystatin Rhone Poulenc
Mycostatin Squibb Indonesia.
3 Ketokonazol Mycoral Kalbe farma
(Ketoconazolum DOEN) Nizoral Johnson & Johnson Ind
4 Griseofulvin/Fulvicin Fulcin Zeneca
(Griseofulvinum) Grivin Phapros
5 Clotrimazole Canesten Bayer
Canesten UT
Canesten SD
6 Miconazole Daktarin Janssen
Mexoderm Konimex
7 Itraconazole Sporanox Janssen
D. ANTI VIRUS (virustatika)
Virus (dalam bahasa latin dan sanskerta : visham = racun) merupakan mikro-organisme hidup yang terkecil, dengan ukuran antara 20 dan 300 mikron. Di luar tubuh manusia kerap kali virus berbentuk seperti kristal tanpa tanda hidup, sangat ulet yaitu tahan asam dan basa, serta tahan suhu-suhu rendah dan tinggi sekali. Baru jika keadaan sekitarnya baik, seperti dalam tubuh manusia atau hewan, kristal tersebut bernyawa kembali dan memperbanyak diri.
Pengembangan obat anti virus baik sebagai pencegahan maupun terapi belum dapat mencapai hasil yang diinginkan, karena obat-obat anti virus selain menghambat dan membunuh virus, juga merusak se-sel hospes dimana virus berada.
Sejumlah obat anti virus sudah banyak dikembangkan tetapi hasilnya belum memadai karena toksisitasnya sangat tinggi. Hanya beberapa anti virus yang saat ini digunakan, antara lain idoksuridin pada penggunaan topikal dan herpes simplex conjungtivitis serta asiklovir.
Asiklovir
Obat ini berkhasiat terhadap herpes simplex dan herpes zoster, tanpa mengganggu fisiologi sel-sel tuan rumah. Aktivitasnya jauh lebih kuat dibandingkan virustatika lain.
Asiklovir aktif terhadap virus herpes tetapi tidak bisa memusnahkannya, dan hanya efektif bila digunakan pada awal penyakit.
Penggunaan asiklovir meliputi pengobatan sistemik dan topikal, termasuk herpes genitalis. Asiklovir dapat merupakan obat penyelamat untuk pasien herpes simpleks atau herpes zoster.
Efek samping pada penggunaan parenteral adalah tromboflebitis di tempat suntik, kadang-kadang mual, muntah, tremor dan kekacauan. Secara lokal terjadi rasa nyeri dan terbakar. Tidak bersifat karsinogen dan karsinogenik.
Idoksuridin (IDU)
Berkhasiat virustatik terhadap sejumlah virus kelompok DNA. Memiliki efek samping yang sangat toksis bagi hospes maka hanya digunakan secara lokal sebagai salep dan tetes mata.
Sediaan, Kontra Indikasi dan Efek Samping
1. Asiklovir
Indikasi Herpes simpleks dan varisella zoster
Kontra indikasi Gangguan fungsi ginjal, kehamilan dan menyusui
Efek samping Ruam kulit, gangguan saluran cerna, sakit kepala, gangguan neurologis.
Sediaan Acyclovir (generik), tabl 200mg,400mg
2. Idoksuridin (IDU)
Indikasi : terapi keratitis pada herpes simpleks secara topikal
Spesialite obat-obat anti virus
NO GENERIK dan LATIN DAGANG PABRIK
1 Asiklovir (Acyclovirum) Clinovir Pharos
Poviral Kalbe Farma
2 Methisoprinol Isoprinosine Darya Varia
E. ANTI NEOPLASTIKA (Sitostatika)
Pengertian kanker
Kanker atau karsinoma (Yunani = karkinos = kepiting) adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan bersifat ganas (maligne). Suatu kelompok sel dengan mendadak menjadi liar dan memperbanyak diri secara pesat dan tidak tertahankan serta mengakibatkan pembengkakan atau benjolan, yang disebut tumor atau neoplasma (neo = baru; plasma = bentukan). Sel-sel kanker ini menginfiltrasi ke dalam jaringan-jaringan sekitarnya dan memusnahkannya. Tumor setempat ini seringkali menyebarkan sel-selnya melaui saluran darah dan limfe ke tempat-tempat lain dari tubuh (metastasis), dimana berkembang neoplasma sekunder. Gejala umum dari penyakit-penyakit kanker adalah nyeri yang sangat hebat.
Jenis-jenis kanker yang paling sering terdapat adalah kanker kulit, tenggorokan, paru-paru, lambung-usus dan alat-alat kelamin. Begitu pula leukimia atau kanker darah, dimana produksi leukosit menjadi abnormal tinggi sedangkan eritrosit sangat berkurang.
Sebab-sebab kanker, menurut para ahli, lebih dari 80% dari semua tumor pada manusia diakibatkan oleh pengaruh zat-zat karsinogen
Pengobatan
Pengobatan kanker dikenal beberapa cara, antara lain:
1. Kemoterapi, yaitu pengobatan dengan menggunakan obat-obatan yang dapat menghambat atau membunuh sel-sel kanker.
2. Operasi / pembedahan, yaitu dengan mengangkat sel-sel kanker sehingga tidak terjadi perluasan daerah yang terkena kanker
3. Radiasi / penyinaran, yaitu dengan melakukan penyinaran pada daerah yang terdapat sel-sel kanker dengan menggunakan sinar radio aktif.
Efek Samping
Efek samping penggunaan obat-obatan neoplastika, adalah :
• Depresi sumsum tulang dengan gangguan darah dan berkurangnya sistem tangkis, yang memperbesar resiko infeksi kuman.
• Gangguan pada kantong rambut dengan rontoknya rambut atau alopesia.
• Pembentukan sel-sel darah terhambat
• Hiperurisemia
• Terganggunya fungsi reproduksi
Kombinasi dari dua atau lebih sitostatika kerapkali digunakan, yakni yang memiliki titik kerja di dalam sel yang berlainan, Dengan demikian daya kerjanya diperkuat dan terjadinya resistensi dapat dihindarkan.
Penggolongan
Berdasarkan mekanisme kerjanya, sitostatika dapat dibagi dalam beberapa golongan :
1. Zat – zat alkilasi
2. Antimetabolit
3. Antimitotika
4. Antibiotika
5. Serba - serbi
1) Zat-Zat Alkilasi
Yang terpenting adalah klormethin dan derivatnya, tiotepa dan busulfan. Obat-obat ini juga disebut radiomimetikam, karena kerjanya mirip dengan efek penyinaran dengan sinar-sinar ionisasi. Obat-obat ini terutama digunakan pada kanker korion, limfogranuloma dan leukimia.
a) Klormethin
Merupakan sitostatika pertama yang digunakan (1946) terhadap kanker limfogranuloma dan leukemia akut. Kerjanya pendek sekali karena dalam darah terurai dalam beberapa menit.
• Klorambusil
Adalah derivat klormertin dengan cincin aromatik, khasiat dan penggunaannya sama, tetapi dapat digunakan oral. Efek samping ringan.
• Siklofosfamid
Adalah derivat klormetin dengan cincin fosfat, yang baru aktif setelah dioksidasi di hati. Selain merusak sumsum tulang, seringkali mengakibatkan kerontokan rambut dan radang mukosa kandung kemih dengan perdarahan.
• Melfalan
Adalah derivat klormetin yang mengandung fenilalanin, kerjanya jauh lebih lama lebih kurang 6 jam. Banyak digunakan pada kanker sumsum tulang. Efek samping perintangan produksi megkaryocyt di sumsum tulang, yang membentuk pelat-pelat darah.
b) Thiotepa
Memiliki daerah indikasi yang lebih luas daripada derivat-derivat mustin, yaitu juga pada kanker yang sudah tersebar, maupun pada jenis-jenis kanker lain yang gagal pengobatannya dengan penyinaran.
c) Busulfan
Berkhasiat spesifik terhadap sumsum tulang, maka khusus digunakan pada leukemia kronis guna menekan produksi leukosit.
d) Lomustin
Mampu mengalkilasi dan menghambat berbagai proses di dalamsel. Karena sifatnya yang lipofil dan mudah melintasi sawar otak, maka obat ini merupakan obat pilihan pertama pada tumor otak.
2) Anti metabolit – anti metabolit
Obat-obat ini menggangu sintesis DNA dengan jalan antagonisme saingan metotreksat (MTX). Antagonis asam folat ini efektif sekali pada kanker korion, juga bila sudah terjadi metastatis.
Banyak digunakan pada leukemia akut guna memelihara remisi (perbaikan gejala-gejala)yang kurang dicapai dengan obat-obat lain, misalnya vinkristin bersama prednison. Juga digunakan untuk mengobati penyakit kulit bersisik (psoriasis) yang parah sebagai obat terakhir.
a) Merkaptopurin
Terutama digunakan pada leukemia akut pada anak-anak, juga dalam hal MTX atau zat-zat alkilasi tidak efektif lagi.
• Azathioprin
Dalam tubuh dirombak menjadi merkaptopurin. Banyak digunakan sebagai imunosupresivum pada transplantasi ginjal dan organ-organ lain guna memperkecil bahaya penolakan organ-organ baru oleh tubuh si penerima.
b) Fluorouracil
Digunakan pada tumor-tumor lambung, usus besar atau (kolon) dan poros usus (rektum). Efek samping sama dengan MTX.
• Sitarabin
Berkhasiat virustatik terhadap virus-virus DNA. Digunakan pada leukemia akut pada anak-anak.
3) Anti Mitotika
Zat ini mencegah pembelahan sel dengan merintangi pembelahan inti sel.
a) Vinblastin
Merupakan alkaloid tanaman Vinca rosea bersama derivatnya vindesin dan vinkristin. Terutama digunakan bila radioterapi atau sitostatika lainnya tidak efektif. Efek samping utama neuritis perifer, mual, muntah, rambut rontok dan obstipasi (sembelit karena kejang).
• Vindesin
Khasiat kurang lebih sama dengan vinblastin, tetapi kurang menekan sumsum tulang dan neurotoksis. Digunakan antara lain pada leukemia akut pada anak-anak dan pada kanker buah dada.
• Vinkristin
Digunakan pada leukemia akut pada anak-anak, umumnya dikombinasikan dengan obat lain, misalnya merkaptopurin dan prednison. Efek samping sama dengan vinblastin, polineuritis lebih cepat terjadi dan terapi harus segera ditunda hingga gejala - gejala lenyap. Depresi sumsum tulang praktis tidak terjadi.
b) Podofilin
Damar ini diperoleh dari akar tanaman Podophyllum peltatum yang antara lain mengandung zat antimitotik podolifotoksin. Dua glikosida semisintetisnya adalah teniposida dan etoposida
• Teniposida
Digunakan pada limfoma Hodgkin, kanker otak dan kandung kemih.
• Etoposida
Dapat digunakan oral, digunakan antara lain pada kanker testis dan ovarium.
4) Antibiotika
Terutama digunakan pada kanker korion yang sudah metastasis, biasanya dikombinasikan dengan klorambusil dan MTX. Efek samping sama dengan sitostatika lain yakni gangguan darah, lambung-usus dan rambut rontok.
a) Mitomisin
Sangat toksis untuk sumsum tulang, maka pengawasan darah seksama harus dilakukan bila obat-obat lain tidak efektif.
b) Doksorubisin
Digunakan khusus pada leukemia akut dan limfogranouloma yang tidak dapat diobati dengan sitostatika lain, biasanya dengan vinkristin dan prednison.
• Daunorubisin
Merupakan derivat doksorubisin dengan khasiat dan efek samping yang sama. Urin dapat berwarna merah seperti doksorubisin.
5) Serba-serbi
Obat-obat lain yang digunakan pada kanker terdiri dari kortikosteroida, hormon kelamin, prokarbazin dan asparaginase.
a) Kortikosteroida
Hampir pada semua kombinasi obat pada terapi kanker mengandung prednison atau turunannya, karena efeknya langsung terhadap sel-sel kanker sendiri dan menghasilkan pengaruh yang baik seperti demam menurun, perasaan nyaman, tumor menjadi ringan, nafsu makan bertambah, dan sebagainya.
b) Hormon-hormon kelamin
Kerapkali digunakan dengan hasil yang baik, pada jenis-jenis kanker yang tergantung dari hormon, yang pertumbuhannya dapat dihambat oleh androgen atau estrogen, atau anti hormon, misalnya estrogen diberikan pada kanker prostat (guna meniadakan efek hormon pria). Androgen diberikan pada kanker payudara.
c) Prokarbazin
Dianjurkan sebagai obat pilihan kedua pada limfogranuloma, dalam kombinasi dengan klormethin, vinkristin dan prednison.
d) L-Asparaginase
Enzim ini diperoleh dari pembiakan bakteri E.coli. Pada leukemia tertentu sel-sel kanker tidak dapat membentuk 1-asparagin yang diperlukannya untuk sintesis proteinnya. Maka zat ini menggunakan asparagin tersebut sehingga sel-sel kanker terhenti perkembangannya. Efek samping mual, muntah, gangguan SSP dan hati, alergi. Hanya digunakan pada leukemia akut dan sebagai obat pilihan kedua.
e) Cisplatin
Terutama digunakan pada kanker testis dalam kombinasi dengan vinkristin dan bleomisin, serta pada kanker ovarium.
f) Interferon
Daya sitostatiknya telah dibuktikan untuk beberapa bentuk kanker. Selain itu juga berdaya anti virus dan dianjurkan sebagai pencegah influensa sampai 24 jam sesudah terjadinya infeksi.
Spesialite obat-obat sitostatika.
NO GENERIK dan LATIN DAGANG PABRIK
1 Dokosorubisin Hidroklorida Adiamycin RD Carlo Erba
(Doxorubici Hydrochloridum)
2 Fluorourasil Adrucil Carlo Erba
(Fluorouracilum)
3 Bleomisin Sulfat Bleocin Kalbe Farma
(Bleomicini Sulfas)
4 Sisflatin(Cisflatinum) Cisplatin Kalbe Farma
5 Siklofosfamida Endoxan Asta
(Cyclophosphamidum
6 Metotreksat
(Methotrexatum) Farmitrexat Carlo Erba
7 Sitarabin (Cytarabin) Erbabin Kalbe Farma
8 Vinkristin Sulfat Krebin Kalbe Farma
(Vincristini Sulfas)
9 Vinblastin Sulfat Vinblastine Sulphate DBL Tempo Scan Pasific
(Vinblastini Sulfas)
F. LAIN-LAIN
1. Anti Tuberkulosis (TBC)
Pengertian:
Anti tuberculosis adalah obat-obat atau kombinasi obat yang diberikan dalam jangka waktu tertentu untuk mengobati penderita tuberkulosis.
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis, yang pada umumnya dimulai dengan membentuk benjolan-benjolan kecil di paru-paru dan ditularkan lewat organ pernafasan. Kuman TBC pertama kali ditemukan oleh dr Roberet Koch (1882).
Selain paru-paru, organ tubuh lain yang dapat dijangkiti kuman TBC adalah tulang, ginjal, kulit dan otak. Sampai saat ini di Indonesia penyakit TBC masih merupakan penyakit rakyat yang banyak mengambil korban, hal ini disebabkan:
• Masih kurangnya kesadaran untuk hidup sehat.
• Perumahan yang tidak memenuhi syarat.(ventilasi dan masuknya cahaya matahari)
• Kebersihan/hygiene
• Kurang gizi/gizi tidak baik.
Penularan kuman TBC dapat melalui:
• Saluran pernafasan (sebaiknya penderita menutup mulut dengan sapu tangan ketika batuk atau bersin.
• Lewat makanan dan minuman
Penularan TBC dapat dihindari dengan cara menggunakan desinfektan pada sapu tangan atau barang-barang yang digunakan, dan mengusahakan agar ruangan tempat penderita mempunyai ventilasi yang baik.
Cara pencegahan TBC adalah dengan memberikan vaksinasi sedini mungkin pada bayi-bayi yang baru lahir. Vaksin yang digunakan adalah vaksin BCG (Basil Calmette Guerin). Untuk menentukan seseorang terinfeksi oleh basil TBC atau tidak biasanya dilakukan dengan reaksi Mantoux , yaitu penyuntikan yang dilakukan dilengan atas dengan tuberkulin (filtrat dari pembiakan basil TBC). Bila ditempat penyuntikan tidak timbul bengkak merah berarti orang tersebut tidak terinfeksi TBC.
Pengobatan
Sebelum ditemukan obat-obat yang dapat memusnahkan penyebab penyakit, bentuk pengobatan terbatas pada terapi simptomatis seperti mengurangi batuk dan menghilangkan demam, istirahat total di sanatorium dan diet makanan bergizi yang kaya lemak dan vitamin A.
Obat TBC yang pertama kali ditemukan adalah streptomisin, disusul kemudian dengan PAS dan INH. Sampai tahun 1970-an kombinasi standar untuk pengobatan TBC menggunakan ketiga obat di atas. Sesudah tahun 1970 kombinasi standar untuk TBC menjadi INH, ethambutol dan rifampisin.
Dengan pengobatan modern, setelah 4 sampai 6 minggu pasien bebas bermasyarakat seperti biasa karena tidak lagi menularkan kuman TBC. Basil TBC terkenal sangat ulet dan sulit ditembus zat kimia (obat) karena dinding sel bakteri mengandung banyak lemak dan lilin (wax), sehingga pengobatan TBC memerlukan periode waktu yang cukup lama .
Tujuan pengobatan kombinasi :
• Mencegah resistensi
• Praktis karena dapat diberikan sebagai dosis tunggal.
• Mengurangi efek samping.
Obat generik, indikasi, kontra indikasi dan Efek samping
1. Rifampisin
Indikasi Pengobatan tuberkulosis, lepra,meningitis
Kontra indikasi Pasien kelainan hati, wanita hamil dan menyusui
Efek samping Mual,muntah, diare, pusing, ganguan penglihatan
Peringatan Perlu penerangan rifampisin menyebab-kan warna merah pada urin, tinja, liur, dahak keringat,dan air mata.
Sediaan Rifampisin (generik), kapsul 300mg, 450mg, kaptab 600mg
2. Ethambutol
Indikasi Tuberkulosis dengan kombinasi bersama obat lain
Kontra indikasi anak dibawah 6 thn, neuritis optik, gangguan visual.
Efek samping Neuritis optik, buta warna merah/hijau, neuritis perifer
Sediaan Etambutol (generik), tabl 250mg, 500mg
Cara penyimpanan Wadah kedap udara
3. Isoniazid
Indikasi Tuberkulosis, kombinasi dengan obat lain. Khasiat tuberkulostatik paling kuat dibanding obat lain.
Kontra indikasi Penyakit hati, gangguan fungsi ginjal
Efek samping Neuropati perifer (ganguan saraf dengan gejala kejang-kejang) yang dapat dicegah dengan pemberian pyridoxin (vitamin B6). INH kalau digunakan sebagai obat tunggal, resistensinya sangat cepat.
Sediaan INH (generik) , tabl 100mg,300mg
4. Pyrazinamid
Indikasi Tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain, khasiatnya diperkuat oleh isoniazida
Kontra indikasi Penderita ganguan hati
Efek samping Hepatotoksik (menimbulkan kerusakan hati) terutama pada dosis lebih dari 2 g/hari
Sediaan Pyrazinamide (generik), tbl 500mg)
Cara penyimpanan Wadah kedap udara terlindung dari sinar
Spesialite obat-obat TBC.
NO GENERIK dan LATIN DAGANG PABRIK
1 Isoniazid (Isoniazidum) INH Ciba Novartis Indonesia
Isonex Dumex
2 Rifampisin (Rifampicinum) Rifabiotic Bernofarm
Rifamtibi Sanbe
3 Pyrazinamid (Pyrazinamidum) Pezeta Novartis Indonesia
4 Ethambutol Cetabutol Soho
Kalbutol Kalbe farma
Etibi Rocella
5 Isoniazida+Vit B6 Pehadoxin Phapros
Inoxin Dexa Medica
6 INH+Vit B6+Ethambutol Intam 6 Rhone P
Meditam Medikon
Mycotambin-INH Forte UAP
7 Rifampicin+INH Rimetazid Biochemie
Ramicin-Iso Westmont
2. Anti Lepra (Leprostatika)
Lepra atau kusta adalah suatu infeksi kronis yang terutama merusak jaringan-jaringan saraf. Pembangkitnya Mycobacterium leprae ditemukan oleh dokter Norwegia Hansen (1873), memiliki sifat-sifat yang mirip dengan basil TBC, yaitu sangat ulet karena mengandung banyak lemak dan lilin yang sukar ditembusi obat, juga pertumbuhannya lambat sekali setelah waktu inkubasi yang lama, lebih kurang satu tahun.
Di Indonesia terdapat kurang lebih 100.000 pasien lepra yang diobati di sejumlah rumah sakit khusus (Leproseri) yang diawasi oleh Lembaga Kusta Departemen Kesehatan.
Pencegahan
Tes Lepromin adalah suatu injeksi intrakutan dari suspensi jaringan lepra dan digunakan untuk menetapkan apakah seseorang memiliki daya tangkis cukup terhadap lepra bentuk – L. Hasil tes negatif berarti orang tersebut sangat peka untuk infeksi dengan bentuk tersebut.
Pada tahun 1965 telah dibuktikan di Uganda, bahwa vaksinasi BCG memberikan perlindungan yang lumayan terhadap infeksi dengan bentuk – L.
Pengobatan
Sejak dahulu kala obat satu-satunya terhadap lepra adalah minyak kaulmogra, yang efektif untuk meredakan gejala-gejalanya tanpa menyembuhkan penyakit.
Pada tahun 1950 ditemukan dapson yang mampu menghentikan pertumbuhan basil lepra, yang kemudian lama-kelamaan akan dimusnahkan oleh sistem tangkis tubuh sendiri. Kemudian ditemukan leprostatika lain antara lain thiambutosin, klofazimin dan rifampisin.
WHO menganjurkan sebagai terapi pilihan pertama suatu kombinasi dari dapson dengan rifampisin atau klofazimin selama sekurang-kurangnya 6 bulan. Kemudian disusul dengan monoterapi dapson selama 5 – 7 tahun pada bentuk tuberkuloid, dan seumur hidup pada bentuk – L dan borderline.
Efek samping
Yang terpenting adalah reaksi lepra yaitu suatu reaksi alergi yang diakibatkan oleh basil mati yang berjumlah besar di dalam jaringan-jaringan. Gejala-gejala berupa demam tinggi, radang dan nyeri sendi, rasa lelah dan habis tenaga, khusus pada bentuk – L terjadi benjol-benjol merah kebiruan. Semula diduga bahwa reaksi-reaksi ini merupakan efek samping khusus dari dapson, tetapi kemudian ternyata dapat juga ditimbulkan oleh leprostatika lainnya kecuali klofazimin.
Untuk mengatasi gejala-gejala ini, obat lepra sering dikombinasi dengan asetosal atau sedativa, atau jika lebih hebat bisa diberikan zat supresif (penekan) seperti kortikosteroid. Obat lepra tidak boleh dihentikan atau dikurangi dosisnya berhubungan meningkatnya bahaya resistensi.
Obat generik, indikasi, kontra indikasi dan efek samping
1. Dapson : diaminodifenilsulfon (DDS) )
Rumus bangun obat ini mirip sulfonamida :
R-NH-C6H4-SO2-R.
Spektrum kerja kurang lebih sama, namun kegiatannya lebih kurang 10 kali lebih kuat, sekaligus lebih toksis.
Indikasi Leprostatik kuat berdasarkan persaingan terhadap PABA
Kontra indikasi -
Efek samping Sukar tidur dan anemia ringa, demikian pula agranulositosis.
Sediaan Dapson (generik) tabl 50mg,100mg.
Cara penyimpanan Terlindung dari sinar
Lama pengobatan Dapson tidak mematikan baksil lepra, maka meskipun gejala-gejala klulit dan luka-luka dalam beberapa bulan lenyap, kuman masih tetap berada dalam selaput lendir, kulit dan saraf. Karena itu terapi harus diteruskan hingga kuman lenyap sama sekali dari jaringan-jaringan tersebut untuk bentuk-T kurang lebih 3 tahun, dan untuk bentuk – L setelah kurang lebih 5 tahun
2. Rifampisin
Antibiotik ini merupakan obat satu-satunya yang bekerja leprosid terhadap basil lepra. Kerjanya lebih cepat dan efektif dari pada dapson. Dalam waktu 3-4 minggu bentuk – L yang ganas sudah menjadi tidak bersifat menular lagi. Resistensi dapat timbul dalam waktu singkat.
Indikasi, kontra indikasi dan efek samping (lihat anti TBC).
3. Klofazimin
Obat ini memiliki khasiat leprostatik yang sama kuatnya dengan dapson. Setelah pengobatan beberapa bulan sebagian besar basil di dalam mukosa dan kulit dimusnahkan, kecuali di tempat-tempat yang sulit, misalnya saraf dan otot-otot polos yang memerlukan waktu lebih lama. Sama dengan waktu yang diperlukan dapson untuk mengeluarkan seluruh kuman mati dari jaringan.
Klofazimin juga berkhasiat anti radang dan mencegah terjadinya benjol-benjol pada bentuk -L.
E.Samping : gatal-gatal dan kulit kering, juga gangguan lambung-usus, terjadi ,warna coklat kehitaman pada lesidan kulit yang terkena sinar mata hari, perubahan warna rambut dll.
Spesialite obat-obat anti lepra.
NO GENERIK dan LATIN DAGANG PABRIK
1 Diamino Difenil Sulfon (DDS) Dapson Indofarma
2 Clofazimine Lamprene Novartis
tgl 3 Maret 2010
Pengantar Farmakologi
Sejarah perkembangan obat
Kebanyakan obat yang digunakan di masa lampau adalah obat yang berasal dari tanaman. Secara empiris orang purba mendapatkan pengalaman dengan berbagai macam daun atau akar tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit. Pengetahuan dikembangkan secara turun-temurun, sehingga muncul pengobatan tradisional seperti halnya jamu di Indonesia.
Pada awalnya obat tradisional (jamu) di gunakan dalam bentuk rebusan atau ekstrak dengan aktivitas yang seringkali berbeda-beda bergantung pada asal tanaman dan cara pembuatannya. Hal ini dianggap kurang memuaskan, maka lambat laun para ahli mulai mencoba mengisolasi zat-zat aktif yang terkandung dalam tanaman, sehingga dihasilkan berbagai senyawa kimia berkhasiat obat, misalnya efedrin dari tanaman Ephedra vulgaris , atropin dari Atropa belladonna, morfin dari Papaver somniferium, digoksin dari Digitalis lanata, reserpin dari Rauwolfia serpentina, vinblastin dan vinkristin dari Vinca Rosea.
Pada permulaan abad XX obat mulai dibuat secara sintesis, misalnya asetosal, di susul kemudian dengan sejumlah zat-zat lainnya. Pendobrakan sejati baru tercapai dengan penemuan dan penggunaan obat-obat kemoterapeutik sulfanilamid (1935) dan penisillin (1940). Sejak tahun 1945 ilmu kimia, fisika, dan kedokteran berkembang dengan pesat dan hal ini menguntungkan sekali bagi penyelidikan yang sistematis dari obat-obat baru.
Penemuan-penemuan baru menghasilkan lebih dari 500 macam obat setiap tahunnya, sehingga obat-obat kuno semakin terdesak oleh obat-obat baru. Kebanyakan obat-obat yang kini digunakan di temukan sekitar 20 tahun yang lalu, sedangkan obat-obat kuno di tinggalkan dan diganti dengan obat modern tersebut.
Farmakologi
Farmakologi berasal dari bahasa Yunani (pharmacon = obat) dan logos = ilmu pengetahuan), sehingga berarti “ilmu pengetahuan tentang segala sesuatu mengenai obat”. famakologi mencakup pengetahuan tentang sejarah, sumber, sifat-sifat fisik dan kimiawi, cara pembuatan dan pencampuran, efek fisiologi dan biokimia, mekanisme kerja, absorbsi, distribusi, biotransformasi, eksresi, dan penggunaan obat. Oleh karena itu farmakologi merupakan ilmu pengetahuan yang sangat luas, dan berhubungan erat dengan berbagai disiplin ilmu lain seperti ilmu botani, ilmu kimia, fisiologi, patologi, dan lain-lain. Namun dengan berkembangnya pengetahuan, beberapa bidang ilmu tersebut telah berkembang menjadi cabang ilmu tersendiri.
Farmakognosi, mempelajari pengetahuan dan pengenalan obat yang berasal dari tanaman dan zat–zat aktifmya, begitu pula yang berasal dari mineral dan hewan. Pada zaman obat sintetis seperti sekarang ini, Pada dasawarsa terakhir peranan sebagai sumber untuk obat menjadi semakin penting. Banyak phytoterapeutika baru telah mulai digunakan lagi, misalnya tingtura echinaceae (penguat daya tangkis), ekstrak Ginkoa biloba (penguat memori), bawang putih (antikolesterol), tingtur hyperici (antidepresi) dan ekstrak feverfew (Chrysantemum parthenium) sebagai obat pencegah migrain.
Biofarmasi, mempelajari pengaruh formulasi obat terhadap efek terapeutiknya. Dengan kata lain dalam bentuk sediaan apa obat harus dibuat agar menghasilkan efek yang optimal. Ketersediaan hayati obat dalam tubuh untuk diabsopsi dan untuk melakukan efeknya juga dipelajari (farmaceutical dan biological availability). Begitu pula kesetaraan terapeutis dari sediaan yang mengandung zat aktif sama (therapeutic equivalance).
Farmakokinetika, mempelajari perjalanan obat di dalam tubuh, mulai dari penyrapan (absorpsi), penyebarannya (distrtibusi) ke tempat kerjanya dan jaringan lain, perombakannya (biotransformasi), dan pengeluarannya (ekskresi). Secara singkat farmakokinetika mempelajari segala sesuatu yang dilakukan oleh tubuh terhadap obat.
Farmakodinamika, mempelajari kegiatan obat terhadap organisme hidup terutama cara dan mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi, serta efek terapi yang ditimbulkannya. Secara singkat farmakodinamika mencakup semua efek yang dilakukan oleh obat terhadap tubuh.
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari efek toksik dari berbagai racun, zat kimia (termasuk obat) lainnya pada tubuh manusia. Terutama dipelajari cara diagnosis, pengobatan dan tindakan pencegahan terjadinya keracunan.
Farmakoterapi mempelajari penggunaan obat untuk mengobati penyakit atau gejalanya. Penggunaan ini berdasarkan atas pengetahuan tentang hubungan antara khasiat obat, sifat fisiologi atau mikrobiologinya dengan penyakit. Sedangkan Phytoterapi mempelajari penggunaan zat-zat dari tanaman untuk mengobati penyakit.
Obat
Obat dalam bahasa Inggeris disebut drug yang berasal dari bahasa Perancis drogue yang berarti “rempah kering”. Menurut SK MenKes No. 125/Kaab/B.VII/71, yang dimaksud dengan obat adalah suatu bahan atau paduan bahan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan, memperelok badan atau bagian tubuh manusia.
Obat – obat yang digunakan dalam terapi dapat dibagi menjadi tiga golongan sebagai berikut :
1. Obat farmakodinamis adalah obat yang bekerja terhadap tuan rumah dengan jalan mempercepat atau memperlambat proses fisiologi atau fungsi biokimia dalam tubuh, misalnya hormon, diuretika, hipnotika, dan obat otonom.
2. Obat kemoterapeutis adalah obat yang dapat membunuh parasit dan kuman di dalam tubuh tuan rumah. Hendaknya obat ini memiliki kegiatan farmakodinamika yang sekecil–kecilnya terhadap organisme tuan rumah berkhasiat membunuh sebesar– besarnya terhadap parasit (cacing, protozoa) dan mikroorganisme (bakteri dan virus). Obat–obat neoplasma (onkolitika, sitostatika, obat–obat kanker) juga termasuk golongan ini.
3. Obat diagnostik obat yang digunakan dalam melakukan diagnosis (pengenalan penyakit), misalnya untuk mengenal penyakit pada saluran lambung-usus digunakan barium sulfat dan untuk saluran empedu digunakan natrium propanoat dan asam iod organik lainnya.
Obat umumnya diproduksi dan diedarkan menggunakan nama dagang atau nama paten, yaitu nama yang menjadi milik suatu perusahaan yang dilindungi hukum, yaitu merk terdaftar atau proprietary name. Di samping menggunakan nama dagang, obat dapat pula diproduksi menggunakan nama generik (generic atau official name), yaitu nama yang berdasarkan International Non-propietary Names yang ditetapkan oleh WHO atau nama yang ditetapkan dalam farmakope untuk zat berkhasiat yang dikandung. Nama ini dapat digunakan disemua negara tanpa melanggar hak paten obat bersangkutan.
Contoh nama generik dan nama paten, sebagai berikut :
Nama Kimia Nama Generik Nama Paten
Asam asetilsalisilat Asetosal Aspirin (Bayer)
Naspro (Nicholas)
Aminobenzil penisillin Ampisilin Penbritin (Beecham)
Ampifen (Organon)
BIOFARMASI
Pengertian
Biofarmasi adalah ilmu yang bertujuan mempelajari pengaruh-pengaruh pembuatan sediaan farmasi terhadap efek terapeutik obat. Sekitar tahun 1960 para ahli mulai sadar bahwa efek obat tidak hanya tergantung pada faktor farmakologi, melainkan juga pada bentuk pemberian dan terutama pada faktor formulasinya.
Faktor-faktor formulasi yang dapat merubah efek obat dalam tubuh adalah:
• Bentuk fisik zat aktif (amorf atau kristal, kehalusannya)
• Keadaan kimiawi (ester, garam, garam kompleks dsb.)
• Zat-zat pembantu (zat pengisi, pelekat, pelicin, pelindung dan sebagainya)
• Proses teknik yang digunakan untuk membuat sediaan
Dalam biofarmasi kita akan mengenal beberapa istilah yang berhubungan dengan aspek biofarmasi :
a. Ketersediaan farmasi (Farmaceutical Availability)
Adalah ukuran waktu yang diperlukan oleh obat untuk melepaskan diri dari bentuk sediaannya dan siap untuk proses absopsi. Kecepatan melarut obat bergantung pada bentuk sediaannya, dan dapat diurutkan sebagai berikut :
Larutan > suspensi > emulsi > serbuk > kapsul > tablet > tablet salut enterik (enteric coated) > tablet kerja panjang (long acting)
b. Ketersediaan hayati (Biological Availability)
Adalah prosentase obat yang diabsopsi tubuh dari suatu dosis yang diberikan dan tersedia untuk melakukan efek terapeutiknya.
c. Kesetaraan terapeutik (Therapeutical Equivalent)
Adalah syarat yang harus dipenuhi oleh suatu obat paten yang meliputi kecepatan melarut dan jumlah kadar zat berkhasiat yang harus dicapai di dalam darah. Kesetaraan terapeutik dapat terjadi pada pabrik yang berbeda atau pada batch yang berbeda dari produksi suatu pabrik.
d. Bioassay dan standardisasi
Bioassay adalah cara menentukan aktivitas obat dengan menggunakan binatang percobaan seperti kelinci, tikus, kodok dan lain-lain. Kekuatan obat dinyatakan dalam Satuan Internasional atau IU (International Unit), tetapi setelah metode Fisiko-Kimia dikembangkan, bioassay mulai ditinggalkan, begitu pula dengan penggunaan satuan biologi dan selanjutnya kadar dinyatakan dalam gram atau miligram.
Obat yang kini masih distandarisasi secara biologi adalah insulin (menggunakan kelinci), ACTH / Adrenocorticotropic Hormone (menggunakan tikus), antibiotik polimiksin dan basitrasin, vitamin A dan D, faktor pembeku darah, preparat-preparat antigen dan antibody, digitalis dan pirogen.
Sebelum obat yang diberikan kepada pasien tiba pada tujuannya dalam tubuh, yaitu tempat kerjanya atau reseptor, obat harus mengalami beberapa proses. Secara garis besar proses-proses ini dapat dibagi dalam tiga tingkat yaitu:
• Fase biofarmasi
• Fase farmakokinetik
• Fase farmakodinamik
Gambar 1.
Skema fase yang dilalui obat (tablet) sampai menimbulkan efek terapeutik
• Fase biofarmasi atau Farmasetika adalah fase yang meliputi waktu mulai penggunaan obat melalui mulut sampai pelepasan zat aktifnya kedalam cairan tubuh. Fase ini berhubungan dengan ketersediaan farmasi dari zat aktifnya dimana obat siap diabsorpsi.
• Fase farmakokinetika adalah fase yang meliputi semua proses yang dilakukan tubuh, setelah obat dilepas dari bentuk sediaannya yang terdiri dari absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.
Fase farmakodinamika adalah fase dimana obat telah berinteraksi dengan sisi reseptor dan siap memberikan efek.
Cara -cara pemberian obat
Disamping faktor formulasi, cara pemberian obat turut menentukan cepat-lambatnya dan lengkap atau tidaknya absopsi obat oleh tubuh. Tergantung dari efek yang diinginkan,yaitu efek sistemis (di seluruh tubuh) atau efek lokal (setempat), keadaan pasien dan sifat-sifat fisika - kimia obat.
1. Efek Sistemis
a. Oral
• Pemberiannya melalui mulut.
• Mudah dan aman pemakaiannya, lazim dan praktis
• Tidak dapat diterapkan untuk obat yang bersifat merangsang (emetin, aminofillin) atau yang diuraikan oleh getah lambung (benzil penisilin, insulin,dan oksitosin)
• Dapat terjadi inaktivasi oleh hati sebelum diedarkan ke tempat kerjanya
• Digunakan untuk mencapai efek lokal dalam usus misalnya untuk obat cacing, dan obat diagnostik untuk pemotretan lambung-usus.
• Pemberian antibiotik untuk sterilisasi lambung-usus pada infeksi atau sebelum operasi.
b. Oromukosal
Pemberian melalui mukosa di rongga mulut, ada dua macam cara yaitu :
Sub Lingual
• Obat ditaruh dibawah lidah
• Terjadi absopsi oleh selaput lendir ke vena-vena lidah yang sangat banyak.
• Obat langsung masuk peredaran darah tanpa melalui hati (tidak di-inaktifkan).
• Efek yang diinginkan tercapai lebih cepat.
• Efektif untuk serangan jantung, asthma.
• Kurang praktis untuk digunakan terus menerus karena dapat merangsang selaput lendir mulut.
• Bentuk tablet kecil contoh Isosorbid tablet.
Bucal
• Obat diletakkan diantara pipi dan gusi.
c. Injeksi
Pemberian obat secara parenteral, yaitu di bawah atau menembus kulit/ selaput lendir. Suntikan atau injeksi digunakan untuk :
• Memberikan efek obat dengan cepat.
• Terutama untuk obat-obat yang merangsang atau dirusak oleh getah lambung
• Diberikan pada pasien yang tidak sadar, atau tidak mau bekerja sama.
• Keberatan pada pasien yang disuntik (sakit) dan mahal, sulit digunakan.
• Ada bahaya infeksi, dapat merusak pembuluh atau saraf.
Macam-macam injeksi.
• Subkutan /hipodermal (s.c).
Penyuntikan di bawah kulit, hanya untuk obat yang tidak merangsang dan larut baik dalam air atau minyak, efeknya agak lambat dibanding cara i.m atau iv, mudah digunakan sendiri contohnya suntikan Insulin.
• Intra muscular (i.m).
Penyuntikan dilakukan dalam otot , absopsi obat berlangsung 10 -30 menit untuk memperpanjang kerja obat sering dipakai larutan atau suspensi dalam minyak. Tempat injeksi otot pantat atau lengan atas.
• Intra vena (i.v).
Penyuntikan dilakukan didalam pembuluh darah, efeknya paling cepat (18 detik) karena benda asing langsung dimasukkan kedalam aliran darah, sehingga mengakibatkan reaksi-reaksi hebat seperti turunnya tekanan darah secara mendadak shock dan sebagainya. Infus intravena dengan obat sering dilakukan dalam rumah sakit pada keadaan darurat, atau dengan obat yang cepat metabolismenya dan ekskresinya guna mencapai kadar plasma tetap tinggi. Bahaya trombosis terjadi bila infus dilakukan terlalu sering pada satu tempat.
• Intra arteri (i.a).
Penyuntikan kedalam pembuluh nadi, dilakukan untuk membanjiri suatu organ misalnya Pada penderita kanker hati.
• Intra cutan (i.c)
Penyuntikan dilakukan didalam kulit, absorbsi sangat perlahan misalnya tuberculin test dari Mantoux.
• Intra lumbal
Penyuntikan dilakukan kedalam ruas tulang belakang (sumsum tulang belakang) misalnya anestetika umum.
• Intra peritonial.
Penyuntikan kedalam ruang selaput (rongga) perut.
• Intra cardial
Penyuntikan kedalam jantung.
• Intra pleural
Penyuntikan kedalam rongga pleura.
• Intra articuler
Penyuntikan kedalam celah-celah sendi.
d. Implantasi
Obat dalam bentuk pellet steril dimasukkan di bawah kulit dengan alat khusus (trocar). Terutama digunakan untuk efek sistemik lama, misalnya obat-obat hormon kelamin (estradiol dan testosteron). Akibat absopsi yang lambat satu pellet dapat melepaskan zat aktifnya secara teratur selama 3-5 bulan.
e. Rektal
Pemberian obat melalui rektal atau dubur. Cara ini memiliki efek sistemik lebih cepat dan lebih besar dibandingkan peroral dan baik sekali digunakan untuk obat yang mudah dirusak oleh asam lambung
Contoh :
• Suppositoria dan clysma sering digunakan untuk efek lokal seperti pada wasir
• Salep yang dioleskan pada permukaan rektal hanya mempunyai efek lokal.
f. Transdermal.
Cara pemakaian melalui permukaan kulit berupa plester, obat menyerap secara perlahan dan kontinyu masuk kedalam sistim peredaran darah, langsung ke jantung.
Umumnya untuk gangguan jantung misalnya Angina pectoris, tiap dosis dapat bertahan 24 jam contohnya Nitrodisk dan Nitroderm TTS (Therapeutik Transdermal System), dan preparat hormon.
Gambar skema rute penggunaan obat
2. Efek Lokal
a. Kulit (percutan)
Obat diberikan dengan jalan mengoleskan pada permukaan kulit, bentuk obat salep, cream dan lotio.
b. Inhalasi.
Obat disemprotkan untuk disedot melalui hidung atau mulut dan penyerapan dapat terjadi pada selaput mulut, tenggorokan, dan pernafasan. Contoh: bentuk sediaan gas, zat padat atau aerosol.
c. Mukosa Mata dan Telinga
Obat diberikan melalui selaput / mukosa mata atau telinga, bentuknya obat tetes atau salep, obat diabsopsi kedalam darah dan menimbulkan efek.
d. Intra vaginal.
Obat diberikan melalui selaput lendir atau mukosa vagina , biasanya berupa obat anti fungi dan pencegah kehamilan. Dapat berbentuk ovula, salep, cream dan cairan bilas
e. Intranasal.
Obat diberikan melalui selaput lendir hidung untuk menciutkan selaput atau mukosa hidung yang membengkak, contohnya Otrivin
Cara Pemberian Bentuk Sediaan Utama
Oral Tablet, kapsul, larutan (sulotio), sirup, eliksir, suspensi, magma, jel, bubuk
Sublingual Tablet, trokhisi dan tablet hisap
Parentral Larutan, suspensi
Epikutan/transdermal Salep, krim, pasta, plester, bubuk, erosol, latio, tempelan transdermal, cakram, larutan, dan solutio
Konjungtival Salep
Introakular/intraaural Larutan, suspensi
Intranasal Larutan, semprot, inhalan, salep
Intrarespiratori Erosol
Rektal Larutan, salep, supositoria
Vaginal Larutan, salep, busa-busa emulsi, tablet, sisipan, supositoria, spon
Uretral Larutan, supositoria
Tabel Penggunaan Bentuk Sediaan (Ansel, 1995)
FARMAKOKINETIKA
Pengertian
Farmakokinetika adalah segala proses yang dilakukan tubuh terhadap obat berupa absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan ekskresi. Tubuh kita dapat dianggap sebagai suatu ruangan besar, yang terdiri dari beberapa kompartemen yang terpisah oleh membran-membran sel. Sedangkan proses absorpsi, distribusi dan ekskresi obat dari dalam tubuh pada hakekatnya berlangsung dengan mekanisme yang sama, karena proses ini tergantung pada lintasan obat melalui membran tersebut.
Gambar 2. Skema hubungan absorpsi, distribusi, metabolisme, eksresi obat dan konsentrasi pada tempat kerja obat
Membran sel terdiri dari suatu lapisan lipoprotein (lemak dan protein) yang mengandung banyak pori-pori kecil, terisi dengan air. Membran dapat ditembus dengan mudah oleh zat-zat tertentu, dan sukar dilalui zat-zat yang lain, maka disebut semi permeable. Zat-zat lipofil (suka lemak) yang mudah larut dalam lemak dan tanpa muatan listrik umumnya lebih lancar melintasinya dibanding kan dengan zat-zat hidrofil dengan muatan (ion).
Adapun mekanisme pengangkutan obat untuk melintasi membran sel ada dua cara:
a. Secara pasif, artinya tanpa menggunakan energi.
• Filtrasi, melalui pori-pori kecil dari membran misalnya air dan zat hidrofil.
• Difusi, zat melarut dalam lapisan lemak dari membran sel, contoh ion anorganik.
b. Secara aktif, artinya menggunakan energi.
Pengangkutan dilakukan dengan mengikat zat hidrofil (makromolekul atau ion) pada enzim pengangkut spesifik. Setelah melalui membran, obat dilepaskan lagi. Cepatnya penerusan tidak tergantung pada konsentrasi obat, Contohnya glukosa, asam amino asam lemak, garam besi, vitamin B1,B2 dan B12.
Absorpsi
Proses absorpsi sangat penting dalam menentukan efek obat. Pada umumnya obat yang tidak diabsorpsi tidak menimbulkan efek. Kecuali antasida dan obat yang bekerja lokal. Proses absorpsi terjadi diberbagai tempat pemberian obat, misalnya melalui alat cerna, otot rangka, paru-paru, kulit, dan sebagainya.
Absorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Kelarutan obat.
2. Kemampuan difusi melintasi sel membran
3. Konsentrasi obat.
4. Sirkulasi pada letak absorpsi.
5. Luas permukaan kontak obat.
6. Bentuk sediaan obat
7. Cara pemakaian obat.
Distribusi.
Obat setelah diabsorpsi akan tersebar melalui sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan harus melalui membran sel agar tercapai tepat pada efek aksi. Molekul obat yang mudah melintasi membran sel akan mencapai semua cairan tubuh baik intra maupun ekstra sel, sedangkan obat yang sulit menembus membran sel, penyebarannya umumnya terbatas pada cairan ekstra sel.
Kadang-kadang beberapa obat mengalami kumulatif selektif pada beberapa organ dan jaringan tertentu, karena adanya proses transport aktif, pengikatan dengan zat tertentu atau daya larut yang lebih besar dalam lemak. Kumulasi ini digunakan sebagai gudang obat (protein plasma, umumnya albumin, jaringan ikat dan jaringan lemak). Selain itu ada beberapa tempat lain misalnya tulang, organ tertentu, dan cairan transel yang dapat berfungsi sebagai gudang untuk beberapa obat tertentu. Distribusi obat kesusunan saraf pusat dan janin harus menembus sawar khusus yaitu sawar darah otak dan sawar uri. Obat yang mudah larut dalam lemak pada umumnya mudah menembusnya.
Metabolisme (Biotransformasi)
Tujuan biotransformasi obat adalah perubahan obat sedemikian rupa sehingga mudah diekskresikan oleh ginjal, dalam hal ini menjadikannya lebih hidrofil. Pada umumnya obat dimetabolisme oleh enzim mikrosom di retikulum endoplasma sel hati. Pada proses metabolisme molekul obat dapat berubah sifat antara lain menjadi lebih polar. Metabolit yang lebih polar ini menjadi tidak larut dalam lemak sehingga mudah diekskresi melalui ginjal. Metabolit obat dapat lebih aktif dari obat asal (bioaktivasi), tidak atau berkurang aktif (detoksifikasi atau bio-inaktivasi) atau sama aktifitasnya. Proses metabolisme ini memegang peranan penting dalam mengakhiri efek obat. Skema proses metabolisme dapat dilihat pada Gambar
Hal-hal yang dapat mempengaruhi metabolisme:
• Fungsi hati, metabolisme dapat berlangsung lebih cepat atau lebih lambat, sehingga efek obat menjadi lebih lemah atau lebih kuat dari yang kita harapkan..
• Usia, pada bayi metabolismenya lebih lambat.
• Faktor genetik (turunan), ada orang yang memiliki faktor genetik tertentu yang dapat menimbulkan perbedaan khasiat obat pada pasien.
• Adanya pemakaian obat lain secara bersamaan, dapat mempercepat metabolisme (inhibisi enzim).
Ekskresi.
Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh ginjal melalui air seni, dan dikeluarkan dalam bentuk metabolit maupun bentuk asalnya.
disamping ini ada pula beberapa cara lain, yaitu:
• Kulit, bersama keringat.
• Paru-paru, dengan pernafasan keluar, terutama berperan pada anestesi umum, anestesi gas atau anestesi terbang.
• Hati, melalui saluran empedu, terutama obat untuk infeksi saluran empedu.
• Air susu ibu, misalnya alkohol, obat tidur, nikotin dari rokok dan alkaloid lain. Harus diperhatikan karena dapat menimbulkan efek farmakologi atau toksis pada bayi.
• Usus, misalnya sulfa dan preparat besi .
Gambar 3. Skema proses metabolisme obat
FARMAKODINAMIKA
Pengertian
Farmakodinamika adalah cabang ilmu yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya. Mekanisme kerja dipelajari guna mengetahui efek utama obat, interaksi obat dengan sel, dan urutan peristiwa dan spektrum efek dan respon yang terjadi. Pengetahuan yang baik mengenai hal ini merupakan dasar terapi yang rasional dan berguna dalam sintesis obat baru.
Mekanisme kerja obat
Dikenal beberapa mekanisme kerja obat yang dapat digolongkan sebagai berikut :
• Secara fisika, contohnya anestetik terbang, laksansia dan diuretik osmotis.
• Secara Kimia, contohnya antasida dan zat-zat khelasi (zat-zat yang dapat mengikat logam berat)
• Proses metabolisme, contohnya antibiotika mengganggu pembentukan dinding sel, sintesis protein, dan metabolisme asam nukleat bakteri.
• Secara kompetisi atau saingan, dalam hal ini dapat dibedakan dua jenis kompetisi yaitu untuk reseptor spesifik dan enzym-enzym.
Efek terapi.
Tidak semua obat bersifat betul-betul menyembuhkan penyakit, banyak diantaranya hanya meniadakan atau meringankan gejala-gejalanya. Oleh karena itu dapat dibedakan tiga jenis pengobatan, yaitu :
• Terapi kausal, yaitu pengobatan dengan meniadakan atau memusnahkan penyebab penyakitnya, misalnya sulfonamid, antibiotika, obat malaria dan sebagainya.
• Terapi simptomatis, yaitu pengobatan untuk menghilangkan atau meringankan gejala penyakit, sedangkan penyebabnya yang lebih mendalam tidak dipengaruhi, misalnya pemberian analgetik pada reumatik atau sakit kepala.
• Terapi substitusi, yaitu pengobatan dengan cara menggantikan zat-zat yang seharusnya dibuat oleh organ tubuh yang sakit, misalnya insulin pada penderita diabetes dan tiroksin pada penderita hipotiroid.
Plasebo.
Salah satu faktor penting dalam penyembuhan penyakit adalah kepercayaan akan dokter dan obat yang diminumnya. Berdasarkan kepercayaan ini dibuatlah plasebo yang dalam bahasa latin berarti saya ingin menyenangkan. Tujuan dari plasebo adalah :
• Pengobatan sugesti, kadangkala memberikan efek yang mengagumkan pada pasien yang kecanduan maupun obat-obat narkotika dan psikotropika lainnya maupun pada penderita kanker stadium akhir.
• Uji klinis, digunakan pada tahap akhir dalam rangkaian penelitian suatu obat baru yang akan dinilai efek farmakologisnya.
• Pelengkap dan penggenap pil KB, bertujuan agar pasien tidak terlupa menelan pil KB tersebut pada saat menstruasi.
Efek yang tidak diinginkan
a. Efek samping, adalah segala pengaruh obat yang tidak diinginkan pada tujuan terapi yang dimaksud, pada dosis normal (WHO 1970).
b. Idiosinkrasi, adalah peristiwa dimana suatu obat memberikan efek yang sama sekali berlainan dari efek normalnya.
c. Alergi, adalah peristiwa hipersensitif akibat pelepasan histamin di dalam tubuh atau terjadinya reaksi khusus antara antigen-antibodi.Gejala-gejala alergi yang terpenting dan sering terjadi adalah pada kulit yaitu urtikaria (gatal dan bentol-bentol), kemerah-merahan dan sebagainya. Pada alergi yang lebih hebat dapat berupa demam, serangan asma, anafilaksis shock dan lain-lain.
d. Fotosensitasi, adalah kepekaan berlebihan terhadap cahaya akibat penggunaan obat. Seringkali terjadi pada penggunaan kosmetik yang tidak cocok.
e. Efek toksis
Bila obat digunakan dalam dosis yang tinggi akan menunjukkan efek toksis. Bila dosis dikurangi maka efek toksik dapat berkurang. Dikenal beberapa macam dosis, yaitu :
1. dosis terapi yaitu dosis yang mampu memberikan efek penyembuhan
2. dosis maksimum yaitu dosis yang bila dilampaui kemungkinan dapat memberikan efek toksis atau letal
3. dosis letalis yaitu dosis yang dapat menimbulkan kematian.
Dosis yang diberikan pada pasien untuk menghasilkan efek yang diinginkan tergantung dari banyak faktor antara lain: usia, berat badan dan sebagainya.
Hampir semua obat pada dosis yang cukup besar menimbulkan efek toksik dan pada akhirnya dapat mengakibatkan kematian. (dosis toksik = TD, dosis letal = LD, dan dosis terapeutik atau efective dose = ED ).
Untuk menilai keamanan dan efek suatu obat, dilakukan dengan menggunakan binatang-binatang percobaan. Yang ditentukan adalah khusus ED50 yaitu dosis yang menghasilkan efek pad 50% dari jumlah binatang percobaan dan LD50 yaitu dosis yang mematikan 50% binatang percobaan. Perbandingan antara kedua dosis ini dinamakan Indeks terapi. Semakin besar indeks ini semakin aman penggunaan obat tersebut. Luas terapi adalah jarak antara LD50 dan ED50, juga disebut jarak keamanan atau Safety margin.
f. Efek teratogen merupakan salah satu efek toksis yang terkenal, yaitu obat yang pada dosis terapeutik untuk ibu, mengakibatkan cacat pada janin, yang terkenal adalah kasus Thalidomide. Dengan SK MENKES RI No 682/Ph/63/6 berlaku sejak 1 Januari 1963, maka obat-obat yang mengandung thalidomide, meklizin, dan fenmotrazin dilarang penggunaannya di Indonesia.
Efek yang tidak diinginkan pada penggunaan obat jangka panjang
a. Reaksi hipersensitif, adalah reaksi alergik, merupakan respon abnormal terhadap obat atau zat dimana pasien telah menggunakan obat yang sama sebelumnya.
b. Kumulasi adalah fenomena penumpukan obat dalam badan sebagai hasil pengulangan penggunaan obat, dimana obat dieksresikan lebih lambat dibanding dengan absorbsinya. Pada pengulangan/penggunaan obat selanjutnya dapat terjadi efek toksik.
c. Toleransi adalah fenomena berkurangnya respon terhadap dosis yang sama dari obat. Agar diperoleh efek terapeutik yang sama, dosis yang diberikan harus ditingkatkan secara terus menerus, ada tiga macam toleransi yaitu :
1. Toleransi bawaan (primer), terdapat pada sebagian orang dan binatang tertentu, misalnya toleransi terhadap atropin pada kelinci.
2. Toleransi perolehan (sekunder), disebut pula habituasi atau kebiasaan adalah toleransi yang timbul setelah menggunakan suatu obat selama beberapa waktu. Organisme dapat menjadi kurang peka terhadap obat tersebut. Habituasi merupakan suatu gejala ketergantungan psikologis terhadap suatu obat.
3. Toleransi silang, dapat terjadi antara zat-zat dengan struktur kimia serupa atau derivatnya (fenobarbital dan butobarbital), atau kadang-kadang antara zat-zat yang berlainan misalnya alkohol dan barbital.
d. Takhifilaksis adalah fenomena berkurangnya kecepatan respon terhadap aksi obat pada penggunaan obat dalam dosis yang sama. Contohnya Efedrin dalam tetes mata untuk glaukoma.
e. Adiksi atau ketagihan adalah ketergantungan jasmaniah dan rohaniah terhadap suatu obat, dan bila pengobatan dihentikan dapat menimbulkan efek hebat secara fisik dan mental.
Waktu penggunaan obat
Bagi kebanyakan obat waktu penggunaan tidak begitu penting, yaitu sebelum atau sesudah makan. Tetapi ada pula obat dengan sifat atau maksud pengobatan khusus guna menghasilkan efek maksimal atau menghindarkan efek samping tertentu.
Sebenarnya absopsi obat dari lambung yang kosong berlangsung paling cepat karena tidak dihalangi oleh isi usus, contoh :
• Obat-obat yang diharapkan memberikan efek yang cepat sebaiknya ditelan sebelum makan, misalnya analgetika (kecuali asetosal).
• Obat yang sebaiknya diberikan pada lambung kosong yakni 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan adalah Penisilin, Sefalosporin, Eritromysin, Rovamysin, Linkomisin, dan Klindamisin, Rifampisin dan Tetrasiklin.
• Obat lain yang bersifat merangsang mukosa lambung harus digunakan pada waktu atau setelah makan, meskipun absopsinya menjadi terhambat.misalnya kortikosteroid dan obat-obat rematik, antidiabetik oral, garam-garam besi, obat cacing dan sebagainya.
Kombinasi obat
Dua obat yang digunakan pada waktu yang besamaan dapat saling mempengaruhi kerjanya masing-masing, yaitu :
a. Antagonisme, dimana kegiatan obat pertama dikurangi atau ditiadakan sama sekali oleh obat kedua.
b. Sinergisme, dimana kekuatan obat pertama diperkuat oleh obat kedua. Ada dua jenis :
1. Adisi atau sumasi adalah kekuatan kombinasi kedua obat adalah sama dengan jumlah masing-masing kekuatan obat tersebut.
2. Potensiasi adalah kekuatan kombinasi kedua obat lebih besar dari jumlah kedua obat tersebut.
Keuntungan kombinasi obat:
• Menambah kerja terapeutik tanpa menambah efek buruk dan mengurangi toksisitas masing-masing obat, misalnya Trisulfa.
• Menghambat terjadinya resistensi, misalnya Rifampisin dan isoniasid.
• Memperoleh potensiasi misalnya kotrimoksazol.
Kerugian obat kombinasi.
• Pemborosan
• Takaran masing-masing obat belum tentu sesuai dengan kebutuhan, sedangkan takaran obat tidak dapat diubah tanpa mengubah pula dosis obat lainnya
• Manfaat tidak memenuhi syarat.
• Mempermudah terjadinya resistensi terhadap beberapa spesies kuman.
Interaksi Obat
Bila seorang pasien harus menggunakan dua atau lebih obat dalam waktu dekat atau bersamaan (polifarmasi), kemungkinan besar akan terjadi interaksi antara obat-obat tersebut dalam tubuh Interaksi yang terpenting adalah kimia, fisika, dan farmakologi.
BAB II
KEMOTERAPETIKA
PENGERTIAN
Kemoterapi adalah obat atau zat yang berasal dari bahan kimia yang dapat memberantas dan menyembuhan penyakit atau infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, amoeba, fungi, protozoa, cacing dan sebagainya tanpa merusak jaringan tubuh manusia.
Berdasarkan khasiatnya terhadap bakteri, kemoterapi dibedakan atas :
• Bakterisida yaitu obat yang pada dosis lazim berkhasiat untuk mematikan hama, contohnya fenol, iodium, sublimat.
• Bakteriostatika yaitu obat yang pada dosis lazim berkhasiat menghentikan pertumbuhan dan pembiakan bakteri, sedang pemusnahan selanjutnya dilakukan oleh tubuh sendiri secara fagositosis (kuman dilarutkan oleh leukosit atau sel-sel daya tangkis tubuh lainnya), contohnya antibiotika spektrum sempit.
Yang termasuk kelompok kemoterapi adalah :
A. Antibiotika
B. Sulfonamida
C. Anti Parasitik.
1. Anti malaria
2. Anti amuba
3. Anti cacing
4. Anti jamur
D. Anti virus
E. Anti neoplastika (sitostatika)
F. Lain-lain
1. Anti TBC
2. Anti Lepra
A. ANTIBIOTIKA
Pengertian antibotika
Antibiotika berasal dari bahasa latin yang terdiri dari anti = lawan, bios = hidup. Adalah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi dan bakteri tanah, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain, sedang toksisitasnya terhadap manusia relatif kecil.
Antibiotik pertama kali ditemukan oleh sarjana Inggris dr. Alexander Fleming (Penisilin) pada tahun 1928. Tetapi penemuan ini baru dikembangkan dan digunakan dalam terapi di tahun 1941 oleh dr. Florey.
Kemudian banyak zat dengan khasiat antibiotik diisolir oleh penyelidik-penyelidik lain diseluruh dunia, namun toksisitasnya hanya beberapa saja yang dapat digunakan sebagai obat. Antibiotik juga dapat dibuat secara sintetis, atau semi sintetis.
Aktivitas antibiotik umumnya dinyatakan dalam satuan berat (mg) kecuali yang belum sempurna permurniannya dan terdiri dari campuran beberapa macam zat, atau karena belum diketahui struktur kimianya, aktivitasnya dinyatakan dalam satuan internasional = Internasional Unit (IU). Dibidang peternakan antibiotik sering dimanfaatkan sebagai zat gizi tambahan untuk mempercepat pertumbuhan ayam negeri potong.
Mekanisme kerja
Mekanisme kerja antimikroba antara lain :
1. Menghambat sintesa dinding sel, akibatnya pembentukan dinding sel tidak sempurna dan tidak dapat menahan tekanan osmosa dari plasma, akhirnya sel akan pecah (penisilin dan sefalosporin).
2. Menghambat sintesa membran sel, molekul lipoprotein dari membran sel dikacaukan pembentukannya, hingga bersifat lebih permeable akibatnya zat-zat penting dari isi sel dapat keluar (kelompok polipeptida)
3. Menghambat sintesa protein sel, akibatnya sel tidak sempurna terbentuk (kloramfenikol, tetrasiklin)
4. Menghambat pembentukan asam-asam inti (DNA dan RNA) akibatnya sel tidak dapat berkembang (rifampisin)
5. Antagonisme saingan, menghambat pembentukan asam folat dari PABA dalam sel bakteri (Sulfonamida)
Gambar : Mekanisme kerja antibiotik
Efek samping
Penggunaan antibiotika tanpa resep dokter atau dengan dosis yang tidak tepat dapat menggagalkan pengobatan dan menimbulkan bahaya-bahaya lain seperti:
1. Sensitasi / hipersensitif
Banyak obat setelah digunakan secara lokal dapat mengakibatkan kepekaan yang berlebihan, kalau obat yang sama kemudian diberikan secara oral atau suntikan maka ada kemungkinan terjadi reaksi hipersentitiv atau allergi seperti gatal-gatal kulit kemerah-merahan, bentol-bentol atau lebih hebat lagi dapat terjadi syok, contohnya Penisilin dan Kloramfenikol. Guna mencegah bahaya ini maka sebaiknya salep-salep menggunakan antibiotika yang tidak akan diberikan secara sistemis (oral dan suntikan).
2. Resistensi
Jika obat digunakan dengan dosis yang terlalu rendah, atau waktu terapi kurang lama, maka hal ini dapat menyebabkan terjadinya resistensi artinya bakteri tidak peka lagi terhadap obat yang bersangkutan. Untuk mencegah resistensi, dianjurkan menggunakan kemoterapi dengan dosis yang tepat atau dengan menggunakan kombinasi obat.
3. Super infeksi
Yaitu infeksi sekunder yang timbul selama pengobatan dimana sifat dan penyebab infeksi berbeda dengan penyebab infeksi yang pertama. Supra infeksi terutama terjadi pada penggunaan antibiotika broad spektrum yang dapat mengganggu keseimbangan antara bakteri di dalam usus saluran pernafasan dan urogenital.
Spesies mikroorganisme yang lebih kuat atau resisten akan kehilangan saingan, dan berkuasa menimbulkan infeksi baru misalnya timbul jamur Minella albicans dan Candida albicans. Selain antibiotik obat yang menekan sistem tangkis tubuh yaitu kortikosteroid dan imunosupressiva lainnya dapat menimbulkan supra infeksi. Khususnya,anak-anak dan orangtua sangat mudah dijangkiti supra infeksi ini.
Penggolongan antibiotik berdasar aktivitasnya
Berdasarkan luas aktivitas kerjanya antibiotika dapat digolongkan atas :
1. Zat-zat dengan aktivitas sempit (narrow spektrum)
Zat yang aktif terutama terhadap satu atau beberapa jenis bakteri saja (bakteri gram positif atau bakteri gram negatif saja). Contohnya eritromisin, kanamisin, klindamisin (hanya terhadap bakteri gram positif), streptomisin, gentamisin (hanya terhadap bakteri gram negatif saja)
2. Zat-zat dengan aktivitas luas (broad spectrum)
Zat yang berkhasiat terhadap semua jenis bakteri baik jenis bakteri gram positif maupun gram negatif. Contohnya ampisilin, sefalosporin, dan kloramfenikol.
Kelompok antibiotika
Antibiotika yang akan dibicarakan adalah :
1. Golongan Penisilin
2. Golongan Sefalosforin
3. Golongan Aminoglikosida
4. Golongan Kloramfenikol
5. Golongan Tetrasiklin
6. Golongan Makrolida
7. Golongan Rifampisin dan Asam Fusidat
8. Golongan lain-lain
1. Golongan Penisilin
Antibiotik pertama yang ditemukan dari Alexander Fleming tahun 1928 di London yang satu dekade kemudian dikembangkan oleh Florey untuk penggunaan sistemik dengan menggunakan biakan Penisilium notatum. Akibat kebutuhan penisilin dalam jumlah besar pada saat perang dunia II, kemudian digunakan Penisilium chrysogenum yang dapat menghasilkan Penisilin lebih banyak. Sekarang dibuat secara semi sintetis. Penisilin termasuk antibiotik golongan betalaktam karena mempunyai rumus bangun dengan struktur seperti cincin β lactam yang merupakan syarat mutlak untuk menunjukan khasiatnya.
Jika cincin menjadi terbuka oleh enzym β lactamase. (penisilinase dan cefalosforinase) maka khasiat anti bakteri (aktivitas) antibiotik penisilin menjadi lenyap
Rumus Bangun
Mekanisme kerja :
Penisilin merintangi/menghambat pembentukan/sintesa dinding sel bakteri sehingga bila sel bakteri tumbuh dengan dinding sel yang tidak sempurna maka bertambahnya plasma atau air yang terserap dengan jalan osmosis akan menyebabkan dinding sel pecah sehingga bakteri menjadi musnah.
Resistensi
Pemakaian yang tidak tepat dapat menyebabkan bakteri terutama golongan Stafilococcus dan Bacteri Coli menjadi resisten terhadap penisilin. Resistensi bakteri ini terbentuk dengan cara bakteri membentuk enzym β lactamase atau bakteri mengubah bentuknya menjadi bakteri huruf L yaitu bentuk bakteri tanpa dinding sel. Bakteri bentuk L dapat menimbulkan infeksi kronis (misalnya infeksi paru-paru dan saluran kemih) karena lama berkembangnya. Bakteri semacam ini dengan mudah dapat dimatikan dengan kotrimoksazol atau tetrasiklin.
Derivat (turunan) Penisilin
Berdasarkan perkembangannya, terbentuk derivat-derivat Penisilin seperti di bawah ini :
A. Penisilin spektrum sempit :
(1) Benzil penisilin = Penisilin G
Tidak tahan asam lambung, sehingga pemberian secara oral akan diuraikan oleh asam lambung, karena itu penggunaannya secara injeksi atau infus intra vena.
(2) Fenoksimetil Penisilin = Penisilin V
Penisilin ini tahan asam lambung, pemberian sebaiknya dalam keadaan sebelum makan.
(3) Penisilin tahan Penisilinase
Derivat ini hampir tidak terurai oleh penisilinase, tapi aktivitasnya lebih ringan dari penisilin G dan penisilin V. Umumnya digunakan untuk kuman-kuman yang resisten terhadap obat-obat tersebut. Contohnya kloksasilin, dikloksasilin, flukloksasilin.
Kombinasi kloksasilin dengan asam klavulanat menghasilkan efek sinergisme dengan khasiat 50 kali lebih kuat, efektif terhadap E. Coli, H. Influenza dan Staphylococcus aureus. Contohnya Augmentin (Beecham).
Asam klavulanat adalah senyawa β lactam dari hasil fermentasi Streptomyces clavuligerus.
B. Penisilin spektrum luas :
(1) Ampisilin
Spektrum kerjanya meliputi banyak kuman gram positif dan gram negatif yang tidak peka terhadap penisilin-G. Khasiatnya terhadap kuman-kuman gram positif lebih ringan daripada penisilin-penisilin spektrum sempit. Banyak digunakan untuk mengobati berbagai macam infeksi atau peradangan pada saluran pernafasan (bronkitis), saluran penceranaan (desentri), dan infeksi saluran kemih.
(2) Amoksilin
Spektrum kerjanya sama dengan ampisilin, tetapi absorbsinya lebih cepat dan lengkap. Banyak di gunakkan terutama pada bronkitis menahun dan infeksi saluran kemih.
Obat Generik, indikasi, kontra indikasi dan efek samping.
1. Benzil Penisilin (Penisilin G).
Indikasi Infeksi tenggorokan, otitis media, streptococus endo karditis, meningo kokus, meningitis, pnemonia dan profilaksis amputasi pada lengan dan kaki.
Kontra indikasi Hipersensitiv itas (alergi) terhadap penisilin
Efek samping Reaksi allergi berupa urtikaria, nyeri sendi, syok anafilaktik, diare.
Sediaan Benzatin Penisilin G (generik) Injeksi
2. Fenoksi Metil Penisilin (Penisilin V)
Indikasi Tonsilitis, otitis media, demam rematik, profilaksis infeksi pneumokokus.
Kontra indikasi dan efek samping sama dengan Benzil Penisilin.
Sediaan Phenoxymethyl Penicillin (generik), tablet 250mg, 500mg.
3. Ampisilin
Indikasi Infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronkitis kronis, salmonelosis, gonorrhoe.
Kontra indikasi Hipersensitiv terhadap penisilin
Efek samping Mual,diare, ruam, kadang-kadang kolitis
Sediaan Ampisilin (generik) Kapsul 250mg, Kaptab 500mg Serbuk injeksi, sirup kering.
Cara penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, pada suhu tidak lebih dari 25o C
4. Amoksisilin
Indikasi (lihat ampisilin), juga untuk profilaksis endokarditis dan terapi tambahan
Kontra indikasi dan efek samping sama dengan ampisilin.
Sediaan Amoksisilin (generik), kapsul 250 mg, kaptab 500mg, serbuk injeksi , syr. kering.
Cara penyimpanan Dalam botol tertutup rapat.
5. Co Amoksiklav (amoksisilin-asam klavulanat).
Kontra Indikasi dan Efek Samping sama dengan ampisilin.
Sediaan Coamoksiklav (generik), kaptab
Spesialite obat-obat penisilin.
NO GENERIK DAGANG PABRIK
1 Benzilpenisilin Prokain Penisilin G Meiji Indonesia
Panadur LA Sunthi Sepuri
2 Penisilin V Fenocin Dumex Alpharma Indonesia
Ospen Novartis Indonesia
3 Kloksasilin Ikaclox Ikapharmindo
4 Ampicillinum Penbritin Beecham
Omnipen Wyeth
Viccilin Meiji
5 Amoksisillin Amoxil Beecham
(Amoxicillinum ) Topcillin Dankos
Ospamox Biochemi
6 Co-Amoxyclav Augmentin Beecham
Clavamox Kalbe Farma
2. Golongan Sefalosporin
Cephalosporin diperoleh dari biakan Cephalosporinum acremonium. Seperti halnya penisilin, daya antimikrobanya terletak pada cincin β lactam, dengan mekanisme kerja berdasarkan perintangan sintesis dinding sel.
Walaupun aktivitasnya luas, namun sefalosporin bukan merupakan obat pilihan pertama untuk penyakit manapun, karena masih terdapat obat – obat lain yang kurang lebih sama khasiatnya dan jauh lebih murah harganya.
Efek samping yang terpenting pada penggunaan oral berupa gangguan lambung-usus dan reaksi reaksi alergi seperti penisilin, yakni rash, urticaria, anafilaksis. Alergi silang sering terjadi dengan derivat penisilin. Pada penggunaan i.v sering terjadi tromboflebitis dan nyeri di tempat suntik.
Aktivitas
Bersifat bakterisid dengan spektrum kerja luas terhadap banyak kuman gram positif dan negatif, termasuk E.coli, Klebsiella dan Proteus
Obat Generik, indikasi, kontra indikasi dan efek samping
1. Sefaklor
Indikasi Infeksi bakteri gram positif dan gram negatif
Kontra indikasi hipersensitiv terhadap sefalosporin, porfiria
Efek samping diare dan kolitis, mual muntah, sakit kepala
Sediaan Cefaclor (generik) kapsul 250mg, 500mg
2. Sefadroksil
Indikasi, kontra indikasi dan efek samping lihat sefaklor
Sediaan Cefadroksil (generik), kapsul 250mg, 500mg, sirup kering.
3. Sefotaksim
Indikasi, kontra indikasi dan efek samping lihat sefaklor
Sediaan Cefotaxime (generik) serbuk inj
4. Seftazidim
Indikasi, kontra indikasi dan efek samping lihat sefaklor
Sediaan Ceftazidime (generik) serbuk inj
5. Seftriakson
Indikasi, kontra indikasi dan efek samping lihat sefaklor
Sediaan Ceftriaxone (generik) serbuk inj.
6. Sefuroksim
Indikasi Profilaksis tindakan bedah, lebih aktif terhadapH. influenzae, dan N.gonorrhoeae.
Kontra indikasi dan efek samping lihat sefaklor
Sediaan Cefuroxime (generik) serbuk inj.
7. Sefaleksin
Indikasi, kontra indikasi dan efek samping lihat sefaklor
Sediaan Cephalexin (generik) kapsul 250 mg, 500mg
8. Sefradin
Indikasi Profilaksis bedah (lihat sefaklor).
Kontra indikasi dan efek samping lihat sefaklor
Sediaan Cephradin (generik) kaps 250mg, 500mg, sirup kering.
9. Sefazolin
Indikasi Profilaksis bedah (lihat sefaklor).
Kontra indikasi dan efek samping lihat sefaklor
Sediaan Sefazolin (generik), serbuk inj
Spesialite obat-obat golongan sefalosporin.
NO GENERIK DAGANG PABRIK
Sefadroksil Duricef Bristol-Myers Squib
Cefat Sanbe Farma
Sefotaksim Claforan Hoechst
Clacef Dexamedica
Sefaleksin (Cephalexinum) Tepaxin Takeda
Cefabiotic Bernofarm
Ospexin Novartis
Seftriaxone Rocephin Roche
Sefradin (Cephadrinum) Velocef Bristol-Myers Squib
Ceficin Kalbe Farma
Sefazolin Cefacidal Squib
Sefaklor Ceclor Tempo
Cloracef Ethica
Sefuroksim Cefurox Prafa
Kalcef Kalbe Farma
Zinnat Glaxo Wellcome
Seftazidim Ceftum Dexamedica
3. Golongan Aminoglikosida
Golongan ini ditemukan dalam rangka mencari anti mikroba untuk mengatasi kuman gram negatif. Tahun 1943 berhasil diisolasi suatu turunan Streptomyces griseus yang menghasilkan streptomisin, yang aktif terutama terhadap mikroba gram negatif termasuk terhadap basil tuberkulosis.
Kemudian ditemukan lagi berbagai antibiotik lain yang bersifat mirip streptomisin sehingga antibiotik ini dimasukan dalam satu kelompok yaitu antibiotik golongan aminoglikosida. Golongan ini mempunyai 2 atau 3 gugusan amino pada rumus molekulnya.
Mekanisme kerja
Dengan mengikatkan diri pada ribosoma sel-sel bakteri, sehingga biosintesa proteinnya dikacaukan.
Penggolongan
Berdasarkan rumus kimianya digolongan sebagai berikut :
• Streptomisin
• Neomisin
• Kanamisin
• Gentamisin
• Framisetin
a) Steptomisin
Diperoleh dari steptomyces griseus oleh walksman (1943) dan sampai sekarang penggunaannya hampir terbatas hanya untuk tuberkulosa.
Toksisitasnya sangat besar karena dapat menyebabkan kerusakan pada saraf otak ke 8 yang melayani organ keseimbangan dan pendengaran. Gejala-gejala awalnya adalah sakit kepala, vertigo, mual dan muntah. Kerusakan bersifat bersifat revesible, artinya dapat pulih kembali kalau penggunaan obat diakhiri meski kadang-kadang tidak seutuhnya.
Resistensinya sangat cepat sehingga dalam penggunaan harus dikombinasi dengan INH dan PAS Na atau rifampisin. Pemberian melalui parenteral karena tidak diserap oleh saluran cerna. Derivat streptomisin, dehidrostreptomisin, menyebabkan kerusakan organ pendengaran lebih cepat dari streptomisin sehingga obat ini tidak digunakan lagi sekarang.
Obat generik : -
b) Neomicin
Diperoleh dari Streptomyces fradiae oleh Waksman. Tersedia untuk penggunaan topikal dan oral, penggunaan secara parenteral tidak dibenarkan karena toxis. Karena baik sebagai antibiotik usus (aktif terhadap bacteri usus) maka digunakan untuk sterilisasi usus sebelum operasi. Penggunaan lokal banyak dikombinasikan dengan antibiotik lain (polimiksin B, basitrasin) untuk menghindari terjadinya resistensi.
Obat generik :-
c) Kanamisin
Diperoleh dari Streptomyces Kanamyceticus (Umezawa 1955). Persediaan dalam bentuk larutan atau bubuk kering untuk injeksi.pemakaian oral hanya kadang-kadang diberikan untuk infeksi usus, atau membersihkan usus untuk persiapan pembedahan.
Berkhasiat bakteriostatik pada basil TBC, bahkan yang resisten terhadap streptomisin sehingga menjadi obat pilihan kedua bagi penderita TBC. Juga digunakan dalam pengobatan infeksi saluran kemih oleh pseudomonas (suntikan) Efek sampingnya gangguan kesimbangan dan pendengaran, toksis terhadap ginjal .
Obat generik : Kanamysin. serbuk inj. 1 gr /vial, 2gr /vial.
d) Gentamisin
Diperoleh dari Mycromonospora purpurea. Berkhasiat terhadap infeksi oleh kuman garam negatif seperti Proteus, Pseudomonas , Klebsiella, Enterobacter. yang antara lain dapat menyebabkan meningitis, osteomielitis pneumonia, infeksi luka bakar, infeksi saluran kencing, telinga, hidung dan tenggorokan.
Sebaiknya penggunaan gentamisin secara sistemis hanya diterapkan pada infeksi-infeksi yang berat saja, dan penggunaan gentamisin secara topikal khususnya di lingkungan rumah sakit dibatasi agar tidak terjadi resistensi pada kuman-kuman yang sensitif.
Efek sampingnya gangguan keseimbangan dan pendengaran toksis terhadap ginjal
Sediaan : dalam bentuk injeksi dan salep (topikal)
Obat generik: Gentamisin (generik) Cairan inj. 10 mg/ml, dan 40 mg/ml.
e) Framisetin:
Diperoleh dari Streptomyces decaris. Rumus kimia dan khasiatnya mirip Neomisin. Hanya di gunakan secara lokal saja, misalnya salep atau kasa yang diimpragnasi.
Spesialite obat-obat golongan Amino glikosida.
NO GENERIK DAGANG PABRIK
1. Kanamisina Sulfat Kanabiotic
Kanarco
Kanoxin Berno Farma
Ponco
Dumex Alpharma
2. Gentamisina Ottogenta
Pyogenta
Sagestam
Garamycin Otto
Kalbe Farma
Sanbe Farma
Schering
3. Tobramisina Sulfat Tobryne
Nebcin Fahrenheit
Tempo Scan Pasific
4. Neomisin Sulfat Neobiotic Bernofarm
(Neomycini Sulfat)
5. Framisetin Sofra Tulle Darya Varia
(Framycetin) Daryant-Tulle Darya Varia
6. Streptomisin (Streptomycini) Sterptomycin Meiji Meiji
7. Amikasin (Amikacini) Amikin BMS
4. Golongan Kloramfenikol
Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada tahun 1974 dari Streptomyces venezuelae. Merupakan antibiotik dengan spektrum luas dan memiliki daya antimikroba yang kuat maka penggunaan obat ini meluas dengan cepat sampai tahun 1950 ketika diketahui bahwa obat ini dapat menimbulkan anemia aplastik yang fatal.
Karena toksisitasnya, penggunaan sistemik sebaiknya dicadangkan untuk infeksi berat akibat Haemophilus influenzae, demam tifoid, meningitis , abses otak dan infeksi berat lainnya. Bentuk tetes mata sangat bermanfaat untuk konjungtivitis bakterial.
Kloramfenikol merupakan kristal putih yang sangat sulit larut dalam air (1 : 400) dan rasanya sangat pahit, maka untuk anak-anak digunakan bentuk esternya yaitu K-Palmitat dan K -Stearat/ Suksinat yang tidak pahit rasanya dan dibuat dalam bentuk suspensi. Dalam tubuh bentuk ester akan diubah menjadi kloramfenikol aktif.
Mekanisme kerja : merintangi sintesis protein bakteri.
Efek samping :
• Kerusakan sumsum tulang belakang yang mengakibatkan pembuatan eritrosit terganggu sehingga timbul anemia aplastis.
• Gangguan gastrointestinal : mual, muntah, diare,
• Gangguan neuron: sakit kepala, neuritis optik, neuritis perifer
• Pada bayi atau bayi prematur dapat menyebabkan gray sindrome.
Penggunaan
Kloramfenikol merupakan drug of choice = obat pilihan untuk thypus-abdominalis dan infeksi parah meningitis, pneumonia (disebabkan Haemophilus influenzae).Sebaiknya tidak diberikan pada bayi prematur untuk menghindari gray sindrom karena enzym perombakan di hati bayi belum aktif, ibu hamil dan menyusui.
Derivat kloramfenikol ialah tiamfenikol, dipakai sebagai pengganti kloramfenikol karena dianggap lebih aman (namun belum terdapat cukup bukti untuk itu)
Obat Generik
• Kloramfenicol (generik) Kapsul 250 mg, suspensi 125 mg/5 ml
• Tiamfenicol (generik) kapsul 250 mg, 500 mg.
Spesialite obat-obat kloramfenikol
NO GENERIK DAGANG PABRIK
1 Kloramfenicol Chloramex Dumex Alpharma ind
Colme Interbat
Colsancetine Sanbe
Kalmicetin Kalbefarma
Kemicetine Carloerba / Dankos
2 Tiamfenikol Biothicol Sanbe
Urfamycin Zambon
Thiamycin Interbat
Thiambiotic Prafa
5. Golongan Tetrasiklin
Antibiotik golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah klortetrasiklin yang dihasilkan oleh Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semi sintetis dari klortetrasiklin.
Tetrasiklin merupakan antibiotik dengan spektrum luas, bersifat bakteriostatik dan mekanisme kerjanya dengan jalan menghambat sintesa protein bakteri. Penggunaan saat ini semakin berkurang karena masalah resistensi.
Sifat kimia
Berwarna kuning, bersifat amfoter dan mudah terurai oleh cahaya menjadi anhidro dan epi tetrasiklin yang toksis untuk ginjal. Tetrasiklin yang telah mengalami penguraian mudah dilihat dari sediannya yang berwarna kuning tua sampai coklat tua. Tetrasiklin harus disimpan.di tempat yang kering, terlindung dari cahaya.
Dengan logam bervalensi 2 dan 3 (Ca, Mg, Fe ) membentuk kompleks yang inaktif, maka tetrasiklin tidak boleh diminum bersama dengan susu dan obat – obat antasida.
Penggunaan
Tetrasiklin banyak digunakan untuk mengobati bronchitis akut dan kronis, disentri amoeba, pneumonia, kolera, infeksi saluran empedu. Penggunaan lokal sering dipakai karena jarang menimbulkan sensitasi.
Efek samping:
• Mual, muntah-muntah ,diarre karena adanya perubahan pada flora usus.
• Mengendap pada jaringan tulang dan gigi yang sedang tumbuh (terikat pada kalsium) menyebabkan gigi menjadi bercak-bercak coklat dan mudah berlubang serta pertumbuhan tulang terganggu.
• Foto sensitasi
• Sakit kepala, vertigo
Peringatan / larangan :
• Tidak boleh diberikan pada anak-anak di bawah 8 tahun, ibu hamil dan menyusui
• Tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan fungsi hati.
Kontra indikasi
Penderita yang hipersensitiv terhadap tetrasiklin
Anggota golongan tetrasiklin yang lain :
• Klortetrasiklin, diberikan secara oral, parenteral, topikal, absorbsi dihambat oleh susu
• Oksitetrasiklkin (generik), cairan injeksi 50 mg/ vial : diberikan secara oral, parenteral, topikal, absorbsi dihambat oleh susu
• Doksisiklin, bersifat long akting, absorbsi tidak dihambat baik oleh makanan maupun susu
• Minosiklin, dianjurkan untuk meningitis, bronchitis dan jerawat. Pemberian secara oral.
Spesialite obat-obat golongan Tetrasiklin.
NO GENERIK NAMA DAGANG PABRIK
1 Tetrasiklin Dumocycline Dumex Alphara ind
Super Tetra Darya Varia
Tetra Sanbe Sanbe
2 Doxycycline Dotur Novartis Indonesia
Interdoxin Interbat
3 Oxytetracycline Teramycin Pfizer Indonesia.
4 Minosiklin Minocin Phaphros.
6. Golongan Makrolida
Kelompok antibiotik ini teridiri dari eritromisin dan spiramisin
a) Eritromisin.
Dihasilkan oleh Streptomyces erythreus. Berkhasiat sebagai bakteriostatik, dengan mekanisme kerja merintangi sintesis protein bakteri. Antibiotik ini tidak stabil dalam suasana asam (mudah terurai oleh asam lambung) dan kurang stabil pada suhu kamar. Untuk mencegah pengrusakan oleh asam lambung maka dibuat tablet salut selaput atau yang digunakan jenis esternya (stearat dan estolat) .
Karena memiliki spektrum antibakteri yang hampir sama dengan penisilin, maka obat ini digunakan sebagai alternatif pengobatan pengganti penisilin, bagi yang sensitif terhadap penisilin.
Sediaan : Erytromisin (generik) kapsul 250 mg, 500 mg, sirup kering 200 mg / 5 ml
b) Spiramisin
Spektrum kegiatannya sama dengan eritromisin, hanya lebih lemah. Keuntungannya adalah daya penetrasi ke jaringan mulut, tenggorokan dan saluran pernafasan lebih baik dari Eritromisin.
Sediaan : Spiramisin (generik) tabl. 250 mg, 500 mg.
Spesialite obat-obat golongan makrolida
NO GENERIK NAMA DAGANG PABRIK
1 Erytromisin Erysanbe Sanbe
Erythrocyn Abbot Indonesia
2 Spiramisin Rovamycine Rhone Poulenc Ind
Spiradan Dankos
3. Roxythromycin Rulid Hoechst
4 Azithromycin Zithromax Pfizer
Zycin Interbat
7. Golongan Rifampisin dan Asam Fusidat
a) Rifampisin
Antibiotik yang dihasilkan dari Streptomyces mediterranei. Berkhasiat bakteriostatik terhadap mikobakterium tuberculosa dan lepra. Penderita dengan pengobatan rifampisin perlu diberitahu bahwa obat ini dapat menyebabkan warna merah pada urin, dahak, keringat dan air mata, juga pemakai lensa kontak dapat menjadi merah permanen.
b) Asam fusidat
Dihasilkan oleh jamur antara lain Fusidum coccineum . Merupakan satu-satunya antibiotik dengan rumus steroid Aktifitasnya mirip penisilin tetapi lebih sempit. Berkhasiat bakteriostatik berdasarkan penghambatan sintesis protein bakteri. Khususnya dianjurkan pada radang sumsum tulang, biasanya obat ini dikombinasikan dengan eritromysin atau penisilin
Spesialite obat-obatan golongan Rifampisin dan Asam Fusidat
NO GENERIK NAMA DAGANG PABRIK
1 Rifampicin Kalrifam Kalbe Farma
Rifam Dexamedica
Rifamtibi Sanbe Farma
2 Asam fusidat Rucidin Leo Pharmaceutical
8. Golongan lain-lain
Kelompok ini terdiri dari :
• Linkomisin
• Klindamisin
Golongan Kuinolon
a) Linkomisin
Berasal dari Streptomyces lincolnensis, memiliki khasiat bakteriostatik terhadap gram positif dengan spektrum lebih sempit dari eritromisin. Merupakan obat pilihan ke kedua bagi kuman yang resisten terhadap penisilin khususnya pada radang tulang (osteomielitis)
b) Klindamisin
Merupakan derivat linkomisin. Sejak tahun 1981 digunakan sebagai lotion untuk pengobatan jerawat.
c) Golongan Kuinolon :
Obat golongan ini bekerja dengan jalan menghambat pembentukan DNA kuman. Golongan ini terdiri dari :
• Asam nalidiksat
• Ofloksasin
• Spirofloksasin
• Norfloksasin.
Interaksi golongan kuinolon, bila muncul tanda inflamasi atau nyeri pada tendon, maka pemakaian obat harus dihentikan dan tendon yang sakit harus diistirahatkan sampai gejala hilang.
(1) Asam Nalidiksat
Efektif untuk infeksi saluran kemih. Preparat : Asam nalidiksat (generik ) tablet 500 mg. Di Indonesia saat ini, juga beredar asam pipemidat
(2) Ofloksasin.
Digunakan untuk infeksi saluran kemih, saluran nafas bawah, gonorrhoe. Kontra indikasi : untuk pasien epilepsi, gangguan fungsi hati dan ginjal, wanita hamil/ menyusui.
Sediaan: Ofloksasin (generik) tabl 200 mg, 400 mg
(3) Siprofloksasin
Terutama aktif terhadap kuman gram negatif termasuk salmonella dan shygella. Meskipun aktif terhadap kuman gram positif seperti Str. pneumonia tapi bukan merupakan obat pilihan utama untuk Streptococcus pneumonia. Siprofloksasin terutama digunakan untuk infeksi saluran kemih, saluran cerna (termasuk Thypus abdominalis) dan gonorrhoe. Tidak dianjurkan untuk anak remaja yang sedang dalam pertumbuhan. Dapat menimbulkan tremor, gagal ginjal, sindrom Steven Johnson dan lain - lain. Hati-hati untuk pengendara karena dapat menurunkan kewaspadaan.
Sediaan: Ciprofloksasin (generik ) tablet 200 mg, kaptab 500 mg
(4) Norfloksasin
Indikasi : efektif untuk infeksi saluran kemih
Kontra Indikasi : dapat menimbulkan anorensia, depresi, ansietas dan lain – lain.
Perhatian : hati-hati pada pengendara karena dapat mengurangi kewaspadaan.
Sediaan Generik: -
Spesialite obat-obat golongan Kuinolon.
NO GENERIK DAGANG PABRIK
1 Ciproflokxacin Ciproxin Bayer
Baquinor Sanbe Farma
2 Ofloxacin Tarivid Kalbe/Daichi
3 Lincomycin Lincocin Up John
4 Nalidixic Acid Negram Sanofi
B. SULFONAMIDA
Pengertian
Sulfonamida merupakan kelompok kemoterapi dengan rumus dasar :
Adalah anti mikroba yang digunakan secara sistemis maupun topikal untuk beberapa penyakit infeksi. Sebelum ditemukan antibiotik, sulfa merupakan kemoterapi yang utama, tetapi kemudian penggunaannya terdesak oleh antibiotik. Pertengahan tahun 1970 penemuan preparat kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol yang bersifat potensiasi, meningkatkan kembali penggunaan sulfonamida.
Selain sebagai kemoterapi derivat sulfonamida juga berguna sebagai diuretik dan anti diabetik oral (ADO).
Sulfa bersifat bakteriostatik luas terhadap banyak bakteri gram positif dan negatif. Mekanisme kerjanya berdasarkan antagonisme saingan antara PABA (Para Amino Benzoic Acid) yang rumus dasarnya mirip dengan rumus dasar sulfa :
Efek samping
Efek samping yang terpenting adalah kerusakan pada sel-sel darah yang berupa agranulositosis, anemia aplastis dan hemolitik. Efek samping yang lain ialah reaksi alergi dan gangguan pada saluran kemih dengan terjadinya kristal uria yaitu menghablurnya sulfa di dalam tubuli ginjal. Untuk menghindari terjadinya kristal uria, pada pengobatan dengan sulfa perlu :
• penambahan Na. bicarbonat untuk melarutkan senyawa yang mengkristal.
• minum air yang banyak (minimum 1,5 liter / hari)
• dengan membuat preparat kombinasi (trisufa) yang terdiri dari sulfadiazin, sulfamerazin, sulfamezatin.
Penggolongan
Berdasarkan efek yang dihasilkan sulfonamida dibagi menjadi 2, yaitu :
• Efek sistemis, contohnya kotrimoksazol, trisulfa
• Efek lokal, contohnya sulfacetamid
1. Trisulfa
Indikasi Infeksi oleh kuman gram pos dan neg yang peka terhadap obat ini misalnya infeksi saluran nafas dan saluran pencernaan.
Kontra indikasi Hipersensitiv terhadap obat ini kehamilan dan masa menyusui.
Efek samping Gangguan kulit, muntah, diare, kristal una dan gangguan darah
Sediaan Tablet 500 mg (generik)
Cara penyimpanan Dalam wadah tetutup baik, terlindung dari sinar.
2. Kotrimoksazol
Kotrimoksazol merupakan kombinasi antara trimetroprim dan sulfametoksazol dengan perbandingan 1 : 5
Indikasi Antibakteri spectrum luas, infeksi saluran kemih, infeksi THT, bronkitis kronis, demam tifoid dan shigellosis
Kontra indikasi Hipersensitiv terhadap sulfa, gagal ginjal, gangguan fungsi hati yang berat
Perhatian Pada penggunaan jangka panjang perlu dilakukan hitung jenis sel darah, hindari penggunaan pada bayi di bawah 6 minggu.
Efek samping Gangguan darah, mual, muntah, ruam (termasuk sindrom Stevens – Johnson) reaksi allergi, diare dll.
Sediaan Cotrimoksazol (generik) Suspensi 240 mg/ 5 ml, Tablet 480 mg
Cara penyimpanan Wadah kedap udara, terlindung dari sinar
3. Sulfacetamid
Adalah golongan sulfonamida yang digunakan dalam salep dan tetes mata.
Spesialite Obat-obat Sulfonamida
NO GENERIK DAGANG PABRIK
1 Sulfadiazin+Sulfamerazin Trisulfa Kimia Farma
Sulfamezatin Indo Farma
2 Sulfacetamida Natrium Albucid Nicholas
3 Cotrimoksazole Bactrim Roche
(Trimetoprim+ Sulfamethoxazole) Bactricid
C. ANTI PARASITIK
1. Anti Malaria
Pengertian
Anti malaria adalah obat-obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel tunggal (protozoa) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang menggigit pada malam hari dengan posisi menjungkit.
Siklus hidup parasit malaria berawal ketika seekor nyamuk betina menggigit penderita malaria. Nyamuk mengisap darah yang mengandung parasit malaria, yang selanjutnya akan berpindah ke dalam kelenjar liur nyamuk. Jika nyamuk ini kembali menggigit manusia, maka parasit akan ditularkan melalui air liurnya. Di dalam tubuh manusia, parasit masuk ke dalam hati dan berkembangbiak.
Pematangan parasit berlangsung selama 2-4 minggu, setelah itu mereka akan meninggalkan hati dan menyusup ke dalam sel darah merah. Parasit berkembangbiak di dalam sel darah merah dan pada akhirnya menyebabkan sel yang terinfeksi ini pecah.
Ciri-ciri penyakit malaria adalah :
• demam berkala, disertai menggigil
• nyeri kepala dan nyeri otot
• hati membesar, sehingga timbul rasa mual dan muntah
• anemia
Penyebab penyakit malaria
Terdapat 4 spesies parasit malaria:
• Plasmodium vivax
• Plasmodium ovale
• Plasmodium falciparum
• Plasmodium malariae,
yang kesemuanya bisa menginfeksi manusia dan menyebabkan malaria. P. falciparum merupakan penyebab infeksi terbanyak dan paling berbahaya.
Ada 3 jenis penyakit malaria yaitu :
a. Malaria tropika.
Penyebabnya Plasmodium falcifarum dengan gejala : serangan demam tidak menentu disertai nyeri kepala hebat, bila terjadi kerusakan eritrosit dalam jumlah besar dan kemudian menyumbat pembuluh kapiler ke otak maka dapat menimbulkan kematian dalam beberapa hari. Sifat penyakit ini tidak residif (dapat sembuh total, tidak berulang kambuh)
b. Malaria tertiana
Penyebabnya Plasmodium vivax dan ovale
Dengan gejala : demam berkala yang timbul 3 hari sekali
Sifat penyakit : sering kambuh (residitif) karena adanya bentuk exo eritrocyt sekunder.
c. Malaria kwartana
Penyebabnya Plasmodium malariae
Dengan gejala : demam berkala setiap 4 hari sekali
Sifat penyakit : residitif (sering kambuh) karena adanya bentuk exo eritrosit sekunder.
Penggolongan obat malaria
a) Obat-obat pencegah / profilaktik
Untuk perlindungan terhadap gigitan nyamuk (kloroquin, meflokuin) sebenarnya yang terpenting adalah perlindungan pribadi terhadap gigitan nyamuk. Kelambu yang telah diimpregnasi dengan permetrin dapat mencegah berbagai gigitan nyamuk, begitu juga anti nyamuk bakar, anti nyamuk listrik, anti nyamuk semprot.
Formula Dietiltoluamid (DEET) dalam lotio, roll on dan semprot sangat efektif dan tidak berbahaya jika digunakan pada kulit, tetapi efek perlindungannya hanya beberapa jam saja
b) Obat-obat penyembuh / pencegah demam = kurativum
Contohnya kina, kloroquin, pirimethamin, meflokuin, halofantrin)
c) Obat-obat pencegah kambuh. Contohnya primakuin
d) Obat – obat pembunuh gametosid
(1) Klorokuin
Malaria yang disebabkan plasmodium falciparum sudah resisten terhadap kloroquin hampir diseluruh bagian dunia. Di Papua Nugini dilaporkan plasmodium vivax juga resisten terhadap kloroquin.
Indikasi Obat terpilih untuk pengobatan malaria ringan (yang disebabkan plasmodium vivax), profilaksis/ pencegahan malaria di daerah dengan kemungkinan resistensi kloroquin masih rendah, digunakan juga bersama proguanil bila terdapat malaria falsiparum yang resisten terhadap klorokuin, diindikasikan juga untuk arthritis rheumatoid dan lupus eritematosus
Kontra indikasi Penderita gangguan fungsi hati / ginjal, kehamilan, gangguan neurologis (hindari untuk pasien epilepsi).
Efek samping gangguan saluran cerna, sakit kepala, kejang, gangguan penglihatan, over dosis, sangat toksis
Sediaan Klorokuin (generik) tablet 100 mg, 150 mg
Cara penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari sinar dan kelembaban.
(2) Halofantrin
Digunakan untuk pengobatan malaria falsifarum, tetapi sekarang jarang digunakan. Tidak boleh digunakan untuk malaria ringan, juga bila meflokuin sudah digunakan untuk profilaksis.
(3) Meflokuin
Digunakan untuk profilaksis malaria di daerah endemis malaria falsifarum yang resisten terhadap kloroquin. Efektif terhadap malaria ringan, tapi tidak dianjurkan, kecuali yang telah resisten terhadap Kloroquin
Indikasi Kemoprofilaksis malaria, pengobatan malaria falsiparum (lihat atas)
Kontra indikasi Hindari penggunaan pada wanita hamil (efek teratogenik pada hewan percobaan), hindari kehamilan sampai 3 bulan menyusui, depresi, riwayat epilepsi.
Efek samping Mual, muntah, diare sakit perut, pusing, gangguan keseimbangan.
Sediaan generik -
(4) Primaquin.
Indikasi Pengobatan radikal malaria Vivax atau ovale, pengobatan kambuhnya malaria lain dengan siklus ekso eritrosit sekunder.
Kontra indikasi Penyakit yang berkaitan dengan granulositopenia (artritis rematoid, lupus eritematosus), kehamilan, menyusui, anak di bawah 4 tahun
Efek samping Mual, muntah, sakit perut. anemia hemolitik
Sediaan Primaquin (generik) tablet 15 mg
Cara penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari sinar dan kelembaban.
(5) Pirimetamin.
Indikasi Pengobatan malaria falsiparum, dan dapat digunakan bersama atau sesudah kinina. Pirimetamin tidak boleh digunakan tersendiri, harus digunakan bersama sulfadoksin atau dapson
Kontra indikasi Gangguan fungsi hati/ ginjal, wanita hamil, menyusui.
Efek samping Depresi sistem hematopoesis, dosis besardapat menyebabkan ruam kulit, insomnia.
Sediaan Pirimetamin (generik) tablet 25 mg.
Pirimetamin + Sulfadoksin (generik) tabl S-doksin 300mg + pirimetamin 25 mg
Cara Penyimpanan Wadah kedap udara, terlindung terhadap sinar.
(6) Kina
Merupakan obat malaria tertua dari alkaloid pohon Cinchona succirubra.
Indikasi Pengobatan malaria falsiparum
Kontra indikasi Hemoglobin uria, neuritis optik
Efek samping Sakit kepala, telinga berdenging, gangguan keseimbangan, penglihatan kabur, mual, muntah, ruam kulit, gangguan darah, karena diyakini berkhasiat oksitosik maka banyak disalahgunakan untuk abortus, juga berkhasiat analgetik-antipiretik
Sediaan Kina (generik) tabl 200 mg
Kuinin dihidroklorida (generik) cairan injeksi 25 %
Cara penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari sinar.
Spesialite Obat-obat Malaria:
NO GENERIK dan LATIN DAGANG PABRIK
1 Klorokuin Nivaquine Rhone Poulenc
Chloroquinum Riboquin Dexa medica
Resochin Bayer
2 Sulfadoxin+Pyrimetamin Fansidar Roche
Suldox Dumex
3 Kinin Sulfat
(Quinini Sulfas) Tablet Kina Kimia Farma
4 Eukinin/
Kinin Etil Karbonat Euchinin Kimia Farma
5 Meflokuin Malacid Dexa medica
2 . Anti Amuba
Pengertian
Adalah obat-obat yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh mikro organisme bersel tunggal (protozoa) yaitu Entamoeba histolytica yang dikenal dengan dysentri amuba.
Penyakit yang disebabkan amuba umumnya menyerang usus. Dengan gejala diare berlendir dan darah disertai kejang-kejang dan nyeri perut, serta mulas pada waktu buang air besar.
Bila pengobatannya tidak tepat penyakit ini dapat menjalar ke organ-organ lain khususnya hati dan menyebabkan amubiasis hati yang berciri radang hati (hepatitis amuba)
Bentuk amuba dan cara penularannya :
• Bentuk kista merupakan bentuk yang tidak aktif dari amuba yang memiliki membran pelindung yang ulet dan tahan getah lambung.
• Bentuk minuta (kecil)
Bila makanan yang terinfeksi oleh kista amuba masuk ke usus manusia, kista akan pecah dan berkembang menjadi bentuk aktif yang disebut tropozoit, memperbanyak diri dengan pembelahan dan hidup dari bakteri-bakteri yang ada di usus, akibatnya terjadi luka-luka kecil pada mukosa usus sehingga menimbulkan kejang perut, diare berlendir dan berdarah.
• Bentuk Histolitika
Pada kasus tertentu tropozoid melewati dinding usus, berkembang menjadi 2 kali lebih besar, lalu menerobos ke organ-organ lain (jantung, paru-paru, otak khususnya hati) di sini tropozoid - tropozoid ini hidup dari eritrosit dan sel-sel jaringan yang dilarutkan olehnya dengan jalan fagositosis sehingga jaringan yang ditempatinya akan mati (nekrosis).
Sebagian tropozoid ada yang menjadi kista, akan keluar bersama tinja penderita, dengan perantaraan lalat, tangan yang kotor atau makanan dapat masuk lagi ke tubuh manusia yang lain
Penggolongan obat
Dibagi menjadi dua golongan besar yaitu:
1. Obat amubiasid kontak, meliputi senyawa-senyawa metronidazol dan tinidazol, antibiotika antara lain tetrasiklin dan golongan aminoglikosida.
2. Obat amubiasid jaringan, meliputi senyawa nitro-imidazol (metronidazol tinidasol) yang berkhasiat terhadap bentuk histolitika di dinding usus dan jaringan-jaringan lain. Obat golongan ini merupakan obat pilihan dalam kasus amubiasis. Bila metronidazol dan tinidazol tidak efectif dapat digunakan dihidroemetin.
Obat generik, indikasi, kontra indikasi dan efek samping
Metronidazol
Indikasi Infeksi amuba (amubiasis intestinalis, dan abses amuba hepar) juga infeksi oleh trikomonas.
Kontra indikasi Hipersensitif, hindarkan penggunaan dosis
besar pada wanita hamil dan menyusui
Efek samping Mual, muntah, gangguan pengecapan, vertigo, ngantuk dan reaksi kulit seperti ruam urtikaria, urin berwarna gelap.
Sediaan Tablet metronidazol (generik) 250 dan
500 mg , tablet vaginal 500 mg.
Cara Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari sinar. Vaginal tablet harus ditaruh ditempat sejuk
Spesialite obat-obat anti amuba :
NO GENERIK dan LATIN DAGANG PABRIK
1 Kloroquin Fosfat Resochin Bayer
(Chloroquinini Phosphas Nivaquin Rhone P
2 Metronidazol Corsagyl Corsa
(Metronidazolum DOEN) Flagyl Rhone P
3 Tinidazol Fasigyn Pfizer
4 Nimorazol Naxogin Pfizer
5 Secnidazol Sentyl Sunthi Sempuri
Flagentyl Rhone P
3. Anti Cacing
Pengertian
Anthelmetika atau obat-obat anti cacing adalah obat-obat yang dapat memusnahkan cacing parasit yang ada dalam tubuh manusia dan hewan.
Infeksi oleh cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar di dunia, di Indonesia termasuk penyakit rakyat yang umum dan sampai saat ini diperkirakan masih cukup banyak anak-anak di Indonesia yang menderita infeksi cacing sehingga pemerintah perlu mencanangkan pemberantasan cacing secara masal dengan pemberian obat cacing kepada seluruh siswa sekolah dasar pada momen-momen tertentu.
Penularan penyakit cacing umumnya terjadi melalui mulut, meskipun ada juga yang melalui luka dikulit. Larva dan telur cacing ada di mana-mana di atas tanah, terutama bila sistim pembuangan kotoran belum memenuhi syarat-syarat hygiene. Gejala penyakit cacing sering kali tidak nyata. Umumnya merupakan gangguan lambung usus seperti mulas, kejang-kejang kehilangan nafsu makanan pucat (anemia) dan lain – lain.
Pencegahannya sebenarnya mudah sekali yaitu :
• Menjaga kebersihan baik tubuh maupun makanan
• Mengkomsumsi makanan yang telah di masak dengan benar (daging, ikan dll)
• Mencuci tangan sebelum makanan.
Penggolongan.
Obat cacing digolongkan berdasarkan khasiatnya terhadap jenis cacing yang menginfeksi.
a) Cacing kremi (Oxyuris vermicularis)
Termasuk golongan cacing bulat, masa hidup cacing dewasa tidak lebih dari 6 minggu. Cacing betina menempatkan telurnya disekitar anus pada malam hari sehingga menyebabkan rasa gatal.
Dengan garukan, telur cacing akan pindah ke tangan dan dapat tertelan kembali .Cara penularan yang demikian disebut reauto infeksi. Obat yang sesuai adalah mebendazol (obat pilihan untuk semua pasien di atas 2 tahun) dan piperazin.
b) Cacing gelang (Ascaris lumbricoides)
Termasuk cacing bulat yang dapat mencapai ukuran cukup besar dan cukup berbahaya karena dapat keluar dari usus, menjalar ke organ-organ lain bila tidak diobat dengan tepat. Obat pilihan yang paling efectif adalah levamisol.
c) Cacing pita (Taenia saginata/Taenia solium/Taenia lata)
Merupakan cacing pipih beruas-ruas, yang penularannya lewat daging yang mengandung telur cacing pita karena kurang lama dimasak.Taenia saginata terdapat dalam daging sapi, Taenia solium terdapat dalam daging babi, Taenia lata terdapat dalam daging ikan.
Taenia sulit dibasmi karena kepala cacing yang memiliki semacam alat hisap terhunjam dalam selaput lendir usus sehingga sulit kontak dengan obat dan segmen – segmen (bagian tubuh cacing) yang telah rusak karena obat, dapat dilepaskan dan cacing kemudian membuat segmen-segmen baru. Gejala yang tampak disamping gangguan lambung usus adalah anemia .Obat yang paling banyak digunakan untuk cacing pita adalah niklosamid dan prazikuantel.
d) Cacing tambang (Ankylostoma duodenale dan Necator Americanus)
Adalah dua macam cacing tambang yang menginfeksi manusia, penularannya melalui Larva yang masuk ke dalam kulit kaki yang terluka cacing tambang hidup pada usus halus bagian atas dan menghisap darah pada tempat dia menempelkan dirinya di mukosa usus. Seperti cacing pita, cacing ini menyebabkan anemia karena defisiensi besi. Pengobatan: mencakup pembasmian cacing sekaligus pengobatan anemia. Mebendazol merupakan pilihan karena memiliki Spectrum luas dan efektif terhadap cacing tambang.
e) Filaria
Ditularkan oleh Larva microfilaria dari cacing Wuchereria bancrofti dan Brugia malay melalui gigitan nyamuk culex. Microfilaria dari cacing akan membendung getah bening pada kaki dan daerah sekitar kandung kemih sehingga mengakibatkan daerah yang diserang menjadi bengkak dan besar sehingga keadaan ini disebut elephantiasis.
f) Schistosoma
Adalah sebangsa cacing halus yang ditularkan oleh larva yang disebut myracidium melalui kulit atau siput yang dimakan manusia. Schistosoma hematobium dewasa hidup dalam vena saluran kemih sedangkan Schistosoma mansonii hidup di vena kolon. Schistosoma japonicum tersebar lebih luas dalam saluran cerna dan sistem porta. Gejala penyakit tergantung pada tempat yang terinfeksi , bisa gatal – gatal, kulit kemerahan, diare berlendir, hematuria dan lain – lain. Obat pilihan Frazikuantel efektif terhadap semua jenis schistosoma.
g) Cacing benang (Strongiloides stercularis)
Ditularkan melalui kulit oleh larva yang berbentuk benang dan hidup dalam usus. Larva yang dihasilkan dapat menembus dinding usus dan menyusup ke jaringan, menimbulkan siklus auto infeksi. Obat pilihan : Tiabendazol, obat alternatif : albendazol. Invermectin merupakan obat alternatif yang paling efektif untuk infeksi kronis.
Obat generik, indikasi, kontra indikasi dan efek samping
1. Mebendazol
Indikasi Infeksi tunggal maupun campuran yang disebabkan cacing kremi, cacing tambang, cacing gelang, cacing cambuk.
Kontra indikasi Kehamilan (efek teratogenik) dan ibu menyusui
Efek samping Kadang-kadang sakit perut, diare, reaksi hipersensitiv
Peringatan Tidak dianjurkan untuk anak di bawah 2 tahun, kadang-kadang cacing askaris akan bermigrasi keluar melalui hidung/ mulut selama pengobatan terutama pada anak dengan infeksi berat.
Sediaan Mebendazol (generik) tabl. 100 mg
2. Piperazin
Indikasi Cacing kremi dan cacing gelang
Kontra indikasi Gangguan fungsi ginjal, epilepsi,kehamilan
Efek samping Mual, muntah, kolik, diare
Peringatan Tidak dianjurkan dipakai terus menerus pada anak-anak (nefrotoksik)
Sediaan Piperazin (generik) Sirup 1 gr/ 5 ml,
Tablet 300 mg, 500 mg
Cara Penyimpanan Wadah kedap udara, terlindung dari sinar
3. Pyrantel pamoat
Indikasi Infeksi tunggal/ campuran cacing gelang, cacing kremi, cacing tambang. Obat pilihan untuk cacing gelang dan kremi
Kontra indikasi -
Efek samping Sangat jarang (sakit kepala, insomnia, mual, muntah, ruam kulit)
Peringatan Tidak untuk anak di bawah 2 tahun
Sediaan Pyrantel Pamoat (generik)tablet 365 mg Suspensi 115 mg/5 ml
Cara Penyimpanan Terlindung dari sinar.
4. Dietil karbamazin
Indikasi Filariasis
Kontra indikasi Penyakit hati, ginjal yang berat, kehamilan
Efek samping Menyebabkan kambuhnya malaria, sakit kepala, pusing, mual,muntah.
Sediaan Dietil karbamazin (generik) tabl. 1000 mg
Cara Penyimpanan Wadah kedap udara (hidroskopis)
5. Albendazol
Indikasi Terapi tambahan (sesudah operasi) untuk kista hidatid atau obat primer strongiloides
Kontra indikasi Kehamilan
Efek samping Gangguan saluran cerna, sakit kepala, gangguan darah.
Sediaan Albenazol (generik) tabl. 200 mg
Spesialite obat-obat anti cacing:
NO GENERIK dan LATIN DAGANG PABRIK
1 Piperazin (Piperazinum) Piperacyl Bode
Upixon Bayer
2 Mebendazol (Mebendazolum) Vermox Janssen
3 Pirantel Pamoat
(Pyranteli Pamoas) Combantrin Pfizer
4 Levamizol HCl Ascaridil Janssen
5 Oxantel Pamoate+Pyrantel Pamoate Quantrel Pfizer
6 Dietil karbamazin Filarzan Mecosin
7 Albendazol Helben Mecosin
4. Anti jamur (fungistatika)
Adalah obat-obat yang digunakan untuk menghilangkan infeksi yang disebabkan oleh jamur. Infeksi oleh jamur dapat terjadi pada :
• Kulit oleh dermatofit (jamur yang hidup di atas kulit)
• Selaput lendir mulut, bronchi, usus dan vagina oleh sejenis ragi yang disebut candida albicans.
Salah satu sebab meluasnya infeksi oleh fungi ialah meningkatnya pemakaian antibiotik spektrum luas atau pemakaian kortikosteroid yang kurang tepat. Faktor hygiene juga sangat mempengaruhi penyebaran infeksi oleh fungi. Infeksi jamur sering berkaitan dengan gangguan daya tahan tubuh, bila daya tahan tubuh turun, maka pengobatan jamur sering mengalami kegagalan.
Penggolongan
1. Antibiotika (griseofulvin, amfoterisin, nistatin)
2. Asam-asam organik (asam salisilat, asam benzoat, asam undesilinat)
3. Derivat imidazol (ketokonazol, klotrimazol, mikonazol)
Obat genetik, indikasi, kontra indikasi efek samping.
1. Griseofulvin
Dihasilkan oleh Penisillium griseofulvinum, berkhasiat fungistatik pada penggunaan oral terhadap banyak dermatofit., efektif untuk mengobati infeksi kulit dan kuku yang menahun, penyembuhan berlangsung sangat perlahan.
Indikasi Infeksi dermatofitosis kulit, kulit kepala, rambut dan kuku bila terapi topikal gagal
Kontra indikasi Gangguan fungsi hati, kehamilan
Efek samping Sakit kepala, mual, muntah
Sediaan Griseofulvin (generik) tablet 125 mg
2. Nistatin.
Berasal dari streptomyces moursei
Indikasi Kandidiasis (stomatitis, sariawan pada mulut, vaginitis pada vagina)
Kontra indikasi -
Efek samping Mual, muntah diare (diberikan peroral), iritasi lokal pada pemakaian topikal.
Sediaan Nistatin (generik) tabl 500.000 UI
Cara penyimpanan Wadah kedap udara, suhu dibawah 5C, terlindung dari sinar.
3. Amfoterisin B
Dihasilkan oleh Streptomyces nodosus
Indikasi Kandidiasis intestinal
Kontra indikasi -
Efek samping
Sediaan (generik)-
4. Asam Salisilat
Asam organik berkasiat fungsisida, dalam salep konsentrasi 3-6 % juga bersifat keratolitik (melarutkan lapisan tanduk kulit, konsentrasi 5-10%)
5. Mikonazol
Merupakan derivat imidazol dengan kasiat fungisid kuat
Indikasi Terapi topikal tinea pedis, kandidiasis kulit.
Kontra indikasi Hipersesitivitas.
Efek samping Rasa terbakar, kemerahan. Bila efek samping sangat mengganggu pemakaian harus dihentikan.
Sediaan Mikonazole nitrat (generik), krim, serbuk warna putih.
Cara penyimpanan Pada suhu 15-30oC ,wadah kedap udara
6. Ketokonazol
Indikasi Kandidiasis mukosa resisten yang kronis, mukosa saluran cerna, kandidiasis vaginal, infeksi dermatofit pada kulit atau kuku tangan.
Kontra indikasi Gangguan hati, kehamilan dan menyusui
Efek samping Mual, muntah nyeri perut,sakit kepala, ruam,urtikaria, pruritus.
Sediaan Ketokonazol (generik) tablet 200mg
Spesialite obat-obat anti jamur
NO GENERIK dan LATIN DAGANG PABRIK
1 Amfoterisin Amphotec Astra Zeneca Indonesia
Fungizone Squibb Indonesia
2 Nistatin/Nursein Candistatin Pharos
(Nystatinum DOEN) Flagystatin Rhone Poulenc
Mycostatin Squibb Indonesia.
3 Ketokonazol Mycoral Kalbe farma
(Ketoconazolum DOEN) Nizoral Johnson & Johnson Ind
4 Griseofulvin/Fulvicin Fulcin Zeneca
(Griseofulvinum) Grivin Phapros
5 Clotrimazole Canesten Bayer
Canesten UT
Canesten SD
6 Miconazole Daktarin Janssen
Mexoderm Konimex
7 Itraconazole Sporanox Janssen
D. ANTI VIRUS (virustatika)
Virus (dalam bahasa latin dan sanskerta : visham = racun) merupakan mikro-organisme hidup yang terkecil, dengan ukuran antara 20 dan 300 mikron. Di luar tubuh manusia kerap kali virus berbentuk seperti kristal tanpa tanda hidup, sangat ulet yaitu tahan asam dan basa, serta tahan suhu-suhu rendah dan tinggi sekali. Baru jika keadaan sekitarnya baik, seperti dalam tubuh manusia atau hewan, kristal tersebut bernyawa kembali dan memperbanyak diri.
Pengembangan obat anti virus baik sebagai pencegahan maupun terapi belum dapat mencapai hasil yang diinginkan, karena obat-obat anti virus selain menghambat dan membunuh virus, juga merusak se-sel hospes dimana virus berada.
Sejumlah obat anti virus sudah banyak dikembangkan tetapi hasilnya belum memadai karena toksisitasnya sangat tinggi. Hanya beberapa anti virus yang saat ini digunakan, antara lain idoksuridin pada penggunaan topikal dan herpes simplex conjungtivitis serta asiklovir.
Asiklovir
Obat ini berkhasiat terhadap herpes simplex dan herpes zoster, tanpa mengganggu fisiologi sel-sel tuan rumah. Aktivitasnya jauh lebih kuat dibandingkan virustatika lain.
Asiklovir aktif terhadap virus herpes tetapi tidak bisa memusnahkannya, dan hanya efektif bila digunakan pada awal penyakit.
Penggunaan asiklovir meliputi pengobatan sistemik dan topikal, termasuk herpes genitalis. Asiklovir dapat merupakan obat penyelamat untuk pasien herpes simpleks atau herpes zoster.
Efek samping pada penggunaan parenteral adalah tromboflebitis di tempat suntik, kadang-kadang mual, muntah, tremor dan kekacauan. Secara lokal terjadi rasa nyeri dan terbakar. Tidak bersifat karsinogen dan karsinogenik.
Idoksuridin (IDU)
Berkhasiat virustatik terhadap sejumlah virus kelompok DNA. Memiliki efek samping yang sangat toksis bagi hospes maka hanya digunakan secara lokal sebagai salep dan tetes mata.
Sediaan, Kontra Indikasi dan Efek Samping
1. Asiklovir
Indikasi Herpes simpleks dan varisella zoster
Kontra indikasi Gangguan fungsi ginjal, kehamilan dan menyusui
Efek samping Ruam kulit, gangguan saluran cerna, sakit kepala, gangguan neurologis.
Sediaan Acyclovir (generik), tabl 200mg,400mg
2. Idoksuridin (IDU)
Indikasi : terapi keratitis pada herpes simpleks secara topikal
Spesialite obat-obat anti virus
NO GENERIK dan LATIN DAGANG PABRIK
1 Asiklovir (Acyclovirum) Clinovir Pharos
Poviral Kalbe Farma
2 Methisoprinol Isoprinosine Darya Varia
E. ANTI NEOPLASTIKA (Sitostatika)
Pengertian kanker
Kanker atau karsinoma (Yunani = karkinos = kepiting) adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal dan bersifat ganas (maligne). Suatu kelompok sel dengan mendadak menjadi liar dan memperbanyak diri secara pesat dan tidak tertahankan serta mengakibatkan pembengkakan atau benjolan, yang disebut tumor atau neoplasma (neo = baru; plasma = bentukan). Sel-sel kanker ini menginfiltrasi ke dalam jaringan-jaringan sekitarnya dan memusnahkannya. Tumor setempat ini seringkali menyebarkan sel-selnya melaui saluran darah dan limfe ke tempat-tempat lain dari tubuh (metastasis), dimana berkembang neoplasma sekunder. Gejala umum dari penyakit-penyakit kanker adalah nyeri yang sangat hebat.
Jenis-jenis kanker yang paling sering terdapat adalah kanker kulit, tenggorokan, paru-paru, lambung-usus dan alat-alat kelamin. Begitu pula leukimia atau kanker darah, dimana produksi leukosit menjadi abnormal tinggi sedangkan eritrosit sangat berkurang.
Sebab-sebab kanker, menurut para ahli, lebih dari 80% dari semua tumor pada manusia diakibatkan oleh pengaruh zat-zat karsinogen
Pengobatan
Pengobatan kanker dikenal beberapa cara, antara lain:
1. Kemoterapi, yaitu pengobatan dengan menggunakan obat-obatan yang dapat menghambat atau membunuh sel-sel kanker.
2. Operasi / pembedahan, yaitu dengan mengangkat sel-sel kanker sehingga tidak terjadi perluasan daerah yang terkena kanker
3. Radiasi / penyinaran, yaitu dengan melakukan penyinaran pada daerah yang terdapat sel-sel kanker dengan menggunakan sinar radio aktif.
Efek Samping
Efek samping penggunaan obat-obatan neoplastika, adalah :
• Depresi sumsum tulang dengan gangguan darah dan berkurangnya sistem tangkis, yang memperbesar resiko infeksi kuman.
• Gangguan pada kantong rambut dengan rontoknya rambut atau alopesia.
• Pembentukan sel-sel darah terhambat
• Hiperurisemia
• Terganggunya fungsi reproduksi
Kombinasi dari dua atau lebih sitostatika kerapkali digunakan, yakni yang memiliki titik kerja di dalam sel yang berlainan, Dengan demikian daya kerjanya diperkuat dan terjadinya resistensi dapat dihindarkan.
Penggolongan
Berdasarkan mekanisme kerjanya, sitostatika dapat dibagi dalam beberapa golongan :
1. Zat – zat alkilasi
2. Antimetabolit
3. Antimitotika
4. Antibiotika
5. Serba - serbi
1) Zat-Zat Alkilasi
Yang terpenting adalah klormethin dan derivatnya, tiotepa dan busulfan. Obat-obat ini juga disebut radiomimetikam, karena kerjanya mirip dengan efek penyinaran dengan sinar-sinar ionisasi. Obat-obat ini terutama digunakan pada kanker korion, limfogranuloma dan leukimia.
a) Klormethin
Merupakan sitostatika pertama yang digunakan (1946) terhadap kanker limfogranuloma dan leukemia akut. Kerjanya pendek sekali karena dalam darah terurai dalam beberapa menit.
• Klorambusil
Adalah derivat klormertin dengan cincin aromatik, khasiat dan penggunaannya sama, tetapi dapat digunakan oral. Efek samping ringan.
• Siklofosfamid
Adalah derivat klormetin dengan cincin fosfat, yang baru aktif setelah dioksidasi di hati. Selain merusak sumsum tulang, seringkali mengakibatkan kerontokan rambut dan radang mukosa kandung kemih dengan perdarahan.
• Melfalan
Adalah derivat klormetin yang mengandung fenilalanin, kerjanya jauh lebih lama lebih kurang 6 jam. Banyak digunakan pada kanker sumsum tulang. Efek samping perintangan produksi megkaryocyt di sumsum tulang, yang membentuk pelat-pelat darah.
b) Thiotepa
Memiliki daerah indikasi yang lebih luas daripada derivat-derivat mustin, yaitu juga pada kanker yang sudah tersebar, maupun pada jenis-jenis kanker lain yang gagal pengobatannya dengan penyinaran.
c) Busulfan
Berkhasiat spesifik terhadap sumsum tulang, maka khusus digunakan pada leukemia kronis guna menekan produksi leukosit.
d) Lomustin
Mampu mengalkilasi dan menghambat berbagai proses di dalamsel. Karena sifatnya yang lipofil dan mudah melintasi sawar otak, maka obat ini merupakan obat pilihan pertama pada tumor otak.
2) Anti metabolit – anti metabolit
Obat-obat ini menggangu sintesis DNA dengan jalan antagonisme saingan metotreksat (MTX). Antagonis asam folat ini efektif sekali pada kanker korion, juga bila sudah terjadi metastatis.
Banyak digunakan pada leukemia akut guna memelihara remisi (perbaikan gejala-gejala)yang kurang dicapai dengan obat-obat lain, misalnya vinkristin bersama prednison. Juga digunakan untuk mengobati penyakit kulit bersisik (psoriasis) yang parah sebagai obat terakhir.
a) Merkaptopurin
Terutama digunakan pada leukemia akut pada anak-anak, juga dalam hal MTX atau zat-zat alkilasi tidak efektif lagi.
• Azathioprin
Dalam tubuh dirombak menjadi merkaptopurin. Banyak digunakan sebagai imunosupresivum pada transplantasi ginjal dan organ-organ lain guna memperkecil bahaya penolakan organ-organ baru oleh tubuh si penerima.
b) Fluorouracil
Digunakan pada tumor-tumor lambung, usus besar atau (kolon) dan poros usus (rektum). Efek samping sama dengan MTX.
• Sitarabin
Berkhasiat virustatik terhadap virus-virus DNA. Digunakan pada leukemia akut pada anak-anak.
3) Anti Mitotika
Zat ini mencegah pembelahan sel dengan merintangi pembelahan inti sel.
a) Vinblastin
Merupakan alkaloid tanaman Vinca rosea bersama derivatnya vindesin dan vinkristin. Terutama digunakan bila radioterapi atau sitostatika lainnya tidak efektif. Efek samping utama neuritis perifer, mual, muntah, rambut rontok dan obstipasi (sembelit karena kejang).
• Vindesin
Khasiat kurang lebih sama dengan vinblastin, tetapi kurang menekan sumsum tulang dan neurotoksis. Digunakan antara lain pada leukemia akut pada anak-anak dan pada kanker buah dada.
• Vinkristin
Digunakan pada leukemia akut pada anak-anak, umumnya dikombinasikan dengan obat lain, misalnya merkaptopurin dan prednison. Efek samping sama dengan vinblastin, polineuritis lebih cepat terjadi dan terapi harus segera ditunda hingga gejala - gejala lenyap. Depresi sumsum tulang praktis tidak terjadi.
b) Podofilin
Damar ini diperoleh dari akar tanaman Podophyllum peltatum yang antara lain mengandung zat antimitotik podolifotoksin. Dua glikosida semisintetisnya adalah teniposida dan etoposida
• Teniposida
Digunakan pada limfoma Hodgkin, kanker otak dan kandung kemih.
• Etoposida
Dapat digunakan oral, digunakan antara lain pada kanker testis dan ovarium.
4) Antibiotika
Terutama digunakan pada kanker korion yang sudah metastasis, biasanya dikombinasikan dengan klorambusil dan MTX. Efek samping sama dengan sitostatika lain yakni gangguan darah, lambung-usus dan rambut rontok.
a) Mitomisin
Sangat toksis untuk sumsum tulang, maka pengawasan darah seksama harus dilakukan bila obat-obat lain tidak efektif.
b) Doksorubisin
Digunakan khusus pada leukemia akut dan limfogranouloma yang tidak dapat diobati dengan sitostatika lain, biasanya dengan vinkristin dan prednison.
• Daunorubisin
Merupakan derivat doksorubisin dengan khasiat dan efek samping yang sama. Urin dapat berwarna merah seperti doksorubisin.
5) Serba-serbi
Obat-obat lain yang digunakan pada kanker terdiri dari kortikosteroida, hormon kelamin, prokarbazin dan asparaginase.
a) Kortikosteroida
Hampir pada semua kombinasi obat pada terapi kanker mengandung prednison atau turunannya, karena efeknya langsung terhadap sel-sel kanker sendiri dan menghasilkan pengaruh yang baik seperti demam menurun, perasaan nyaman, tumor menjadi ringan, nafsu makan bertambah, dan sebagainya.
b) Hormon-hormon kelamin
Kerapkali digunakan dengan hasil yang baik, pada jenis-jenis kanker yang tergantung dari hormon, yang pertumbuhannya dapat dihambat oleh androgen atau estrogen, atau anti hormon, misalnya estrogen diberikan pada kanker prostat (guna meniadakan efek hormon pria). Androgen diberikan pada kanker payudara.
c) Prokarbazin
Dianjurkan sebagai obat pilihan kedua pada limfogranuloma, dalam kombinasi dengan klormethin, vinkristin dan prednison.
d) L-Asparaginase
Enzim ini diperoleh dari pembiakan bakteri E.coli. Pada leukemia tertentu sel-sel kanker tidak dapat membentuk 1-asparagin yang diperlukannya untuk sintesis proteinnya. Maka zat ini menggunakan asparagin tersebut sehingga sel-sel kanker terhenti perkembangannya. Efek samping mual, muntah, gangguan SSP dan hati, alergi. Hanya digunakan pada leukemia akut dan sebagai obat pilihan kedua.
e) Cisplatin
Terutama digunakan pada kanker testis dalam kombinasi dengan vinkristin dan bleomisin, serta pada kanker ovarium.
f) Interferon
Daya sitostatiknya telah dibuktikan untuk beberapa bentuk kanker. Selain itu juga berdaya anti virus dan dianjurkan sebagai pencegah influensa sampai 24 jam sesudah terjadinya infeksi.
Spesialite obat-obat sitostatika.
NO GENERIK dan LATIN DAGANG PABRIK
1 Dokosorubisin Hidroklorida Adiamycin RD Carlo Erba
(Doxorubici Hydrochloridum)
2 Fluorourasil Adrucil Carlo Erba
(Fluorouracilum)
3 Bleomisin Sulfat Bleocin Kalbe Farma
(Bleomicini Sulfas)
4 Sisflatin(Cisflatinum) Cisplatin Kalbe Farma
5 Siklofosfamida Endoxan Asta
(Cyclophosphamidum
6 Metotreksat
(Methotrexatum) Farmitrexat Carlo Erba
7 Sitarabin (Cytarabin) Erbabin Kalbe Farma
8 Vinkristin Sulfat Krebin Kalbe Farma
(Vincristini Sulfas)
9 Vinblastin Sulfat Vinblastine Sulphate DBL Tempo Scan Pasific
(Vinblastini Sulfas)
F. LAIN-LAIN
1. Anti Tuberkulosis (TBC)
Pengertian:
Anti tuberculosis adalah obat-obat atau kombinasi obat yang diberikan dalam jangka waktu tertentu untuk mengobati penderita tuberkulosis.
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis, yang pada umumnya dimulai dengan membentuk benjolan-benjolan kecil di paru-paru dan ditularkan lewat organ pernafasan. Kuman TBC pertama kali ditemukan oleh dr Roberet Koch (1882).
Selain paru-paru, organ tubuh lain yang dapat dijangkiti kuman TBC adalah tulang, ginjal, kulit dan otak. Sampai saat ini di Indonesia penyakit TBC masih merupakan penyakit rakyat yang banyak mengambil korban, hal ini disebabkan:
• Masih kurangnya kesadaran untuk hidup sehat.
• Perumahan yang tidak memenuhi syarat.(ventilasi dan masuknya cahaya matahari)
• Kebersihan/hygiene
• Kurang gizi/gizi tidak baik.
Penularan kuman TBC dapat melalui:
• Saluran pernafasan (sebaiknya penderita menutup mulut dengan sapu tangan ketika batuk atau bersin.
• Lewat makanan dan minuman
Penularan TBC dapat dihindari dengan cara menggunakan desinfektan pada sapu tangan atau barang-barang yang digunakan, dan mengusahakan agar ruangan tempat penderita mempunyai ventilasi yang baik.
Cara pencegahan TBC adalah dengan memberikan vaksinasi sedini mungkin pada bayi-bayi yang baru lahir. Vaksin yang digunakan adalah vaksin BCG (Basil Calmette Guerin). Untuk menentukan seseorang terinfeksi oleh basil TBC atau tidak biasanya dilakukan dengan reaksi Mantoux , yaitu penyuntikan yang dilakukan dilengan atas dengan tuberkulin (filtrat dari pembiakan basil TBC). Bila ditempat penyuntikan tidak timbul bengkak merah berarti orang tersebut tidak terinfeksi TBC.
Pengobatan
Sebelum ditemukan obat-obat yang dapat memusnahkan penyebab penyakit, bentuk pengobatan terbatas pada terapi simptomatis seperti mengurangi batuk dan menghilangkan demam, istirahat total di sanatorium dan diet makanan bergizi yang kaya lemak dan vitamin A.
Obat TBC yang pertama kali ditemukan adalah streptomisin, disusul kemudian dengan PAS dan INH. Sampai tahun 1970-an kombinasi standar untuk pengobatan TBC menggunakan ketiga obat di atas. Sesudah tahun 1970 kombinasi standar untuk TBC menjadi INH, ethambutol dan rifampisin.
Dengan pengobatan modern, setelah 4 sampai 6 minggu pasien bebas bermasyarakat seperti biasa karena tidak lagi menularkan kuman TBC. Basil TBC terkenal sangat ulet dan sulit ditembus zat kimia (obat) karena dinding sel bakteri mengandung banyak lemak dan lilin (wax), sehingga pengobatan TBC memerlukan periode waktu yang cukup lama .
Tujuan pengobatan kombinasi :
• Mencegah resistensi
• Praktis karena dapat diberikan sebagai dosis tunggal.
• Mengurangi efek samping.
Obat generik, indikasi, kontra indikasi dan Efek samping
1. Rifampisin
Indikasi Pengobatan tuberkulosis, lepra,meningitis
Kontra indikasi Pasien kelainan hati, wanita hamil dan menyusui
Efek samping Mual,muntah, diare, pusing, ganguan penglihatan
Peringatan Perlu penerangan rifampisin menyebab-kan warna merah pada urin, tinja, liur, dahak keringat,dan air mata.
Sediaan Rifampisin (generik), kapsul 300mg, 450mg, kaptab 600mg
2. Ethambutol
Indikasi Tuberkulosis dengan kombinasi bersama obat lain
Kontra indikasi anak dibawah 6 thn, neuritis optik, gangguan visual.
Efek samping Neuritis optik, buta warna merah/hijau, neuritis perifer
Sediaan Etambutol (generik), tabl 250mg, 500mg
Cara penyimpanan Wadah kedap udara
3. Isoniazid
Indikasi Tuberkulosis, kombinasi dengan obat lain. Khasiat tuberkulostatik paling kuat dibanding obat lain.
Kontra indikasi Penyakit hati, gangguan fungsi ginjal
Efek samping Neuropati perifer (ganguan saraf dengan gejala kejang-kejang) yang dapat dicegah dengan pemberian pyridoxin (vitamin B6). INH kalau digunakan sebagai obat tunggal, resistensinya sangat cepat.
Sediaan INH (generik) , tabl 100mg,300mg
4. Pyrazinamid
Indikasi Tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain, khasiatnya diperkuat oleh isoniazida
Kontra indikasi Penderita ganguan hati
Efek samping Hepatotoksik (menimbulkan kerusakan hati) terutama pada dosis lebih dari 2 g/hari
Sediaan Pyrazinamide (generik), tbl 500mg)
Cara penyimpanan Wadah kedap udara terlindung dari sinar
Spesialite obat-obat TBC.
NO GENERIK dan LATIN DAGANG PABRIK
1 Isoniazid (Isoniazidum) INH Ciba Novartis Indonesia
Isonex Dumex
2 Rifampisin (Rifampicinum) Rifabiotic Bernofarm
Rifamtibi Sanbe
3 Pyrazinamid (Pyrazinamidum) Pezeta Novartis Indonesia
4 Ethambutol Cetabutol Soho
Kalbutol Kalbe farma
Etibi Rocella
5 Isoniazida+Vit B6 Pehadoxin Phapros
Inoxin Dexa Medica
6 INH+Vit B6+Ethambutol Intam 6 Rhone P
Meditam Medikon
Mycotambin-INH Forte UAP
7 Rifampicin+INH Rimetazid Biochemie
Ramicin-Iso Westmont
2. Anti Lepra (Leprostatika)
Lepra atau kusta adalah suatu infeksi kronis yang terutama merusak jaringan-jaringan saraf. Pembangkitnya Mycobacterium leprae ditemukan oleh dokter Norwegia Hansen (1873), memiliki sifat-sifat yang mirip dengan basil TBC, yaitu sangat ulet karena mengandung banyak lemak dan lilin yang sukar ditembusi obat, juga pertumbuhannya lambat sekali setelah waktu inkubasi yang lama, lebih kurang satu tahun.
Di Indonesia terdapat kurang lebih 100.000 pasien lepra yang diobati di sejumlah rumah sakit khusus (Leproseri) yang diawasi oleh Lembaga Kusta Departemen Kesehatan.
Pencegahan
Tes Lepromin adalah suatu injeksi intrakutan dari suspensi jaringan lepra dan digunakan untuk menetapkan apakah seseorang memiliki daya tangkis cukup terhadap lepra bentuk – L. Hasil tes negatif berarti orang tersebut sangat peka untuk infeksi dengan bentuk tersebut.
Pada tahun 1965 telah dibuktikan di Uganda, bahwa vaksinasi BCG memberikan perlindungan yang lumayan terhadap infeksi dengan bentuk – L.
Pengobatan
Sejak dahulu kala obat satu-satunya terhadap lepra adalah minyak kaulmogra, yang efektif untuk meredakan gejala-gejalanya tanpa menyembuhkan penyakit.
Pada tahun 1950 ditemukan dapson yang mampu menghentikan pertumbuhan basil lepra, yang kemudian lama-kelamaan akan dimusnahkan oleh sistem tangkis tubuh sendiri. Kemudian ditemukan leprostatika lain antara lain thiambutosin, klofazimin dan rifampisin.
WHO menganjurkan sebagai terapi pilihan pertama suatu kombinasi dari dapson dengan rifampisin atau klofazimin selama sekurang-kurangnya 6 bulan. Kemudian disusul dengan monoterapi dapson selama 5 – 7 tahun pada bentuk tuberkuloid, dan seumur hidup pada bentuk – L dan borderline.
Efek samping
Yang terpenting adalah reaksi lepra yaitu suatu reaksi alergi yang diakibatkan oleh basil mati yang berjumlah besar di dalam jaringan-jaringan. Gejala-gejala berupa demam tinggi, radang dan nyeri sendi, rasa lelah dan habis tenaga, khusus pada bentuk – L terjadi benjol-benjol merah kebiruan. Semula diduga bahwa reaksi-reaksi ini merupakan efek samping khusus dari dapson, tetapi kemudian ternyata dapat juga ditimbulkan oleh leprostatika lainnya kecuali klofazimin.
Untuk mengatasi gejala-gejala ini, obat lepra sering dikombinasi dengan asetosal atau sedativa, atau jika lebih hebat bisa diberikan zat supresif (penekan) seperti kortikosteroid. Obat lepra tidak boleh dihentikan atau dikurangi dosisnya berhubungan meningkatnya bahaya resistensi.
Obat generik, indikasi, kontra indikasi dan efek samping
1. Dapson : diaminodifenilsulfon (DDS) )
Rumus bangun obat ini mirip sulfonamida :
R-NH-C6H4-SO2-R.
Spektrum kerja kurang lebih sama, namun kegiatannya lebih kurang 10 kali lebih kuat, sekaligus lebih toksis.
Indikasi Leprostatik kuat berdasarkan persaingan terhadap PABA
Kontra indikasi -
Efek samping Sukar tidur dan anemia ringa, demikian pula agranulositosis.
Sediaan Dapson (generik) tabl 50mg,100mg.
Cara penyimpanan Terlindung dari sinar
Lama pengobatan Dapson tidak mematikan baksil lepra, maka meskipun gejala-gejala klulit dan luka-luka dalam beberapa bulan lenyap, kuman masih tetap berada dalam selaput lendir, kulit dan saraf. Karena itu terapi harus diteruskan hingga kuman lenyap sama sekali dari jaringan-jaringan tersebut untuk bentuk-T kurang lebih 3 tahun, dan untuk bentuk – L setelah kurang lebih 5 tahun
2. Rifampisin
Antibiotik ini merupakan obat satu-satunya yang bekerja leprosid terhadap basil lepra. Kerjanya lebih cepat dan efektif dari pada dapson. Dalam waktu 3-4 minggu bentuk – L yang ganas sudah menjadi tidak bersifat menular lagi. Resistensi dapat timbul dalam waktu singkat.
Indikasi, kontra indikasi dan efek samping (lihat anti TBC).
3. Klofazimin
Obat ini memiliki khasiat leprostatik yang sama kuatnya dengan dapson. Setelah pengobatan beberapa bulan sebagian besar basil di dalam mukosa dan kulit dimusnahkan, kecuali di tempat-tempat yang sulit, misalnya saraf dan otot-otot polos yang memerlukan waktu lebih lama. Sama dengan waktu yang diperlukan dapson untuk mengeluarkan seluruh kuman mati dari jaringan.
Klofazimin juga berkhasiat anti radang dan mencegah terjadinya benjol-benjol pada bentuk -L.
E.Samping : gatal-gatal dan kulit kering, juga gangguan lambung-usus, terjadi ,warna coklat kehitaman pada lesidan kulit yang terkena sinar mata hari, perubahan warna rambut dll.
Spesialite obat-obat anti lepra.
NO GENERIK dan LATIN DAGANG PABRIK
1 Diamino Difenil Sulfon (DDS) Dapson Indofarma
2 Clofazimine Lamprene Novartis
tgl 3 Maret 2010
Langganan:
Postingan (Atom)